Finn kembali untuk membalaskan dendam kematian kedua orang tuanya. Dengan bantuan ayah angkatnya, Finn meminta dijodohkan dengan putri dari pembunuh kedua orang tuanya, yaitu Selena.
Ditengah rencana perjodohan, seorang gadis bernama Giselle muncul dan mulai mengganggu hidup Finn.
"Jika aku boleh memilih, aku tidak ingin terlahir menjadi keturunan keluarga Milano. Aku ingin melihat dunia luar, Finn... Merasakan hidup layaknya manusia pada umumnya," ~ Giselle.
"Aku akan membawamu keluar dan melihat dunia. Jika aku memintamu untuk menikah denganku, apa kamu mau?" ~ Finn.
Cinta yang mulai tumbuh diantara keduanya akankah mampu meluluhkan dendam yang sudah mendarah daging?
100% fiksi, bagi yang tidak suka boleh langsung skip tanpa meninggalkan rating atau komentar jelek. Selamat membaca dan salam dunia perhaluan, Terimakasih 🙏 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fajar Riyanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3 : TDCDD
Bersama dengan Riyan, Finn mengunjungi rumah lamanya. Finn memakirkan mobilnya di halaman rumah yang tidak terlalu luas itu. Suasana disekitar rumah nampak sangat sunyi. Rumah itu sudah tidak layak pakai lagi karena sudah bertahun-tahun kosong, dindingnya sudah retak, lantainya berdebu dan atapnya bocor.
Perlahan, Finn melangkahkan kakinya masuk. Barang-barang didalam rumah berserakan di mana-mana, persis sama seperti saat terakhir Finn melihatnya, saat rumahnya di obrak-abrik oleh beberapa orang pria dimalam kejadian naas itu.
"Uhukkk... Uhukkk..." Riyan terbatuk-batuk, dia menutup mulutnya dengan tangan. "Finn, kamu mau mencari apa sih kesini?" Protesnya. Sebelumnya Finn tidak mengatakan jika mereka akan datang ke tempat itu, Finn hanya mengatakan jika mereka akan makan siang diluar.
Finn berjongkok, dia meraih foto yang terbingkai di atas lantai dan membaliknya. Foto itu sudah blur, gambarnya sudah tidak jelas, itu adalah foto dirinya dan kedua orang tuanya. Dulu saat Finn pergi dia tidak sempat membawa apapun yang bisa dia jadikan kenangan karena anak buah Andreas Milano sudah keburu mengejarnya, sementara ayahnya yang mencoba menghalangi ditusuk dengan pisau tajam.
Rahang Finn mengeras, matanya memerah menahan gejolak amarah dalam dirinya. Hatinya begitu tersayat setiap kali mengingat kejadian malam itu. Suara tangisan dan permohonan ampun ibunya bahkan tidak dihiraukan oleh orang-orang tak berhati itu, mereka memukul dan menyiksa kedua orang tuanya dengan sangat keji dan sadis.
Finn mengajak Riyan keluar dari rumah itu, mereka bertanya pada orang-orang sekitar tentang keberadaan makam kedua orang tua Finn. Namun tidak ada satupun yang mengetahuinya, mungkin karena kejadian itu sudah sangat lama sekali.
Finn mengusap wajahnya kasar, menyadarkan tubuhnya pada sisi mobil. Disampingnya, Riyan tak banyak berkomentar, dia bisa memahami perasaan Finn saat ini.
"Cari tau dimana kedua orang tuaku dimakamkan, aku ingin mengunjungi makam mereka," titah Finn.
"Siap bos!" jawab Riyan bersemangat seraya memberi hormat.
💚
💚
💚
Giselle baru saja selesai mandi, dia berdiri di depan cermin dan membuka tali bathrobe yang mengikat di pinggangnya, menurunkan bagian atasnya sampai ke dada.
Giselle memutar tubuhnya, dari dalam pantulan cermin, dia menatap bekas luka cambuk yang dia dapatkan satu bulan lalu. Walaupun sudah tidak sakit, tapi luka itu masih meninggalkan bekas ditubuhnya. Kulit mulusnya menjadi belang-belang mirip seperti kulit harimau.
Meskipun sudah tau pasti akan kena hukum, Giselle tidak pernah kapok. Siang itu dia memanjat pagar dan kabur dari rumah pengasingan. Papanya marah besar karena Giselle datang ke kediaman utama, apalagi saat itu sedang ada banyak tamu, yaitu teman-teman arisan mama Sonia. Tak ingin merasa malu, Sonia memperkenalkan Giselle sebagai putri dari salah satu pelayan dirumahnya, setelah itu dia mengadukan kejadian itu pada suaminya dan berakhir suaminya itu menghukum Giselle dengan sepuluh kali cambukan.
Tok... Tok... Tok...
Pintu kamar diketuk dari luar, Giselle memakai kembali bathrobenya dengan benar.
"Masuk...!" seru Giselle.
"Gis..." pintu kamar terbuka berbarengan dengan sosok seorang gadis yang usianya sebaya dengan Giselle. Gadis itu bernama Kayla, sahabat baik Giselle.
Kayla adalah satu-satunya orang yang boleh dekat dan bersahabat dengan Giselle, karena dia adalah anak dari salah satu pelayan dikediaman utama keluarga Milano. Tuan Andreas mengijinkan Giselle berteman dengan Kayla supaya putrinya itu tidak merasa kesepian. Sepertinya dalam hal ini Tuan Andreas memiliki sisi baik sebagai seorang ayah untuk Giselle.
"Malam ini kamu nginep ya? Aku mau kabur lagi," ujar Giselle, dia ikut duduk di samping Kayla, ditepian ranjang.
"Cari masalah aja sih Gis, mau dicambuk lagi sama Papa kamu yang galak itu?" Kayla sudah terbiasa memanggil Giselle dengan sebutan nama, bukan nona. Semua itu karena Giselle yang memintanya supaya tidak ada rasa canggung diantara mereka.
Kayla mengeluarkan sepotong kertas yang dilipat-lipat dan memberikannya pada Giselle. Semalam Giselle menelfon dan menyuruhnya untuk menjadi detektif dadakan. Alhasil, Kayla terpaksa harus mengendap-endap seperti maling demi bisa mendengar obrolan Tuan Andreas bersama dengan istri dan anaknya diruang tengah pagi ini. Mereka sedang membicarakan tentang rencana perjodohan Selena dan Finn. Dari obrolan itulah Kayla mengetahui alamat restaurant yang akan didatangi oleh mereka nanti malam.
"Itu alamatnya udah aku catat. Makan malamnya malam ini jam tujuh malam. Emang kamu mau ngapain sih?" tanya Kayla penasaran.
Giselle memandangi tulisan yang tertulis di dalam kertas berwarna putih itu, dia tersenyum senang.
"Mau merebut calon suami kak Selena..."
...✨✨✨...