Callista merupakan salah satu murid yang menjadi korban pem-bully-an. Ternyata dalang dari semua itu adalah Zanetha, adik kesayangannya sendiri. Sampai suatu hari Callista meninggal dibunuh oleh Zanetha. Keajaiban pun terjadi, dia hidup kembali ke satu tahun yang lalu.
Di kehidupan keduanya ini, Callista berubah menjadi orang yang kuat. Dia berjanji akan membalas semua kejahatan Zanetha dan antek-anteknya yang suka melakukan pem-bully-an kepada murid yang lemah.
Selain itu Callista juga akan mencari orang tua kandungnya karena keluarga Owen yang selama ini menjadi keluarganya ternyata bukan keluarga dia yang asli. Siapakah sebenarnya Callista? Kenapa Callista bisa menjadi anak keluarga Owen?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24. Barang Callista Sewaktu Kecil
Bab 24. Barang Callista Sewaktu Kecil
Callista dan Charlie memandangi pintu gerbang besi yang sudah berkarat. Mereka melihat halaman rumah yang kotor oleh dedaunan kering dan penuh dengan rumput ilalang. Dengan ragu gadis itu menekan bel yang terdapat di dekat pagar. Tidak lama kemudian muncul seorang perempuan paruh baya membuka pintu, berjalan dengan kaki terpincang-pincang.
"Siapa kalian?" tanya orang itu.
"Kami sedang mencari rumah Maria Thembu. Apakah benar ini rumahnya?" tanya Charlie.
"Ada perlu apa kalian dengannya?" tanya orang itu dengan tidak ramah.
"Kenalkan aku Charlie Kinsey. Kami ke sini ingin bertemu dengan Maria," jawab Charlie.
Mendengar nama Kinsey, raut muka wanita itu langsung berubah menjadi ramah. Semua penduduk di negeri ini tahu siapa keluarga Kinsey.
"Aku Hilda, putri dari Maria," ucap wanita tadi, lalu membukakan pintu gerbang.
Mereka bertiga masuk ke dalam rumah yang sangat minim pencahayaan dan terkesan suram. Callista memperhatikan apa yang ada di rumah itu. Perabot yang ada di rumah ini terlihat kuno di mata gadis itu karena barang-barang era zaman Victorian.
Hilda mengajak mereka memasuki sebuah kamar tidur. Di sana terbaring seorang wanita tua di atas tempat tidur yang sudah sangat usang.
"Ibuku sudah lama sakit. Dia akan menghabiskan waktu dengan berbaring di atas tempat tidur," ucap Hilda.
"Dia sakit apa?" tanya Callista begitu berdiri di sampingnya.
"Dia kena penyakit paru-paru," jawab wanita itu dan membuat Callista dan Charlie langsung menjauhinya.
Penyakit TBC sangat berbahaya di era zaman ini. Tentu saja kedua remaja itu ketakutan tertular. Mereka memilih untuk keluar kamar itu.
"Ada perlu apa kepada ibuku?" tanya Hilda.
Callista dan Charlie saling melirik, lalu mengangguk. Keduanya memutuskan untuk jujur kepada Hilda.
"Kami ingin bertanya, apa Anda tahu kalau Maria, eh, maksud aku ibu Anda pernah mengurus seorang anak kecil perempuan yang dititipkan oleh Tuan Michael Owen sekitar 15 atau 16 tahun yang lalu?" tanya Callista.
Mimik muka Hilda memperlihatkan dirinya terkejut mendengar perkataan Callista. Ada garis ketakutan dari ekspresi wajahnya. Bola mata wanita itu bergulir kesana-kemari seakan bingung harus menjawab apa.
"Katakan dengan jujur atau keluarga aku akan mengambil tindakan," kata Charlie.
Tentu saja Hilda menjadi lebih ketakutan. Kalau dia di penjara maka tidak akan ada yang mengurus ibunya.
"Ya, dia menyuruh ibuku untuk mengurus anak kecil bernama Callista di rumah sakit. Kemudian ibu membawa ke sini selama beberapa minggu. Setelah itu Tuan Michael datang membawa putrinya itu. Lalu, bayarannya ibu dapat bekerja di kantor cabang pertambangan milik keluarga Owen," jelas Hilda.
Terdengar suara lonceng dan Hilda pun beranjak pergi menuju kamar ibunya. Cukup lama wanita itu di dalam kamar. Kemudian dia datang sambil membawa sebuah kotak peti kayu.
"Aku sudah mengatakan kedatangan kalian. Ternyata ibuku masih mengingat anak kecil itu. Dia juga menyuruh aku memberikan ini kepada kalian," kata Hilda sambil menyerahkan kotak itu kepada Callista di atas meja.
Dengan perlahan Callista membuka kotak kayu itu. Di dalamnya ada baju anak perempuan, pita rambut. Lalu, di kotak kecil ada kalung bertuliskan nama Callista.
"Sepertinya aku punya foto anak kecil itu," ucap Hilda, lalu berjalan menuju lemari kayu yang ada di pojok ruangan.
Hilda kembali sambil membawa sebuah album foto. Dia membuka lembar perlembar album itu. Lalu memperlihatkan foto Callista yang masih kecil.
Tentu saja Callista tahu itu foto dirinya karena banyak juga di kediaman Owen. Namun, dia membawa selembar foto yang ada Maria terpotret bersama dengannya.
"Ternyata kamu berbeda dengan sewaktu masih kecil, ya!" ucap Charlie menggoda Callista.
"Ya, karena aku sudah terlalu lama tinggal dengan mereka, jadi mirip mereka," balas Callista dengan kesal dan Charlie malah tertawa.
Mereka pun berpamitan kepada Hilda dan mengucapkan terima kasih karena sudah membantu mereka. Charlie menyuruh Callista untuk pergi duluan.
"Nyonya Hilda ini ada sedikit uang bisa Anda gunakan untuk berobat atau kebutuhan kalian," kata Charlie sambil menyerahkan satu kantong kecil berisi 100 koin emas.
"Lalu, aku minta satu foto ini," ucap Charlie sambil mengambil satu foto di album itu.
Callista dan Charlie merasa senang karena perjalan jauh mereka tidak sia-sia. Mereka mendapatkan informasi dan barang bukti yang penting.
***
Callista menyimpan baik-baik kotak harta karunnya. Karena itu petunjuk penting dalam mencari orang tua kandungnya.
"Nona Callista, sudah waktunya makan malam," kata Casandra di depan pintu kamarnya.
Malam itu keluarga Owen makan malam bersama setelah beberapa hari Callista makan sendiri karena mereka sibuk mengurus Zanetha di rumah sakit. Putri pasangan Michael dan Hannah baru pulang dari rumah sakit tadi siang.
"Aku sudah kenyang, terima kasih untuk makan malamnya," ucap Callista, lalu mencium pipi Michael dan Hannah bergantian seperti biasa.
Callista tidak tahu kalau Zanetha mengikutinya. Dia berjalan sambil bernyanyi riang karena perasaannya sedang bahagia. Tentu saja ini membuat sang adik semakin marah kepadanya. Dia mengira kakaknya bahagia karena dirinya mendapatkan hukuman dari sekolah.
"Berhenti!" teriak Zanetha dan Callista pun berhenti tepat di puncak anak tangga.
"Ada apa?" tanya Callista.
"Kamu 'kan yang sudah menyebarkan berita tentang aku kemarin?" Zanetha menatap nyalang kepada Callista.
Tidak ada lagi topeng terpasang di wajah Zanetha. Biasanya dia akan memasang wajah manis, ramah, dan memelas di hadapan semua orang termasuk di depan Callista.
"Apa maksud kamu? Aku bukan orang yang suka menyebar fitnah," balas Callista dengan senyum mengejek.
"Akui saja kalau kamu yang sudah menyebarkan foto-foto itu," ucap Zanetha sambil menunjuk muka Callista.
"Asal kamu tahu, aku tidak pernah mendatangi klub malam. Bagaimana bisa aku mengambil foto kamu dan teman-temanmu di dalam sana," tutur Callista.
Zanetha pun terdiam dan terlihat berpikir. Dia pun menjadi bertanya-tanya lagi siapa orang yang sudah diam-diam memotret dirinya di klub malam.
"Terima saja hukuman itu. Mungkin ini akan memberikan efek jera dan menjadikan kamu manusia yang baik dan berguna," ujar gadis bersurai panjang itu.
Callista pun membalikan badan hendak pergi meninggalkan Zanetha. Dia akan mencari informasi tentang kedua orang tuanya. Namun, tangan dia ditarik kuat oleh sang adik sehingga dia kehilangan keseimbangan.
"Kyaaaaa!"
"Nona!"
Callista berteriak karena merasakan tubuhnya jatuh melayang. Para pelayan yang melihat itu pun berteriak histeris.
Mata Callista terpejam bersiap merasakan sakit tubuhnya jatuh menghantam lantai bawah. Namun, yang dia rasakan tubuhnya tertahan.
Michael Owen berhasil menangkap tubuh Callista. Laki-laki itu kebetulan akan menaiki anak tangga.
"Zanetha, apa yang kamu lakukan?" teriak Michael murka.
Kejadian barusan di saksikan banyak pasang mata. Tentu saja semua menuduh Zanetha ingin mencelakai Callista.
***
jngan lengah ya callista... karena boom wktu menunggumu... apalgi dngan perbhan si zanet nntinya yg hbis oprasi...
semoga saja...