Ratri Swasti Windrawan, arsitek muda yang tidak ingin terbebani oleh peliknya masalah percintaan. Dia memilih menjalin hubungan tanpa status, dengan para pria yang pernah dekat dengannya.
Namun, ketika kebiasaan itu membawa Ratri pada seorang Sastra Arshaka, semua jadi terasa memusingkan. Pasalnya, Sastra adalah tunangan Eliana, rekan kerja sekaligus sahabat dekat Ratri.
"Hubungan kita bagaikan secangkir kopi. Aku merasakan banyak rasa dalam setiap tegukan. Satu hal yang paling dominan adalah pahit, tetapi aku justru sangat menikmatinya."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Komalasari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24. Batman
“Siapa wanita itu?” tanya Ratri setengah bergumam. Dia menatap lekat, memperhatikan interaksi antara Sastra dengan Nayeli.
Ada rasa tak suka dalam hati Ratri, melihat Nayeli menyentuh punggung tangan Sastra. Dia juga kesal karena Sastra membiarkannya.
“Aku harus ke sana.” Eliana sudah maju, hendak menghampiri Sastra yang berada di meja paling sudut.
“Tidak, El. Jangan,” cegah Ratri, menahan gerak sahabatnya.
“Kenapa? Aku tidak tahan melihat wanita itu menyentuh tangan Sastra dengan …. Ya, Tuhan. Lihatlah. Wanita itu seperti bernafsu ____”
“Sstt.” Ratri menyuruh Eliana diam. “Sebaiknya, kita awasi apa yang akan mereka lakukan,. Bila makin menjadi atau terlihat mencurigakan, barulah kita ambil tindakan tegas. Aku juga tidak suka melihat wanita itu.” Dia menggerutu pelan.
Eliana sempat heran dengan sikap Ratri. Namun, perhatiannya kembali terfokus pada Sastra, yang berlalu meninggalkan Nayeli.
“Apa menurutmu Sastra akan kembali?” tanya Eliana penasaran.
Ratri tidak segera menjawab. Dia tahu Sastra pasti akan ke lantai atas untuk menemuinya. “Um, entahlah,” jawab Ratri ragu.
Apa yang dipikirkan Ratri benar adanya. Tak berselang lama, nomor telepon Sastra muncul di layar ponsel sebagai pemanggil. Untungnya, Ratri menyimpan kontak itu dengan nama 'Batman'.
Ratri membiarkan panggilan itu. Dia tak mungkin menjawabnya di depan Eliana. Apalagi, Ratri tengah berusaha meredam rasa kesal, setelah menyaksikan pemandangan tadi.
Tak biasanya, Ratri seperti itu. Dia tidak pernah cemburu, melihat pria yang dekat dengannya bersinggungan dengan wanita lain. Kenapa terhadap Sastra bisa berbeda?
“Lihat. Wanita itu perg.” Eliana menunjuk dengan ekor mata ke arah Nayeli, yang beranjak dari meja.
Eliana dan Ratri memperhatikan wanita itu, hingga keluar dari cafe.
“Haruskah kita mengikutinya?” tanya Eliana meminta pendapat.
“Untuk apa? Kurasa, kita hanya akan membuang waktu. Lagi pula, kita belum tahu siapa wanita itu dan ada hubungan apa dengan Sastra,” Jawab Ratri malas.
Eliana mengembuskan napas pelan bernada keluhan. “Aku sudah menduga ini sejak awal. Meskipun orang-orang meyakinkanku bahwa Sastra tidak berbuat macam-macam, tetapi aku bisa merasakannya, Rat.”
Eliana menggenggam erat tangan Ratri. “Mungkin itulah kenapa Sastra menolak melangsungkan pertunangan. Dia pasti tidak ingin terikat denganku.” Wanita muda dengan midi dress biru navy tersebut tampak sangat resah.
“Kamu sudah menanyakan alasan sebenarnya, kenapa Sastra sampai menolak?”
Eliana menggeleng lesu. “Aku takut, Rat. Aku tidak mau pembahasan itu jadi pemicu pertengkaran di antara kami,” kilahnya. “Lagi pula, Sastra bisa memberikan penjelasan secara detail tanpa harus kupinta.”
Ratri terdiam sejenak. Dia teringat akan ucapan Sastra, yang mengatakan bahwa Eliana telah berselingkuh. “Kamu yakin tidak ada masalah di antara kalian?” tanya Ratri agak ragu.
“Masalah?” ulang Eliana tak mengerti. “Masalah apa? Kamu tahu sendiri, selama ini hubungan kami baik-baik saja.”
“Aku hanya takut ada kesalahpahaman atau semacamnya, yang membutuhkan penjelasan secara detail.”
Ratri terdiam beberapa saat. Dia harus merangkai kata yang tepat, agar Eliana tidak curiga. “Maksudku, kalian menjalani hubungan jarak jauh. Kita tahu seberapa besar risiko dalam menjalani hubungan seperti itu. Pertengkaran karena kesalahpahaman, atau kesepian yang membuat salah satu mencari pelarian.”
Eliana terdiam, dengan tatapan tertuju lurus kepada Ratri. Dia juga terlihat sedikit tegang. “Apakah menurutmu Sastra berselingkuh, selama berada di Skotlandia?”
“Aku tidak berkata begitu. Pertanyaannya adalah, apakah Sastra yakin kamu menjaga kesetiaan selama ini?”
Wajah Eliana tiba-tiba memucat. Bahasa tubuhnya pun berubah. Eliana terlihat serba salah. “Ba-bagaimana kamu … bagaimana kamu bisa berpikir seperti itu?” tanyanya gugup. Terlihat jelas bahwa Eliana bukan orang yang pandai menguasai diri.
“Aku hanya asal bicara,” jawab Ratri, kemudian meneguk minuman yang sejak tadi belum sempat disentuh.
Eliana menggeleng cukup kencang. Keresahan terpancar jelas dari sorot matanya. “Bagaimana jika Sastra memang berpikir seperti itu tentang aku?”
“Mungkin, kalian bisa memulai dengan obrolan ringan. Kamu dapat menjelaskan segala hal secara santai agar tidak terkesan kaku. Itu pasti jauh lebih menyenangkan,” saran Ratri, diiringi gelengan tak mengerti. “Tidak,” ucap wanita itu kemudian.
“Apanya yang tidak?”
“Kamu tidak perlu mengikuti saranku. Apa yang bisa diambil dari seseorang, yang bahkan tidak pernah menjalani hubungan serius dalam percintaan. Lupakan perkataanku tadi.” Ratri kembali meneguk minumannya, demi menghalau rasa tak menentu dalam dada.
Sesaat kemudian, nama Batman muncul lagi sebagai pemanggil. Sayangnya, kembali diabaikan oleh Ratri. Namun, kali ini dirinya membalas dengan pesan singkat.
[Aku di bawah.]
Selang beberapa saat, Sastra muncul dari pintu belakang cafe. Dia terpaku sejenak, melihat Ratri tengah bersama Eliana. Untung saja, sang kekasih duduk dengan posisi membelakangi sehingga tidak mengetahui kehadirannya di sana.
Ratri menatap Sastra, yang memandangnya dengan sorot penuh isyarat. Namun, dia segera mengalihkan perhatian, dan kembali fokus pada Eliana.
“Jadi, apa yang harus kukatakan kepada Sastra?” tanya Eliana lagi.
“Kamu pasti lebih mengenalnya. Jadi, lebih tahu apa yang harus dikatakan.” Ratri jadi salah tingkah karena Sastra terus memperhatikannya.
Tanpa diduga, Sastra berjalan menghampiri. “Kejutan sekali. Kenapa tidak memberitahuku kalau kalian akan mampir kemari?” tanyanya basa-basi.
Eliana langsung menoleh. Dia menatap gugup sang kekasih. “Honey?”
Sastra tersenyum kalem, lalu duduk di sebelah Eliana. “Apa kamu sakit?” tanyanya, menatap aneh wanita muda berambut panjang itu.
Eliana segera menggeleng, kemudian memaksakan tersenyum. “Aku tidak tahu kamu ada di sini. Kupikir, kamu sudah pulang," ucapnya gugup.
“Tidak. Aku masih punya urusan yang belum diselesaikan. Tadinya mau pulang sekarang,” terang Sastra tenang, seraya menoleh sekilas kepada Ratri.
“Urusan yang belum selesai?” ulang Eliana kikuk, kemudian manggut-manggut pelan. Dia berlagak sok tenang. Padahal, dalam hati ada gemuruh hebat, saat teringat pada apa yang disaksikan beberapa saat lalu.
“Ya. Tapi, sudah selesai.” Sastra kembali menoleh sekilas kepada Ratri, sebelum beralih pada Eliana. “Kamu terlihat pucat.” Disentuhnya kening, pipi serta leher sang kekasih, untuk memastikan suhu tubuh wanita itu.
“Ah, tidak. Aku tidak apa\=apa.” Bukannya senang mendapat perhatian seperti itu, Eliana justru merasa tak nyaman. Pasalnya, dia mulai terusik dengan ucapan Ratri.
“Kamu mau pulang sekarang, Honey?” tanya Eliana, sekadar berbasa-basi.
“Ya. Tapi, tidak apa-apa kalau kalian masih ingin di sini. Apakah perlu kutemani atau ….” Sastra tidak melanjutkan kalimatnya.
“Aku juga mau pulang sekarang.” Eliana meraih tas dan blazer, kemudian berdiri. Sikapnya membuat Sastra dan Ratri keheranan.
“Aku duluan, Honey,” pamit Eliana. “Sampai besok, Rat.” Dia keluar terburu-buru, lalu bergegas masuk ke mobil. Sebelum memasang sabuk pengaman, Eliana menghubungi seseorang.
“Apa mungkin Sastra mengetahui hubungan kita, Sayang?” tanya Eliana resah.
taukan ela itu pemain drama
apa prama yaa
☹️☹️
betkelas dech pokoknya
" ternyata baru kusadari sirnanya hatimu yg kau simpan untuknya
aku cinta kepadamu,aku rindu dipelukmu
namun ku keliru t'lah membunuh cinta dia dan dirimu... oh...ohh..ohhh"
😅😅😅😘✌
jangan2 emaknya ratri ibu tirinya sastra...