NovelToon NovelToon
Mawar Kuning Berdarah

Mawar Kuning Berdarah

Status: tamat
Genre:Misteri / Tamat / Balas Dendam / Dokter Genius / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / TKP / Psikopat itu cintaku
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Faustina Maretta

Arka, detektif yang di pindah tugaskan di desa terpencil karena skandalnya, harus menyelesaikan teka-teki tentang pembunuhan berantai dan seikat mawar kuning yang di letakkan pelaku di dekat tubuh korbannya. Di bantu dengan Kirana, seorang dokter forensik yang mengungkap kematian korban. Akankah Arka dan Kirana menangkap pelaku pembunuhan berantai?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Faustina Maretta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pengakuan mengejutkan

Setelah beberapa minggu mencari-cari jawaban, Arka merasa semakin terjebak dalam kebingungannya. Kirana, seorang wanita yang selalu dia percayai, tiba-tiba menghilang begitu saja, meninggalkan jejak yang kosong dan penuh tanda tanya. Semua orang yang dia ajak bicara hanya bisa memberi jawaban samar, bahkan saudara-saudara Kirana sendiri tampak ragu-ragu untuk memberikan informasi yang lebih jelas.

Namun, pada suatu malam, ponsel Arka bergetar. Sebuah pesan singkat yang datang tanpa pemberitahuan lebih dulu.

Temui aku di tempat biasa, pukul 10 malam. - Kirana.

Tanpa berpikir panjang, Arka segera menyiapkan dirinya untuk pergi. "Ini dia, mungkin akhirnya aku bisa mendapatkan jawaban yang selama ini kucari," pikirnya, meskipun rasa takut dan gelisah mulai menyelimuti dadanya. Tempat biasa yang dimaksud adalah sebuah kafe kecil yang sering dikunjungi Kirana setelah jam kerja, tempat di mana mereka pernah berbincang tentang banyak hal.

Arka tahu, malam itu, segala sesuatunya akan terungkap.

---

Pukul sepuluh malam, Arka tiba di kafe yang dimaksud. Kafe ini terletak di sudut kota yang agak terpencil, jauh dari keramaian. Interiornya sederhana, dengan pencahayaan remang-remang yang memberi kesan misterius. Tempat ini bukanlah pilihan yang ramai, namun bagi Kirana, tempat ini selalu menawarkan ketenangan.

Ketika Arka masuk, suasana di dalam kafe sangat sepi. Hanya ada beberapa orang duduk di sudut yang gelap, mengobrol pelan atau sekadar menikmati minuman mereka. Arka berjalan ke meja yang biasa mereka duduki, di dekat jendela besar yang menghadap ke jalan. Di sana, dia melihat sosok wanita yang sudah sangat dia kenal. Kirana, dengan wajah yang biasa tenang, kini tampak sedikit berbeda—lebih tegang, dan matanya memancarkan kecemasan.

"Kirana," panggil Arka dengan suara pelan, sambil duduk di seberangnya. "Kamu akhirnya muncul juga. Aku sudah mencari-cari kamu ke mana-mana. Kenapa kamu pergi begitu saja? Apa yang sebenarnya terjadi?"

Kirana menatapnya dengan pandangan kosong, lalu perlahan menghela napas. "Aku tahu kamu akan datang, Arka. Kamu selalu penasaran, selalu ingin tahu. Tapi kali ini, kamu mungkin lebih baik tidak tahu," katanya, suaranya datar, namun ada ketegangan yang tak bisa disembunyikan.

Arka terkejut dengan respon Kirana yang dingin. "Kenapa kamu ngomong begitu? Aku hanya ingin tahu kenapa kamu menghilang. Apa yang sebenarnya terjadi? Kamu nggak bisa begitu saja menghilang tanpa alasan, Kirana."

Kirana menyandarkan punggungnya ke kursi, menatap Arka dengan tatapan yang sulit dijelaskan. "Karena aku adalah orang yang kamu tidak kenal, Arka. Aku bukan wanita yang kamu kira selama ini."

Arka menatapnya bingung. "Apa maksudmu? Aku kenal kamu, Kirana. Aku mengenalmu lebih dari siapapun."

Kirana menggeleng pelan, sebuah senyum kecil yang tidak sampai menyentuh mata muncul di wajahnya. "Kamu hanya mengenal satu sisi dari diriku, Arka. Ada bagian dari diriku yang sangat gelap, yang tidak pernah kamu ketahui. Aku bukan hanya seorang dokter. Aku adalah ... pelaku."

Pernyataan itu membuat Arka terdiam. Jantungnya berdegup keras, seolah ada yang tidak beres. "Pelaku? Pelaku apa, Kirana?" tanyanya, suaranya hampir berbisik, ketakutan mulai merayapi tubuhnya.

Kirana mengangguk pelan, kemudian berbicara dengan suara yang semakin keras. "Pelaku pembunuhan berantai."

Arka terpana, tubuhnya seakan membeku. "Apa?" bisiknya, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "Kirana, apa yang kamu katakan? Ini ... ini nggak mungkin."

Kirana tertawa pelan, tapi ada nada penuh kebencian dalam tawa itu. "Kamu tidak tahu apa-apa, Arka. Aku telah merencanakan semuanya dengan sangat hati-hati. Aku sudah membunuh mereka semua."

Arka merasa dunia seolah runtuh di hadapannya. "Tidak! Itu tidak mungkin. Kirana, kamu tidak mungkin melakukan hal seperti itu. Aku tahu kamu bukan orang seperti itu."

Kirana menatapnya tajam, seolah ingin memastikan bahwa Arka mendengarnya dengan jelas. "Mereka semua adalah korban dari kehidupanku yang terpendam. Kamu tahu kenapa selalu gagal memecahkan semua ini? Karena aku telah mengacaukan segalanya."

Arka merasakan tubuhnya lemas. "Tapi ... bagaimana dengan semua orang yang mengagumi kamu? Bagaimana dengan orang-orang yang percaya padamu, Kirana? Bagaimana dengan semua orang yang kamu bantu selama ini?"

Kirana memandangnya tanpa ekspresi, seolah tak merasa bersalah sedikit pun. "Mereka tidak tahu siapa aku sebenarnya. Semua itu hanya permainan untuk menutupi yang sebenarnya. Mereka tak pernah tahu aku yang sebenarnya."

Arka merasakan panas yang menyebar ke seluruh tubuhnya, namun di dalam hatinya ada kekosongan yang dalam. Selama ini, dia mengenal Kirana sebagai seorang profesional, seorang wanita yang tenang dan penuh kasih sayang terhadap sesama. Namun kini, semuanya berubah seketika. Kirana yang dia kenal bukanlah orang yang sama.

"Aku tidak percaya ini, Kirana. Tidak mungkin kamu seorang pembunuh," ujar Arka, suara gemetar, namun ada sesuatu yang mulai meresap dalam dirinya, sesuatu yang lebih gelap dari yang dia bayangkan.

Kirana tersenyum, tapi senyumnya kali ini tampak sangat menyeramkan. "Aku tahu, Arka. Kamu tidak akan percaya begitu saja. Tapi aku sudah menyiapkan semuanya. Aku sudah merencanakan setiap langkah, mulai dari pilihan korban hingga cara aku menghindari kecurigaan. Semua itu sudah sempurna. Kamu tahu, aku bisa sangat licik jika aku ingin."

Arka duduk terdiam, matanya menatap kosong ke arah Kirana yang sedang duduk dengan tenang di depannya. Dia merasa terjebak dalam mimpi buruk yang tak bisa ia hindari. Kirana, yang selalu dia percayai, yang pernah menjadi sahabat dan rekan sejawatnya, ternyata adalah seseorang yang jauh lebih berbahaya daripada yang pernah dia bayangkan.

"Kenapa kamu melakukan ini, Kirana?" tanya Arka, suaranya hampir putus asa. "Apa yang membuatmu sampai ke titik ini?"

Kirana menatapnya dengan tatapan kosong. "Kadang-kadang, hidup memaksa kita untuk memilih antara bertahan hidup atau menjadi bagian dari permainan. Mereka semua adalah bagian dari permainan hidupku, Arka. Dan sekarang, kamu adalah bagian terakhir dari permainan ini."

Arka merasakan ketegangan yang semakin menguasai tubuhnya. Sesuatu yang tidak bisa dia pahami, sesuatu yang lebih besar dari sekadar kebenaran atau kebohongan, kini terungkap di hadapannya. Kirana, dengan semua kecerdasannya, dengan kedalaman emosinya yang tersembunyi, adalah pelaku dari serangkaian pembunuhan yang telah menggemparkan kota ini.

"Kirana ... Apa yang harus aku lakukan?" tanya Arka, suaranya hampir hilang. "Kamu sudah terlanjur terjebak dalam jaringmu sendiri."

Kirana berdiri perlahan, menatap Arka dengan tatapan penuh kemenangan. "Apa yang harus kamu lakukan? Kamu harus memilih, Arka. Kamu bisa membantu aku, atau kamu bisa menghadapiku. Pilihan ada di tanganmu."

Arka merasakan tangannya gemetar. "Kirana, aku tidak bisa membantumu dalam ini. Kamu harus dihentikan."

Kirana tersenyum, senyum yang penuh dengan kebencian dan kesenangan. "Jika begitu, Arka ... Kamu sudah tahu apa yang akan terjadi."

Dalam sekejap, suasana di kafe itu berubah mencekam. Arka tahu, bahwa apa pun yang terjadi selanjutnya, tidak akan pernah sama lagi.

1
Puspa Indah
Mungkin akan lebih seru kalau Arkan karakternya dibuat lebih spesifik. Contohnya seperti Sherlock Holmes yang punya kelainan kepribadian yang membuat dirinya berpikir dengan cara berbeda dibanding orang lain. Hercule Poirot yang sangat fokus dan inderanya selalu dia aktifkan untuk menangkap petunjuk apapun. Atau kayak di film Kabut Berduri dimana karakter yang diperankan Putri Marino memiliki beban untuk membuktikan integritas dan profesionalitas bahwa ia memang detektif yang handal, meski tanpa bayang-bayang nama besar ayahnya. Sekedar saran ya Thor.. Sukses selalu...
Puspa Indah
Lingkungan jalan kecil di desa yang jarang di lalui, ada CCTV?
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!