Terjebak Pesona Kakak Ipar

Linda termenung duduk di tepi ranjang. Kembali kepalanya terasa pusing dan mual. Tangannya mencoba memijat pelipisnya sendiri berharap pusingnya berkurang.

Karna rasa mual yang semakin tidak bisa ia tahan,Linda berlari menuju kamar mandi memuntahkan semua isi perutnya hingga tak tersisa. Lemes rasa seluruh badannya.

"Kenapa mual begini ya? Apa karna salah makan kali ya?" gumam Linda mengingat kembali makanan yang ia makan.

"Apa masuk angin kali ya?Lebih baik aku minta tolong si bibik buat ngerjain biar enakan kali ya." Linda mencari bibik yang tengah menjemur pakaian.

"Bik,aku bisa minta tolong ga?" tanya Linda.

"Minta tolong apa,non?" Bibik menghentikan kegiatannya dan mendekati Linda.

"Bibik ga sibukkan?" Linda memastikan.

"Ga,non. Cuma tinggal ngejemur doang. Non kok mukanya pucat amat,non sakit." tanya bibik melihat wajah pucat Linda.

"Ga tau kenapa ibu,dari tadi bawaanya enek mulu." jawab Linda.

"Masuk angin kali,non. Mau bibik buatin teh hangat." tanya bibik.

"Bibik bisa ga kerokan."tanya Linda menatap wanita paruh baya di depannya.

"Bisa,non. Non mau bibik kerokin?" tanya bibik.

"Boleh kalau bibik tidak repot." kekeh Linda.

"Ya sudah bibik selesaikan dulu membuatnya,habis itu bibik kekamar non." bibik merasa kasihan melihat wajah Linda yang pucat.

Linda kembali ke kamarnya. Sambil menunggu si bibik Linda memilih memainkan ponselnya membuka medsos yang sudah beberapa hari ini tidak dibukanya sama sekali.

Matanya sedikit memancing saat membuka medsos kakaknya Rani yang tengah berfoto dengan beberapa orang teman kantornya. Sekilas tidak terlihat keanehan,tapi netra Linda menangkap ada yang tidak beres pada foro tersebut.

Tangan siapa yang kakaknya genggam? Apa ada sesuatu yang terjadi di luar sana? Linda berusaha menepis prasangka - prasangka jelek tentang kakaknya.

"Permisi non." Lamunan Linda terhenti saat suara bibik memanggil namanya.

"Sini,bik." Linda menyuruh si bibik mendekat dan duduk diranjangnya.

"Non maaf,bajunya tolong di buka." perintah bibik sopan. Linda membuka bajunya bagian atas,kulit putih bak pualam terlihat sedikit memerah karna goresan kerokan.

"Matang banget,non." ujar Bibik.

"Apanya yang matang,bik." tanya Linda tidak mengerti.

"Ini non,kayanya anginya mandet didalam. Hasil kerokannya sedikit menghitam." ujar Bibik dengan cekatan tangannya mengerokin punggung Linda.

Linda meringis saat koin yang digunakan bibik mengerok terasa sakit di kulitnya. Rasanya kulitnya terluka benda tajam.

"Non depanya mau juga ga?" tanya bibik yang sudah selesai melukis dinpunggung Linda.

"Boleh,bik. Tanggung. " kekeh Linda.

Linda memutar tubuhnya melihat kearah bibik. Bibik mulai melanjutkan lukisannya. Matanya bibik tidak sengaja menangkap ada merah - merah pada bagian gundukan Linda. Tapi bibik tidak mau bertanya ia takut nanti Linda marah.

Lukisan yang bibik buat bewarna merah tua membuat tubuh Linda seperti habis di saat - saat.

"Sudah,non. Itu teh hangatnya di minum biar perutnya. Bibik permisi dulu,non. Sekalian bibik mau pamit pulang." ujar Bibik.

"Baik,bik. Makasih ya,bik." Wanda tersenyum tulus pada bibik. Bibik selama ini selalu memperhatikan dirinya layaknya perhatian seorang ibu pada putrinya dan itu membuat Linda nyaman.

Saat keluar dari kamar Linda bibik berpapasan dengan Ari yang baru pulang kerja.

"Bibik belum pulang?" tanya Ari.

"Belum tuan,tadi habis ngerokin non Linda dulu." jawab Bibik menunduk tidak berani menatap Ari.

"Linda kenapa,bik?" tanya Ari mulai cemas.

"Kayanya masuk angin den." jawab bibik.

"Ooh." jawab Ari terkesan tidak ada perhatian sama sekali. Pada hal didalam hatinya ia ingin segera menemui kekasih hatinya.

"Saya permisi pulang dulu,den." pamit bibik.