Kecelakaan yang menimpa Nasya bersama dengan calon suaminya yang menghancurkan sekejap kebahagiaanya.
Kehilangan pria yang akan menikah dengan dirinya setelah 90% pernikahan telah disiapkan. Bukan hanya kehilangan pria yang dia cintai. Nasya juga kehilangan suaranya dan tidak bisa berjalan.
Dokter mengatakan memang hanya lumpuh sementara, tetapi kejadian naas itu mampu merenggut semua kebahagiaannya.
Merasa benci dengan pria yang telah membuat dia dan kekasihnya kecelakaan. Nathan sebagai tersangka karena bertabrakan dengan Nasya dan Radit.
Nathan harus bertanggung jawab dengan menikahi Nasya.
Nasya menyetujui pernikahan itu karena ingin membalas Nathan. Hidup Nasya yang sudah sepenuhnya hancur dan juga tidak menginginkan Nathan bisa bahagia begitu saja yang harus benar-benar mengabdikan dirinya untuk Nasya.
Bagaimana Nathan dan Nasya menjalani pernikahan mereka tanpa cinta?
Lalu apakah setelah Nasya sembuh dari kelumpuhan. Masih akan melanjutkan pernikahan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18 Marah
Baru beberapa saat melakukan perjalanan dan tiba-tiba saja mobil Nathan berhenti di depan Restaurant yang membuat Nasya bingung dengan melihat di sekelilingnya dan pada akhirnya juga melihat ke arah Nathan.
"Kenapa berhenti di sini?" tanyanya dalam hati.
"Kita makan siang sebentar, ini sudah waktunya jam makan," ucap Nathan yang pasti tahu jika istrinya itu sedang bertanya.
Nathan yang tidak meminta persetujuan Nasya mau apa tidak dan Nathan langsung keluar dari mobil dan Nasya melihat dari kaca spion yang mana Nathan membuka bagasi mobil untuk mengambil kursi rodanya. Nasya menghela nafas yang membuka sabuk pengamannya dan saat itu juga Nathan yang sudah membuka pintu mobil dan langsung membantu Nasya untuk menduduki kursi roda.
Nathan juga langsung mendorong kursi roda tersebut. Mereka memasuki Restaurant yang sepertinya sudah menjadi rekomendasi jika berada di sana. Tempat itu lumayan ramai dengan banyak bangku yang sudah terisi. Untung saja Nathan dan Nasya masih mendapatkan tempat duduk yang di dekat jendela kaca yang bisa melihat pemandangan di luar.
Nasya juga lagi-lagi dipindahkan Nathan dari kursi roda yang menduduki sofa Restaurant tersebut yang mungkin lebih nyaman bagi Nasya untuk makan karena sesuai dengan posisi meja. Mereka berada di Luar Negeri dan tidak mungkin juga menyesuaikan meja dengan kursi roda Nasya.
"Kamu lihatlah menu makanan dan pesan makanan yang kamu mau!" ucap Nathan yang duduk di depan Nasya dan memberikan menu kepada Nasya.
Nasya benar-benar terlihat sangat patuh dan tidak banyak protes sama sekali. Dia melihat menu makanan tersebut dan setelah itu memberitahukan kepada Nathan apa yang dia mau.
"Ini saja?" tanya Nathan yang membuat Nasya mengangguk dan Nathan memanggil pelayan yang langsung menyebutkan pesanan mereka.
Setelah pelayan mencatat semua yang dipesan Nathan dan Nasya, pelayan itu kemudian pergi.
"Makanan di sini enak-enak. Aku berharap cocok dengan lidah kamu," ucap Nathan.
"Sok tahu! apa dia sering datang ke tempat ini dan makanya bisa mengatakan hal seperti itu," batin Nasya.
"Aku sudah sering makan di tempat ini. Jika berada di Swiss maka Restaurant yang menjadi favoritku adalah ini. Jika makanannya tidak enak maka tidak mungkin aku terus mengulang untuk makan di sini," ucap Nathan seolah tahu apa yang dipikirkan Nasya.
"Tidak bertanya sama sekali," batin Nasya.
Tidak lama yang akhirnya pesanan mereka datang. Terlihat Nathan yang memesan ayam dengan dua macam saus yang diletakkan di dalam piring dan sementara Nasya tampak memesan yang berkuah yang berada di dalam mangkok.
Minuman mereka berdua juga sudah dihidangkan dengan minuman yang berbeda. Selera Nasya dan Nathan yang tampak sangat berbeda.
Melihat pesanan Nasya membuat Nathan tiba-tiba mengambil mangkok tersebut yang membuat Nasya heran dengan dahi mengkerut.
Ternyata Nathan mengambil daun bawang yang berada di dalam soup tersebut, menyisihkan ke tempat lain. Lagi-lagi Nasya mendapatkan perhatian yang sangat luar biasa. Nathan yang belum dalam hitungan bulan menjadi suaminya sudah mulai mengetahui apa yang Nasya suka dan apa yang tidak disukai Nasya.
Nasya memang sangat pemilih dalam makanan dan banyak sekali makanan yang tidak dia sukai dan termasuk daun bawang yang sangat tidak dia suka dan pasti akan repot sekali makan karena harus menyisihkan terlebih dahulu.
Setelah merasa sudah tidak ada lagi daun bawang yang menghambat makan itu membuat Nathan mengembalikan mangkok sup tersebut ke depan Nasya. Nasya yang tidak mengatakan apa-apa dan hanya menelan salivanya.
Dia selalu saja gugup saat mendapatkan perlakuan seperti itu. Mungkin Nasya sudah melupakan niat awalnya menerima pernikahan itu yang ingin membuat Nathan terjebak di dalam pernikahan itu dan ternyata tanpa dia sadari justru dia yang sekarang tidak bisa melakukan apapun.
"Makanlah!" ucap Nathan yang membuat Nasya menganggukkan kepala. Nasya yang baru saja ingin memasukkan ke dalam mulutnya tiba-tiba dicegah Nathan.
"Pastikan dulu apa sudah dingin atau tidak, nanti lidah kamu bisa terluka," ucap Nathan. Nasya kembali mengangguk dengan tertunduk yang melanjutkan memakan makanan itu.
Entah kenapa Nasya sekarang lebih banyak diamnya dan bukan karena dia tidak bisa berbicara, wanita manapun tidak akan berani berteriak-teriak atau banyak protes jika sudah mendapatkan perlakuan yang sangat lembut dan Nathan telah menunjukkan sisi tanggung jawabnya sebagai laki-laki dan mampu menghadapi keras kepala Nasya dengan sikapnya yang soft.
Mereka berdua menikmati makanan tersebut, seperti pasangan yang kencan saja, memang tidak ada obrolan di antara mereka, tetapi terlihat sedikit romantis.
Apalagi sebentar-sebentar Nathan selalu membantu Nasya, bukan hanya memisahkan daun bawang dari soup, tetapi terkadang Nasya mengambil minum kesulitan dan Natha membantunya, Nathan seolah mengawasi Nasya makan yang tidak membiarkan Nasya kesulitan.
Dia sudah melebihi baby sister yang mengurus Nasya begitu teliti, padahal yang cacat adalah kaki dan suara Nasya dan tangan masih bisa digunakan. Tetapi Nathan yang benar-benar sangat meratukan dirinya.
Nasya bahkan sering-sering menghela nafas yang gugup dengan semua yang di lakukan Nathan kepadanya.
Drattt-drattt-dratt-drattt.
Di tengah makan itu tiba-tiba ponsel Nathan yang berada di atas meja terlihat berdering, entah kenapa mata Nasya melihat ke layar ponsel tersebut yang sangat jelas dia lihat panggilan dari Fiony.
Nathan juga melihat panggilan tersebut dan melihat ke arah Nasya. Nathan menelan salivanya dan membalikkan ponselnya dan melanjutkan makannya. Tetapi ponsel itu terus saja berdering. Nathan yang tidak punya pilihan lain berdiri dari tempat duduknya yang mengambil ponselnya dan mengangkat panggilan tersebut menjauh dari Nasya.
Nasya memperhatikan Nathan yang mana Nathan sedang mengangkat telepon tersebut di dekat pintu keluar, Nasya mengingat wanita yang bernama Fiony yang ternyata adalah kekasih Nathan. Selama pernikahan wanita itu tidak pernah muncul. Bahkan Nasya hanya mengingat pertama kali melihatnya saat berada di bimbingan pernikahan.
"Jadi tidak ada yang berubah sama sekali, dia menikah denganku dan masih tetap menjalin hubungan dengan kekasihnya. Jadi memang benar. Tidak ada perbedaan dan tidak ada masalah dia menikah denganku yang tidak mengubah hidupnya sama sekali," batin Nasya yang tiba-tiba saja menjadi kesal.
Nasya tiba-tiba saja sudah tidak mood untuk makan, dia seketika menghentikan makannya dan Nathan juga kembali setelah mengangkat telepon tersebut. Nathan melihat ekspresi Nasya terlihat sangat datar.
Nathan tidak mengatakan apapun yang melanjutkan makannya, dia bahkan tidak melihat lagi karena Nasya yang benar-benar sudah berhenti makan dan hanya menunggu Nathan selesai makan. Nathan juga tidak bertanya lagi kepada Nasya kenapa tidak melanjutkan makan itu m
Setelah Nathan selesai makan yang tidak tahu makanan itu masuk ke dalam perutnya atau dia makan sambil berpikir. Nathan memanggil pelayan yang melakukan pembayaran.
"Kita kembali!" ucap Nathan setelah pelayan itu pergi dan Nathan yang berdiri dari tempat duduknya yang ingin memindahkan Nasya kembali ke kursi roda dan tiba-tiba saja Nasya menolak.
"Ada apa?" tanya Nathan.
Nasya mengetik di ponselnya.
"Aku tetap ingin di sini dan tidak ingin pulang. Aku belum mau pulang," tulis Nasya dengan ekspresi wajahnya yang sangat dingin.
Huhhhhh, Nathan membuang nafasnya begitu panjang ke depan.
Bersambung.....