NovelToon NovelToon
Topeng Dunia Lain

Topeng Dunia Lain

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Kutukan / Hantu / Roh Supernatural
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Subber Ngawur

Rafael tidak pernah mengira hidupnya akan berubah saat dia menemukan sebuah topeng misterius. Topeng itu bukan sembarang artefak—ia membuka gerbang menuju dunia lain, dunia yang dihuni oleh makhluk gaib dan bayangan kegelapan yang tak bisa dijelaskan. Setiap kali Rafael mengenakannya, batas antara dunia nyata dan mimpi buruk semakin kabur.

Di tengah kebingungannya, muncul Harun, tetangga yang dianggap 'gila' oleh penduduk desa. Namun, Harun tahu sesuatu yang tidak diketahui orang lain—rahasia kelam tentang topeng dan kekuatan yang menyertai dunia lain. Tapi, apakah Rafael bisa mempercayai pria yang dianggap tak waras ini, atau dia justru menyerah pada kekuatan gelap yang mulai menguasainya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Subber Ngawur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jalan Buntu

Rafael berjalan cepat menuju tempat sepi di belakang sekolah, sementara Harun mengikuti di belakangnya dengan langkah tenang. Di kejauhan, Tristan, Nasya, dan Bimo terus membuntuti, tatapan mereka penuh dengan kebingungan dan kekhawatiran. Mereka tidak bisa membiarkan Rafael sendirian, meskipun sekarang Rafael tampak semakin sulit dipahami.

Begitu sampai di sudut yang jauh dari keramaian, Rafael berhenti dan berbalik, menatap ketiga temannya dengan tatapan serius. “Kalian gak usah ikut campur!” katanya tegas. Suaranya begitu kuat dan penuh ketegangan, membuat ketiganya langsung terdiam. Tristan, Nasya, dan Bimo hanya bisa saling bertukar pandang, bingung.

“Tapi, Raf... kita cuma mau bantu,” ucap Nasya pelan, suaranya penuh kekhawatiran.

Rafael langsung memotongnya, nada suaranya semakin keras. “Gue gak butuh bantuan kalian sekarang. Ini urusan gue, dan gue yang harus nyelesain sendiri.”

Kata-katanya membuat Nasya terdiam. Ia merasa ada sesuatu yang lebih besar di balik semua ini, sesuatu yang Rafael tidak mau ungkapkan. Tristan dan Bimo juga sama bingungnya, tapi mereka memilih diam, tidak ingin memperkeruh suasana.

Rafael menatap mereka sekali lagi sebelum berbalik lagi ke arah Harun, melangkah lebih dalam ke area sepi. Mereka duduk di bangku kayu yang sudah tua, di bawah pohon yang rindang. Rafael menarik napas panjang, menenangkan dirinya sebelum akhirnya berbicara dengan Harun.

“Jadi... Bapak bisa bantu saya, kan?” Rafael bertanya pelan, nada suaranya sarat dengan keputusasaan. “Saya gak kuat lagi, Pak. Topeng itu makin lama makin ngontrol pikiran saya. Kadang saya gak sadar sama apa yang saya lakuin.”

Harun memandang Rafael dengan tatapan penuh pemahaman, seolah-olah dia benar-benar mengerti penderitaan yang dialami Rafael. “Bapak bisa bantu, Nak. Tapi prosesnya gak mudah,” ucap Harun pelan. “Pembersihan ini butuh waktu, dan kamu harus siap mental untuk itu.”

Rafael terdiam, menatap Harun dengan campuran harapan dan ketakutan. “Proses pembersihan? Jadi, Bapak beneran bisa bantu saya lepas dari ini semua, Pak?” tanya Rafael dengan nada penuh harapan. Ada kekhawatiran dalam suaranya, tetapi di saat yang sama, dia merasa bahwa Harun adalah satu-satunya jalan keluar dari mimpi buruk ini.

Harun mengangguk perlahan. “Bapak kan pernah cerita, kalau dulu bapak pernah diikuti topeng ini. Bapak pernah melakukan ritual pembersihan ini dulu, bersama teman lama yang memang ahli dalam hal seperti ini—seorang paranormal yang sangat kuat. Tapi...” Harun menghela napas panjang, ada kesedihan yang terpancar di matanya. “Karena sekarang dia sudah meninggal, semua tergantung pada saya. Saya akan coba lakukan apa yang dulu kami lakukan bersama.”

Rafael merasa sedikit cemas mendengar penjelasan itu. “Jadi... ritual ini bisa berhasil meskipun tanpa bantuan paranormal itu, Pak?”

Harun menatap Rafael dengan keyakinan, meski di balik tatapan itu ada keraguan yang berusaha dia sembunyikan. “Bapak akan coba semaksimal mungkin, Nak. Bapak pernah melakukannya dan berhasil. Meskipun sekarang bapak sendiri, bapak akan berusaha mengulangi prosesnya lagi. Tapi kamu harus percaya, dan yang paling penting, kamu harus siap menjalani setiap tahapannya. Ini bukan proses yang singkat atau mudah.”

Rafael menelan ludah, pikirannya penuh dengan kekhawatiran. “Saya akan lakukan apa pun yang Bapak minta. Saya cuma mau topeng itu berhenti ngikutin saya. Saya gak bisa hidup kayak gini terus,” jawabnya, suaranya terdengar semakin putus asa.

Harun mengangguk lagi. “Baiklah. Kita akan mulai secepat mungkin, tapi ingat, kamu harus siap secara mental. Jangan sampai kamu kehilangan fokus. Proses ini akan menguji ketahananmu, tapi aku percaya kamu bisa melaluinya.”

Rafael mengangguk pelan, meskipun dalam hatinya masih ada ketakutan besar tentang apa yang akan terjadi selanjutnya. “Saya siap, Pak... Saya cuma mau ini semua berakhir.”

Di kejauhan, Nasya, Tristan, dan Bimo tetap mengamati dari jauh. Mereka tidak mendengar apa yang dibicarakan Rafael dan Harun, tetapi mereka bisa merasakan betapa serius situasinya. Nasya menggigit bibir, hatinya penuh kekhawatiran. “Apa sebenarnya yang terjadi sama Rafael?” gumamnya pelan.

Tristan dengan tatapan curiga kepada Harun, menjawab, “Gue gak tahu, tapi gue gak suka sama orang itu. Dia kelihatan... aneh.”

Bimo hanya mengangguk setuju, masih bingung dengan apa yang mereka lihat. Nasya, yang sejak tadi diam, menggigit bibirnya. “Kayaknya ada yang nggak beres sama Rafael. Gue rasa lo bener, Tris. Kita harus perhatiin dia.”

Tristan menghela napas panjang, ekspresinya semakin tegang. “Malam ini gue bakal nginep di rumahnya lagi,” katanya tegas. “Gue gak bisa ninggalin Rafael sendirian. Gue harus pastiin dia baik-baik aja.”

Bimo dan Nasya langsung mengangguk setuju. “Kalau ada yang aneh, langsung kabarin kita,” kata Nasya sambil menatap Tristan serius.

“Ya, lo juga jangan sendirian. Kalo ada apa-apa, gue bisa ke rumah Rafael kapan aja,” tambah Bimo, menegaskan bahwa mereka siap membantu kapan pun dibutuhkan.

Tristan hendak menjawab, tapi sebelum mereka bisa melanjutkan pembicaraan, Rafael sudah mulai berjalan pergi, tampak terburu-buru. Tristan yang menyadari hal itu langsung terkejut. “Rafael!” panggilnya.

Namun, Rafael tidak berhenti. Dengan ekspresi penuh kegelisahan, dia terus melangkah cepat, meninggalkan mereka tanpa sepatah kata pun. Tristan panik, buru-buru mengejar sahabatnya itu. “Gue harus kejar dia!” katanya dengan nada cemas.

Bimo dan Nasya memandang Tristan yang berlari mengejar Rafael, sementara mereka berdua hanya bisa berdiri di tempat, bingung dan khawatir.

Rafael berjalan cepat menuju parkiran, langkahnya semakin cepat seolah ingin lari dari semuanya. Begitu sampai di motor, dia segera memasang helm dan bersiap untuk kabur sendirian. Tapi saat mesin motor menyala, Tristan tiba-tiba muncul, langsung melompat ke boncengan tanpa ragu.

“Tris, turun!” bentak Rafael, berusaha terdengar tegas, tapi jelas dia kesal. Dia gak butuh tambahan masalah sekarang.

“Tidak, gue gak akan turun. Gue bilang gue mau nginep lagi di rumah lo,” jawab Tristan dengan nada keras, sama sekali gak menunjukkan tanda-tanda akan menurut.

“Tris, lo gak usah ikut! Ini urusan gue sendiri” Rafael berusaha mengusir Tristan, tapi Tristan tetap duduk di boncengan, bersikap keras kepala.

“Gue gak peduli! Gue udah bilang, gue gak akan ninggalin lo sendirian. Udah jelas lo lagi ada masalah, dan gue gak akan biarin lo ngadepin ini sendirian. Gue nginep lagi di rumah lo, suka atau gak suka!” sergah Tristan, nadanya semakin tegas.

Rafael menggerutu, mencoba menenangkan dirinya. “Lo pikir lo bisa nolong gue? Lo gak ngerti apa-apa tentang ini, Tris! Ini bukan sekadar masalah biasa. Gue gak mau lo ikut campur.”

Tristan tetap tidak bergeming. “Ya, mungkin gue gak ngerti sepenuhnya. Tapi gue tahu satu hal, lo gak harus ngadepin ini sendirian. Gue temen lo, dan gue gak bakal biarin lo jalan sendiri.”

Rafael menghela napas, frustrasi. Dia tahu tidak ada gunanya terus berdebat. Tristan memang keras kepala, dan jika dia memaksa turun, mereka hanya akan buang-buang waktu. Akhirnya, Rafael menyerah.

“Fine! Terserah lo deh!” kata Rafael dengan suara lelah, lalu memacu motornya, membawa Tristan ikut serta.

Mereka berdua melesat keluar dari parkiran, meninggalkan sekolah di belakang mereka.

1
KrakenTidur
wkwkwk benjut T_T
KrakenTidur
ikut dag-dig-dug aku ;-;
KrakenTidur
tadi g isi bensin dulu, sihh
KrakenTidur
sedih 😔
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!