NovelToon NovelToon
Penjahat As A Sister

Penjahat As A Sister

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Reinkarnasi / Cerai / Mengubah Takdir / Transmigrasi ke Dalam Novel / Penyesalan Suami
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Blesssel

Pantas saja dia sudah merasa curiga pada sampul buku itu yang tidak biasa. Alih-alih sekedar buku cerita biasa, ternyata itu adalah buku kehidupan terbuka dari masa depan beberapa orang, termasuk Victoria Hain. Sebuah tokoh dengan nama yang sama dengannya.
Sebuah tokoh yang kini dihidupi oleh jiwanya.

“Astaga, jadi aku adalah kakaknya antagonis?”
Adalah informasi paling dasar dalam cerita ini.

Alih-alih sebagai pemeran utama, Victoria Feyar berakhir menjadi kakak dari antagonis perempuan bernama Victoria Hain, yang akan mati depresi karena sikap dingin suaminya.

“Baiklah, mari kita ceraikan Kakak protagonis pria sebelum terlambat.” Adalah rencana Victoria, demi melindungi dirinya dan adik pemilik tubuh dari dua Kakak beradik pencabut nyawa.

Untungnya ini berhasil, meski bertahun kemudian Victoria dibuat kesal, karena mereka tidak sengaja kembali terlibat dalam situasi utama pada konflik cerita itu dimulai.

“Kakak Ipar, mohon bantu kami....”
-
“Dalam mimpimu.” -- Victoria.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Blesssel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 24

Meski hari masih pagi tapi suasana hati Victoria sudah dibuat menurun lagi. Sudah terlambat melakukan sarapan, belum lagi dia harus menerima pesan Estella. Tapi begitu, saat ini Victoria memutuskan untuk segera menyelesaikan urusannya lebih dahulu dengan Adrian. Bagaimanapun ini harus segera dilakukan, karena kini situasi berjalan terlalu berbeda dengan buku.

Sementara di ujung ruang makan luas itu, Sean berdiri di sana dalam diam. Dia sendirian berdiri menunggu Victoria sarapan, yang membuatnya tampak seperti pelayan yang sangat penurut, dan ya … Sean benci ini.

Kemarin dia masih belum bertemu para pelayan yang lain, jadi tidak merasakan masalah. Namun setelah dia bertemu mereka tadi, khususnya para pelayan perempuan, kini Sean tidak memiliki pilihan selain menempeli Victoria. Karena jika dia tidak melakukan hal itu, maka dia yang akan ditempeli oleh para pelayan yang lain.

Sean menggeleng kepalanya cepat, kembali teringat keagresifan dan godaan-godaan dari para pelayan perempuan tadi.

“Ada apa denganmu?” tanya Victoria, yang melihat sikap aneh Sean.

“Tidak Madam, tidak ada.”

Mendengar ini Victoria memutar bola matanya kesal. Nampak sekali, masih ada banyak hal yang harus diajarkan pada Sean.

“Hahhh ….” Victoria membuang nafas panjang. “Tahu begini, harusnya aku membuatmu pergi pada Adrian terlebih dahulu,” ujar Victoria yang langsung ditanggapi Sean.

“Maaf Madam, maksud Madam?”

Selain bingung, Sean memutuskan untuk proaktif kepada Victoria, sedikit takut untuk meremehkan wanita itu.

Victoria yang melepas seduhan teh-nya, menarik sudut bibir sinis. “Bagus, kau menunjukkan perkembangan. Tapi lain kali saat aku bertanya, kau wajib menjawab sesuai yang sebenarnya.”

Sean mengangguk tanda mengerti. Semakin banyak dia berinteraksi dengan Victoria, semakin jauh pemikiran Nyonya kaya manja yang membutuhkan pengawal. Sean berharap ini adalah hal yang baik, karena dia tidak terlalu suka majikan yang lemah.

“Sekarang pergilah bersiap karena kita akan menemui Tuan Hares. Oh dan jangan lupa, ….”

Sean menatap Victoria serius.

“Jangan lupa bahwa Tuan Hares mengenalku sebagai wanita yang sudah bercerai.”

“Baik Madam.” Sean langsung mengangguk tanpa berpikir. Dia terlalu malu mengingat bahwa sang majikan berpura-pura tentang statusnya. Hal ini seolah membuatnya trauma, hingga berjanji dalam hati untuk berhati-hati dengan wanita. Khususnya yang berperangai seperti Victoria.

Sementara di kantor Hain Group, Elena mondar mandir menunggu kehadiran Bos besar yakni Conrad. Jika di lain waktu dia berpenampilan terbuka, kali ini dia dengan segenap hati berpenampilan paling sopan, dalam sejarahnya bekerja di sini.

Elena benar-benar berharap Conrad akan datang seperti sebelumnya. Jadi dia berkeliaran di lobby tanpa kejelasan, harap-harap cemas, takut kue buatannya akan segera kehilangan waktu terbaik.

Tapi sayang, melewati waktu sebelumnya, dia menyadari bahwa Conrad tidak akan datang. Saat dia hendak kembali ke atas, dia dikejutkan dengan panggilan seorang wanita dari belakang.

Elena berbalik memandang, mendapati seorang wanita neces dengan busana serba biru menatapnya dengan senyuman penuh sebelum melepas kacamata.

“Kau Sekretaris Raphael kan?”

Mengenali siapa itu, Elena dengan cepat membungkukkan badannya.

“Selamat datang Nyonya.”

Di tempat lain dalam perjalanan ke tempatnya Adrian, Victoria menyadari bahwa pria itu tidak tinggal di kota ini. Karena tempat yang sedang ditujunya, hanya sebuah kompleks villa mewah.

Sambil memandang keluar jendela, Victoria mempertimbangkan semua kemungkinan yang ada, sebab segala sesuatu seolah mendesaknya saat ini.

Pertama adalah bagus karena Adrian tidak tinggal di sini, itu artinya dia tidak akan berurusan banyak dengan pria penjahat itu. Karena dalam buku masa depan itu diceritakan Sean yang jatuh cinta kepada Viona saat misi di kota ini, Memaksa Adrian harus datang, untuk mendapatkan tangan kanannya kembali.

Terpikirkan Sean, Victoria akhirnya memandangi pria yang sedang menyetir itu dengan sinis. Sean yang merasakan pandangan tidak sedap itu, akhirnya bertanya.

“Apa ada sesuatu yang mengganggu anda Madam?”

“Cih.” Victoria berdecih. Dia memilih untuk memberikan sedikit kuliah saat ini.

“Soal kemarin, aku akan mengatakannya lagi jadi jangan membantah. Mulai pertengahan tahun ini kau akan pergi belajar ke universitas. Belajarlah dengan baik karena aku mungkin akan mengandalkanmu di masa depan. Tapi saat kau sudah jadi orang berpendidikan, berpikirlah dengan otakmu. Jangan menjadi idiot dan mengorbankan semuanya demi seorang wanita.”

Sean hanya bisa menelan ludah kasar, dipanggil idiot secara terbuka. Walaupun dia menyukai pendidikan dan sedikit senang karena Victoria memaksanya pergi belajar, tapi dia tidak menyukai orang-orang munafik hasil dari pendidikan. Jadi dia sangat percaya diri, tidak akan melakukan hal idiot, apalagi hanya untuk perempuan.

“Tidak mungkin Madam. Wanita adalah hal terakhir yang saya pikirkan dalam hidup.”

“HAHAAHAA~~~” Victoria tertawa sampai bertepuk tangan karena tidak tahan. Matanya bahkan berair mendengar kepercayaan diri Sean.

Padahal dalam buku masa depan itu dikatakan Sean bahkan rela mati untuk Viona. Tapi sama seperti alur yang berubah saat ini, dia juga berharap cerita untuk anak anjing yang menjadi tangan kanannya ini akan berubah di masa depan, atau kalau tidak …. “Ya berjanjilah jangan menjadi bodoh, atau aku akan menghilangkan keberadaanmu.”

CIIIITTTTTT ~~~~

Bunyi decit mobil yang panjang menunjukkan seberapa kasar rem diinjak.

BUGH. Victoria merasakan sakit luar biasa dari batang hidungnya, yang kini mulai terasa panas.

“Madam, madam anda baik-baik saja?”

Tanya Sean khawatir dengan Victoria yang belum mengangkat kepalanya yang tertunduk. Sejujurnya dia tahu keberadaan Victoria sedang tidak baik, mengingat betapa kerasnya benturan wajah Victoria pada kursi depan.

“Maaf Madam, ta-taadi ada seekor anjing yang tiba-tiba memotong,” alasan Sean, yang tidak sepenuhnya benar.

Memang benar bahwa ada anjing dan dia terkejut, tapi dia lebih terkejut lagi dengan ancaman yang Victoria berikan tadi.

Sementara Victoria, dia mengangkat kepalanya tegak dengan senyuman meski cairan merah segar mengalir dari hidungnya.

“MADAM, ANDA BERDARAH!?!” Kali ini Sean benar-benar panik dan hendak keluar untuk memeriksa Victoria lebih dekat. Tapi aksi ini dengan cepat dihentikan Victoria.

“Tidak perlu. Tetap disitu saja.” Meski darah sudah cukup banyak, Victoria masih dengan elegan mengeluarkan sapu tangan dan merawat hidungnya sendiri.

Ada perasaan tidak enak hati yang melintasi benak Sean. Ini adalah rasa berdosa, karena meski sekilas tadi dia sempat senang dengan Victoria yang menghantam kursi depan.

“Madam, bagaimana?”

Victoria menggeleng dengan senyuman, ketika hidungnya berhasil ditangani. Kali ini dia memilih memasang sabuk pengaman. “Sudah jalan saja. Wajar bagimu untuk mengerem seperti itu ketika anjing lewat. Bagaimanapun juga, … saudara sebangsa tidak boleh saling menyakiti, benar?”

BRENGSEK. Maki Sean di dalam hatinya. Dia menyesal menaruh setitik kekhawatiran untuk Victoria, yang telah mengatakannya idiot, lalu kini secara terang-terangan mengatainya sebangsa dengan anjing. Tapi Sean bisa apa? Dengan kaku dia hanya bisa membenarkan ucapan Victoria. “Benar Madam.”

Victoria menarik sudut bibirnya dengan kemenangan. Tapi dia tidak menampik, dia menahan kesal yang sangat besar kepada Sean, dan berniat akan membalas jika mendapat celah.

Setelah perjalanan yang lumayan, kini mereka akhirnya sampai ke Villa tempat Adrian. Melihat banyaknya orang yang berjaga saat ini, Victoria terkekeh kecil.

“Jadi Tuan Hares bukan orang yang pemalu rupanya.”

Sean juga memperhatikan dari dalam mobil dengan was-was. Hal ini dilihat Victoria dan dianggapnya sebagai ketakutan.

“Kenapa? Apa kau terintimidasi dengan mereka?”

Sean menaikkan sebelah alisnya dan menggeleng. “Mereka memang banyak, tapi itu bukan alasan untuk takut.”

Sejujurnya dia sedikit gugup, karena beberapa orang memiliki senjata lengkap. Tapi Sean terlalu gengsi untuk kehilangan wajah di depan Victoria.

Victoria pun terkekeh kecil, “Bagus. Latih dirimu disekitar orang-orang ini, karena masa depan kita akan memiliki banyak orang seperti ini.”

Alis Sean bertemu mendengar ini, saat Victoria hendak membuka pintu dia menahan dengan pertanyaan.

“Memang apa yang akan kita lakukan dimasa depan Madam?”

“Menjadi penjahat.” Victoria mengerlingkan sebelah matanya pada Sean sebelum benar-benar turun, dimana disambut langsung oleh Adrian.

Adrian sendiri melihat penampilan Victoria dari atas ke bawah dan merasa puas. Victoria tampil dengan baik bersama dress bunga-bunga merahnya, meski seperti biasa, setiap lekukan tubuhnya tercetak sempurna. Tidak ketinggalan pula lipstik oranye-nya yang mencolok, Adrian tahu Victoria benar-benar akan cocok dengan sang Bibi.

“Selamat datang.”

Victoria hanya bisa memaksakan senyumannya, saat Adrian bertindak dramatis dengan mengecup tangannya sebagai salam.

“Ya, ya, maaf sedikit terlambat. Bibimu pasti sudah menunggu.”

“Tidak mengapa, mari silahkan masuk.”

Victoria benar-benar terkekeh dengan tata krama Adrian, yang bahkan mempersilahkannya masuk seperti seorang pelayan. Seolah-olah pria itu tidak memiliki orang lain, yang bersedia menyambut tamunya.

Dalam perbincangan kecil diantara mereka, keduanya berbincang tentang apa saja yang harus dikatakan Victoria pada Bibi Adrian nanti.

Victoria dengan patuh mengangguk terhadap apapun yang dikatakan Adrian. Lagipula ini hanya pertolongan sekali saja. Karena setelah ini, Bibi Adrian akan kembali ke negara mereka, diikuti Adrian juga jika urusannya sudah selesai. Sementara untuk kelanjutan, itu adalah tanggung jawab Adrian seorang.

“Kau siap?”

“Mm,”

Victoria akhirnya melangkah masuk ke dalam Villa bergaya tropis itu. Dia bisa melihat seorang wanita berambut abu-abu mengkilap duduk menghadap Tv.

Wow. Adalah kesan pertama Victoria. Rambut seperti itu untuk seorang wanita paruh baya, jelas-jelas adalah bentuk perlawanan era tingkat tinggi.

“Bibi….”

Panggilan Adrian membuat wanita itu menoleh. Sementara Victoria langsung terkejut melihat Bibi Adrian. Dipikirnya itu akan menjadi wanita paruh bayah yang memiliki garis waktu di wajah, tapi ternyata tidak. Bibi Adrian benar-benar terlihat sangat menawan untuk wanita seusianya.

“Oo,oh, siapakah ini Adrian?”

“Bibi, bibi, to-tolong lepaskan ….”

Adrian segera mengambil tangan Bibinya, manakala wanita itu langsung menangkup wajah Victoria dalam pertemuan pertama.

“Victoria maaf, Bibiku sedikit bersemangat.”

Adrian menatap Bibinya dengan wajah permohonan. “Bibi, tolong jangan menakuti Victoria,” pintanya lirih.

Victoria pun berhasil menguasai diri, setelah sedikit syok. “Ah tidak apa-apa Adrian, itu bukan masalah. Senang bertemu denganmu Bibi, aku Victoria.” Victoria sedikit membungkuk memberikan tata krama, hanya untuk mendapatkan gelengan kepala dari wanita di depannya.

“Ckckck … jangan berpura-pura sopan, tubuhmu terlalu kaku untuk itu Nona.”

“Bibi?”

“Nah Victoria, namaku Ursula, dan jangan berani memanggilku Bibi.” Ursula melanjutkan bicaranya terus, mengabaikan Adrian.

“Bibi jangan seperti itu lah,” Adrian kembali memohon. Mengira-ngira apakah wanita itu menolak kedatangan Victoria.

“Kenapa? Bibi bukan Bibinya, tidak ada keharusan baginya untuk memanggilku Bibi. Lagipula seperti yang kukatakan tadi, wanita ini tidak terbiasa bersopan santun.”

“Ah maaf, kalau sekiranya kedatanganku—”

“Tidak usah menjelaskan, bahkan jiwamu pun asing.”

DEG.

Jantung Victoria seolah berhenti berdetak ketika Ursula mengatakan jiwanya asing. Seolah-olah wanita itu bisa melihat siapa dia sebenarnya.

“Bibi, apa yang kau bicarakan? Bukankah sudah kukatakan untuk berhenti mempercayai buku-buku kuno.”

“Bantah jika aku salah Victoria.”

Mendengar kepercayaan diri Ursula dan tatapan mata mengejek wanita itu, Victoria perlahan menarik sudut bibirnya dengan tidak jelas. Jika sesuatu tidak masuk akal seperti perpindahan jiwa bisa terjadi padanya, maka banyak hal mustahil lain yang bisa saja terjadi. Termasuk kemungkinan bahwa seseorang seperti Ursula benar-benar bisa melihat jiwa asingnya. Apalagi mengingat tingkah aneh Ursula.

“Itu benar Adrian, Bibimu benar.” Victoria menjawab yang semakin tidak dapat diterima Adrian.

“Tunggu, kalian ini bicara apa?”

“Nah, kau sudah dengar ’kan?”

Adrian menjatuhkan rahangnya, mendengar percakapan dua orang perempuan beda usia itu. Sekali lagi dia mencoba untuk membuat keduanya memperjelas percakapan mereka, tapi hanya berakhir ditinggalkan.

“Wah, kau lebih berani dari yang aku kira. Mari duduk dan ingat untuk memanggilku Ursula.”

Adrian yang ditinggalkan begitu saja, memaksa menenangkan diri sendiri. Dia tidak mengerti apapun yang terjadi, serta pola yang berubah dalam sekejap. Tapi begitu, dia senang melihat Ursula membuka pembicaraan aktif dengan Victoria. Untuk itu dia segera mendekat, bersiap untuk bergabung sebelum dihentikan Ursula.

“Apa yang kau lakukan?”

“A-aku, aku duduk tentu saja.”

“Pergilah, pindahkan meja makan menghadap area pantai.”

“Apa? Tapi kenapa?” bingung Adrian.

“Itu karena Victoria menyukai sinar matahari.” Jelas Ursula langsung, yang membuat Adrian menatap Victoria penuh tanda tanya. Dan ya, tidak adanya penolakan Victoria mendukung perkataan Ursula, seolah itu memang benar. Ini membuat Adrian bertanya-tanya, apakah keduanya saling mengenal?

Tapi sayang, meski dengan lantang bertanya, Adrian hanya bisa pergi di bawah perintah Ursula.

Sementara Victoria, dia mengambil teko diatas meja dan menumpahkan minumannya sendiri. Dia merasa gila, mengetahui bahwa orang asing bahkan tahu apa yang menjadi kesukaannya. Tidak tahu harus waspada atau senang sekarang, karena bagaimanapun dia masih rindu dikenali sebagai dirinya sendiri.

Setelah cukup tenang, Victoria akhirnya memberanikan diri melihat Ursula. Membuka mulutnya, setelah beberapa waktu mereka saling diam.

“Jadi, … siapa kau sebenarnya?”

Ursula menarik sudut bibirnya, sebelum senyuman itu berubah menjadi tawa.

“Siapa aku? Aku Ursula. Bibinya Adrian, yang memperkenalkan dirimu sebagai kekasihnya saat ini.”

Victoria merasa dipermainkan. Rambut abu-abu Ursula, kini terasa sama mengganggu dengan kepribadiannya. Tapi seolah bisa membaca pikirannya, Ursula berujar, “Rambut oranyemu tidak lebih baik dari rambutku, jadi berhenti merutukiku dalam hati.”

DEG

Lagi Victoria tertegun, menyadari bahwa benar, wanita di depannya ini bukan manusia biasa.

Victoria pun menarik nafas dalam-dalam, di tengah kekacauan benaknya.

“Baiklah, aku akan bertanya dengan sungguh-sungguh. Bagaimana kau bisa mengenalku? Apa kau juga sama denganku?”

“HAHAHA!!!” Ursula tertawa lagi, membuat kelopak mata Victoria berkedut menahan amarah. Tapi kemarahan Victoria bahkan belum seberapa, Ursula sudah menuangkan minyak padanya.

“Sama denganmu dalam hal apa? Obesitas atau status sebagai penjahat?”

BRAK.

Untung saja itu bukan pukulan meja yang kuat, sehingga tidak terlalu menarik banyak perhatian penjaga. Victoria sedikit tidak sabar saat ini, dan Ursula benar-benar mempermainkannya.

“Baiklah kalau kau tidak mau menjawab, tidak mengapa. Lagipula kita tidak saling mengenal.”

Ursula kembali tertawa mendengar ucapan Victoria yang bernada merajuk.

“Ckckck, … bagaimana kau bisa menjadi penjahat jika kau ternyata tidak secerdas itu?”

Victoria melipat kedua tangan di dada, menatap Ursula tanpa mengatakan apapun. Dia menolak menjadi permainan wanita itu. Setelah melihat aksi mogok Victoria, Ursula akhirnya melayangkan senyumannya sekali lagi. Tapi kali ini senyumannya tampak lebih normal.

“Baiklah. Entah apa yang bisa ku katakan tentang diriku, selain fakta bahwa aku hidup jauh lebih dulu darimu. Entah dimasa lalu, atau masa kini.”

Victoria refleks memajukan badannya ke arah Ursula. “Apa maksudmu? Katakan dengan jelas! Kau juga berpindah jiwa?”

Ursula tersenyum. “Tidak. Aku adalah apa yang disebut abadi.”

1
Widiaaaa
cuma 1 bab aja thor/Doubt/
Blesssel: satu untuk hari minggu kak 😅
total 1 replies
Blesssel
Walaupun nggak komen, jangan lupa di like, di vote di hadiah ayo apa kek terserah! biar penulis tahu ada yang nunggu update
D'nindya Idsyalona
lnjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!