NovelToon NovelToon
Titik Balik Kehidupanku

Titik Balik Kehidupanku

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Ibu Pengganti / Cinta Paksa / Beda Usia
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Aufklarung

Di sebuah kota yang tampak tenang, Alvin menjalani hidup dengan rutinitas yang seolah-olah sempurna. Seorang pria berusia awal empat puluhan, ia memiliki pekerjaan yang mapan, rumah yang nyaman. Bersama Sarah, istrinya yang telah menemaninya selama 15 tahun, mereka dikaruniai tiga anak: Namun, di balik dinding rumah mereka yang tampak kokoh, tersimpan rahasia yang menghancurkan. Alvin tahu bahwa Chessa bukan darah dagingnya. Sarah, yang pernah menjadi cinta sejatinya, telah berkhianat. Sebagai gantinya, Alvin pun mengubur kesetiaannya dan mulai mencari pelarian di tempat lain. Namun, hidup punya cara sendiri untuk membalikkan keadaan. Sebuah pertemuan tak terduga dengan Meyra, guru TK anak bungsunya, membawa getaran yang belum pernah Alvin rasakan sejak lama. Di balik senyumnya yang lembut, Meyra menyimpan cerita duka. Suaminya, Baim, adalah pria yang hanya memanfaatkan kebaikan hatinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aufklarung, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 24

Malam itu, di rumah Romi, lampu kamar anak-anak masih menyala redup. Cessa duduk di tepi ranjang, memeluk boneka kelinci kesayangannya. Matanya menerawang ke luar jendela, menatap bintang yang bertaburan di langit.

Cessa berbisik pelan, "Mommy, aku kangen..."

Di kamar lain, Romi dan istrinya sudah terlelap. Namun, suara langkah kaki kecil yang berjalan bolak-balik di lorong rumah membangunkan Liana, istri Romi. Ia bangkit, mengenakan selendang tipis, dan berjalan menuju kamar Cessa.

"Cessa, belum tidur sayang?" tanya Liana dengan suara lembut, meski matanya masih terasa berat.

Cessa menggeleng lemah. "Biasanya mommy cium kening Cessa dulu sebelum tidur. Cessa nggak bisa tidur kalau nggak ada mommy..."

Liana terdiam sejenak. Ia mengerti perasaan Cessa, tapi ada kekesalan yang tak bisa ia pendam sepenuhnya. Dengan berat hati, ia duduk di sisi ranjang dan membelai rambut Cessa.

"Tidurlah, Cessa. Tante Liana di sini menemani," ucapnya pelan. Namun, dalam hatinya, Liana merasa enggan.

Keesokan paginya, ketika Romi sedang bersiap untuk bekerja, suara tangisan kecil terdengar dari kamar Cessa.

"Om Romi... Cessa mau pulang... Cessa rindu mommy..." isak Cessa, matanya memerah.

Romi berlutut dan memeluk Cessa. "Nanti lima hari lagi kita pulang, ya. Sekarang, sementara di sini dulu."

Cessa menggeleng keras. "Mau pulang aja... Om, tolong..."

Liana yang melihat itu mencoba membujuk. "Nanti kita main ke mall ya, Cessa? Mau beli es krim kan?"

Cessa tetap menggeleng. Air matanya makin deras.

Liana menghela napas panjang. Ketika ia menyentuh dahi Cessa, rasa panas langsung menyebar ke telapak tangannya.

"Mas, demamnya tinggi. Kita bawa dia ke dokter sekarang."

Tanpa banyak bicara, Romi segera membawa Cessa ke mobil. Di perjalanan menuju rumah sakit, Cessa tertidur di pangkuan Liana. Tangannya yang kecil menggenggam erat jemari Liana. Meski ada rasa kasihan, Liana tak bisa menyingkirkan rasa sesak di dadanya.

Setelah diperiksa dan diberi obat, Romi mengantarkan Liana dan Cessa kembali ke rumah sebelum berangkat kerja.

"Cessa, istirahat ya. Tante Liana di sini," ucap Liana sambil menyelimuti tubuh kecil itu.

Setelah Romi pergi, Liana duduk di ruang tamu, menatap kosong ke arah jam dinding. Hatinya bergejolak. Rasa cemburu dan sakit hati bercampur dalam dirinya.

"Kenapa aku yang harus menanggung akibat kesalahan masa lalunya..." gumamnya pelan.

Namun, suara batuk kecil dari kamar Cessa menyadarkannya. Ia bangkit dan menuju kamar Cessa. Ketika membuka pintu, ia melihat Cessa menggigil di bawah selimut.

"Oh Tuhan..." Liana bergegas menelepon Romi. "Cessa menggigil, aku takut sesuatu terjadi. Pulang sekarang!"

Romi yang sedang di kantor langsung menghubungi Alvin, mantan suami Meyra, dan menceritakan kondisi Cessa.

"Meyra harus tahu. Cessa butuh ibunya sekarang," kata Romi.

Alvin langsung menghubungi Meyra.

"Apa? Cessa demam tinggi? Berikan alamat rumah Romi sekarang juga. Aku akan menjemputnya," jawab Meyra panik.

Setelah mendapatkan alamat, Meyra segera menuju rumah Romi. Sesampainya di sana, ia mengetuk pintu dengan keras.

Liana membuka pintu dan bertemu pandang dengan Meyra.

"Mana Cessa?" tanya Meyra tanpa basa-basi.

Liana mengantar Meyra ke kamar. Begitu melihat ibunya, Cessa langsung membuka mata.

"Mommy... gendong..." lirih Cessa.

Meyra langsung menggendong putrinya. "Cepat sembuh ya, sayang. Mommy di sini."

Melihat pemandangan itu, hati Liana mencelos. Ada rasa iri melihat bagaimana Cessa begitu nyaman di pelukan Meyra.

Ketika mereka bersiap untuk membawa Cessa ke rumah sakit, Liana berkata, "Aku ikut. Romi harus tahu aku peduli."

Di rumah sakit, Cessa terus berada dalam pelukan Meyra. Sesekali Liana memandang mereka dari kejauhan, merasa semakin kecil di hadapan kebahagiaan Cessa.

Setelah Cessa tertidur, Meyra membaringkannya di tempat tidur rumah sakit. Liana yang berdiri di sudut kamar bertanya lirih, "Mbak sayang sekali sama Cessa ya?"

Meyra duduk di samping ranjang rumah sakit, sesekali membelai rambut Cessa yang tertidur lelap dalam dekapannya. Istri Romi berdiri tak jauh, tangannya menyilang di depan dada, wajahnya tegang.

Meyra memecah kesunyian, suaranya lembut namun penuh ketegasan. "Cessa sangat berarti buat saya. Dia anak yang penuh kasih sayang."

Meyra tersenyum tipis. "Iya. Cessa adalah yang pertama menyambutku ketika aku masuk ke dalam rumah mereka. Dia begitu peduli padaku. Aku mengenalnya sejak TK."

"Oh ya...?" Liana terkejut.

Istri Romi melirik sekilas, kemudian menatap lantai. "Saya tahu itu, Mbak. Tapi... kadang rasanya berat."

Meyra menoleh, memperhatikan ekspresi wanita itu yang penuh keraguan. "Berat menerima kenyataan tentang masa lalu Romi?"

Istri Romi mendesah panjang, lalu berjalan mendekat dan duduk di kursi sebelah ranjang. "Iya. Romi baru mengaku sebulan yang lalu. Selama ini, saya tidak tahu apa-apa. Saya pikir... saya adalah satu-satunya wanita dalam hidupnya."

Meyra mengangguk pelan. "Saya mengerti bagaimana perasaan Mbak. Ketika Romi membawa Cessa ke rumah kalian, saya juga merasa hancur. Rasanya seperti saya kehilangan separuh jiwa saya."

Meyra menatap Liana dalam. "Aku tahu ini pasti berat untukmu. Aku juga pernah di posisi itu. Tapi Cessa tidak tahu apa-apa. Dia hanya anak yang tidak meminta dilahirkan dari hubungan seperti ini."

Liana terdiam, air mata menggenang di pelupuk matanya. "Aku merasa terkhianati. Romi baru bilang sebulan lalu... Kenapa dia tidak jujur sebelum kami menikah?"

Meyra mendekati Liana dan menggenggam tangannya. "Berbicara pada Romi, jangan pendam sendiri. Jika memang belum siap, biar aku bawa Cessa pulang setelah ini."

Istri Romi mulai terisak, berusaha menahan air mata yang terus mengalir. "Saya ingin mencoba, Mbak. Tapi setiap kali melihat Cessa, hati saya terasa sakit. Rasanya seperti diingatkan pada kesalahan Romi. Dan... saya takut... kalau saya tidak pernah bisa hamil, apakah ini adalah cara Tuhan menghukum saya atas dosa Romi?"

Meyra menggenggam erat tangan wanita itu. "Mbak, jangan pernah berpikir seperti itu. Tidak ada yang tahu rencana Tuhan. Tapi saya percaya setiap anak yang hadir dalam hidup kita adalah anugerah, bukan hukuman. Cessa bisa jadi adalah jawaban yang Tuhan berikan, bukan sebagai pengingat kesalahan, tapi sebagai berkah yang bisa menyatukan kalian."

Liana mengangguk pelan. "Terima kasih, Meyra."

Saat itu, Romi dan Alvin tiba di rumah sakit. Alvin langsung memelototi Romi.

"Baru sehari Cessa di tempatmu, dia langsung sakit. Kau tidak becus jadi ayah," hardik Alvin.

Romi tertunduk. "Maaf... aku hanya ingin mengenalnya lebih dekat."

Meyra memeluk Alvin. "Pa, jangan marah. Yang penting sekarang Cessa sudah lebih baik."

Alvin menghela napas panjang. "Aku hanya tidak ingin Cessa menderita."

Mereka semua berdiri di sekitar tempat tidur Cessa, menatap gadis kecil yang tertidur tenang. Untuk pertama kalinya, meski dengan hati yang berat, Liana merasa perlahan mulai memahami, meski sulit, cinta seorang ibu memang tak tergantikan.

1
Anastasia Silvana
Baik,bisa diikuti alurnya.
Anastasia Silvana
Akhirnya satu persatu menemukan jalannya
Happy Kids
rasain tuh kesepian. salah sendiri diajak jd pasanhan normal saling berbagi gamau. rasain aja tuh. ga perlu sedih sedih
XimeMellado
cerita ini sudah bikin saya merinding dan ingin tahu terus plotnya. Bravo thor!
paulina
Keren banget gambaran tentang Indonesia dalam cerita ini, semoga terus mempromosikan budaya! 🇮🇩
Reana: terima kasih atas dukungannya🙏🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!