Tidak semua cinta terasa indah, ada kalanya cinta terasa begitu menyakitkan, apalagi jika kau mencintai sahabatmu sendiri tanpa adanya sebuah kepastian, tentang perasaan sepihak yang dirasakan Melody pada sahabatnya Kaal, akan kah kisah cinta keduanya berlabuh ataukah berakhir rapuh
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Withlove9897_1, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 24
...***...
"Tidak sekarang Kaal" Melody menyela dengan nada terganggu.
"Aku merindukanmu Kaal bisakah kita melakukannya sekarang?"
Detik itu, terdapat kalimat protes yang menyala di benak Kaal. Ia tidak menyukai bagaimana Melody membuat ini terlalu mudah sementara ia masih belum tuntas dirundung rasa bersalah.
Kaal telah berjanji ia akan memperbaiki permasalahan semacam ini di antara mereka. Ia telah berjanji ia akan meluruskan semua yang terasa timpang dan ia akan memulai pembicaraan itu saat ini juga.
Atau mungkin nanti.
Ketika rindu sudah mau berpaling.
"Tidak, aku lebih merindukanmu Melody."
Merengkuh gadisnya yang kini mendekapnya, Kaal memutuskan untuk memperdalam ciuman mereka.
Seiring dengan menit yang berlalu, itu bukan menjadi pemandangan mengejutkan ketika mereka berakhir di atas sofa dengan tubuh saling tumpang tindih.
Kaki-kaki Kaal mengurung Melody, sementara tangan kecil gadis di bawahnya mencengkeram tengkuk agar ciuman mereka tidak terputus.
Kaal yang larut hampir tidak peduli. Ia hampir tidak mengendus adanya kejanggalan dari semua aksi Melody.
Akan tetapi, ketika jemari Melody mencoba menanggalkan pakaiannya, ia kemudian tersadar. Ini terlalu terburu-buru. Ini sama sekali bukan tipikal Melody yang ia kenal. Mencoba menarik tubuh menjauh, tatapannya disambut oleh lensa mata yang basah.
Bahu Kaal seketika mengendur selagi mulutnya mendesah kecewa. Ia sudah bertekad kepada diri sendiri untuk lebih peka dan ia tidak mempercayai bahwa ia telah terlanjur lengah pada kesempatan pertama.
"Kaal—"
Melody mendadak bergumam, tangan gadis itu kembali menemukan tengkuknya untuk mempertemukan bibir mereka lagi.
Namun kali ini, Kaal dengan sigap menolak. Ia menyentak dua lengan Melody yang masih berusaha menarik wajah mereka mendekat sebelum menahannya di atas kepala gadis itu.
"Apa yang kau pikirkan Melody?"
Pertanyaan yang baru saja lolos tepat sasaran.
Dalam sepersekian detik, Kaal dapat melihat perubahan raut wajah Melody yang menjadi jauh lebih sendu seakan apa yang gadis itu tampilkan sedari tadi hanya batas permukaan tanpa melibatkan sengketa terdalam yang berada di sanubari.
"K-Kau," ucap gadis itu terbata.
"Kau akan pergi lagi."
Hati Kaal serasa menyusut seketika.
Dengan perlahan, ia melepaskan cengkeramannya di pergelangan tangan Melody.
Tangan Kaal kemudian menuntun gadis itu agar duduk di pangkuannya selagi pandangan menatap intens, hanya agar gadis itu memahami bahwa kalimat selanjutnya yang akan ia ungkapkan bukan merupakan bualan.
"Aku tidak akan pergi Melody" tandasnya seraya mencium pelupuk kanan Melody.
"Aku akan tinggal." Sebelum kemudian beralih ke pelupuk kiri, lalu bertahan lebih lama di sana.
"Asal kau mau berjanji bahwa kau akan membantuku untuk membuat hubungan ini berhasil."
Ada desah lega yang sampai ke telinga Kaal dan itu membuat seluruh beban yang menghantuinya dalam kurun waktu terakhir hancur tidak bersisa.
Kaal tersenyum tanpa perintah. Diperlukan perjalanan panjang berbatu hanya untuk menyadarkannya bahwa salah satu kebahagiannya ternyata, adalah membuat Melody bahagia.
"Kita punya besok, kita punya lusa," lanjutnya tulus.
"Kita punya selamanya bersama jika memang kau menginginkannya demikian."
...***...
Kaal rasa, ia akan menyusun perbaikan hubungan ini menjadi tahap bertingkat. Pada hari pertama kepulangannya, tidak ada yang terjadi. Tidak ada pembicaraan emosional mengenai apapun. Mereka hanya duduk berdua di atas sofa, menikmati hangat tubuh satu sama lain tanpa mengucapkan sepatah kata.
Melody yang tertidur di pangkuannya, sementara Kaal mencoba meredam kuat keinginan untuk menghisap rokok hanya agar gadis cantik yang telah pulas tidak terbangun.
Kaal tidak menyesali keputusannya.
Melihat gadisnya yang tertidur menjernihkan pikirannya yang masih keruh oleh penyesalan. Sepanjang malam, Kaal menemukan dirinya membelai rambut Melody, sesekali ia senyum kecil terlepas tidak sengaja ketika gadisnya itu menyamankan diri di pangkuannya. Aktivitas tersebut ternyata lebih menyenangkan daripada menikmati batang tembakau di luar balkon sendirian.
Kaal Vairav telah menemukan candu barunya.
Akan tetapi ketenangan pada hari pertama tidak lantas membuat Kaal menjadi pakar dalam hubungan. Itu sama sekali tidak menghapus fakta bahwa ia belum pernah memiliki pasangan serius. Terlebih lagi berkencan secara kasual yang melibatkan percakapan layaknya manusia dan bukan peraduan tubuh yang gila. Konklusi mengatakan, memang masih ada setumpuk hal yang harus ia pelajari.
"Mengapa kau selalu membawaku ke tempat-tempat seperti ini Kaal?"
Melody bertanya ketika mereka tiba di pelataran rumput terbuka yang berjarak tidak jauh dari kediaman orang tua Kaal. Sementara dengan 'seperti ini' apa yang gadis itu maksud adalah tempat-tempat yang memiliki memori klasik bagi mereka.
Mengedikkan bahu, Kaal menyodorkan jawaban yang mengandung alasan utamanya
"Entahlah kau sendiri yang selalu mengatakan bahwa kau menginginkan Kaal Vairav yang dulu."
Langkah gadis di sampingnya terhenti. Kaal menengok dan mendapati Melody menunduk dengan kekehan pelan seolah jawabannya adalah pernyataan yang terlampau lugu.
"Aku tidak menginginkan Kaal yang dulu." Ujar gadis cantik itu.
"Aku menginginkan Kaal Vairav yang aku kenal kembali."
"Apa itu berbeda?"
"Kaal yang dulu adalah Kaal yang terikat masa. Sedangkan Kaal yang kembali adalah Kaal yang mencairkan sikap dinginnya, yang berhenti menyalahkan diri sendiri setelah apa yang terjadi pada Savin, serta yang akhirnya merasa pantas untuk menjadi milik seseorang."
"Milkmu." Kaal mengoreksi.
"Aku tidak peduli pada perasaan orang lain selain kau."
Kalimat itu diutarakan secara tidak acuh karena Kaal tidak menganggap itu sebagai rayuan. Namun bagi gadis cantik yang mendengarnya, barisan frasa itu menjadi sesuatu yang merampas napasnya untuk sesaat hingga ia bersemu, langkah kembali melaju untuk menyembunyikan pipi yang memerah.
Kaal yang sama sekali tidak menyadari itu tetap bersikap sewajarnya. Ia masih tidak bisa mendeteksi perkataan mana yang menimbulkan efek bagi lawan bicaranya dalam konteks buruk maupun baik.
Berjalan dalam diam, ia justru mencoba menyejajarkan diri dengan gadis yang sudah terlebih dahulu melangkah.
"Melody," panggil Kaal pelan, dua tangan menelusup ke saku celana untuk menyamarkan kegugupannya dalam memulai topik yang ia pikir akan sedikit menyinggung.
"Salah satu alasan mengapa aku mengingkari perasaanku adalah karena menurutku kau memiliki banyak sifat yang menyerupai adikku."
Melody menaikkan alis meminta penjelasan.
"Kau tetap diam meskipun aku sengaja melakukan sesuatu yang menyakitimu. Maka dari itu, aku selalu mencoba mendorong amarahmu sampai tepi hanya untuk melihat kau muak kepadaku." Kaal menurunkan volume suaranya ketika melanjutkan dengan
"Tapi itu dulu. Aku tidak akan melakukannya lagi sekarang."
Untuk sesaat, ia mengira pengakuannya akan membuat Melody merasa tersudut. Namun di luar dugaan, gadis pendek itu justru tersenyum menerima.
"Aku tidak menyangkal."
"Dan apa kau akan berhenti?"
"Berhenti apa?"
"Berhenti membuatku berada dalam posisi benar terus-menerus. Kau harus berjanji bahwa kau akan menempatkan perasaanmu jauh lebih tinggi daripada perasaanku."
Lawan bicaranya menoleh. Sepasang manik jernih mengamatinya sejenak sebelum sang pemilik mengangguk seolah tidak mempertimbangkan apapun ketika menyahut
"Okay."
"Melody," Kaal mendesis tidak percaya.
"Aku bersungguh-sungguh."
"Dan apakah aku terlihat bercanda? aku bilang okay, apa lagi?"
Kaal masih tidak puas. Ini adalah perkara penting baginya dan ia merasa Melody tidak melihat keseriusannya untuk membangun hubungan mereka kembali.
Maka dengan satu sentakan, ia menarik Melody sebelum menghantamkan punggung gadis itu ke pohon.
Kaal mencengkeram erat bahu gadis yang kini tengah membelalak, sementara Kaal, ia tidak mengizinkan ada pergerakan sedikitpun di antara himpitan tubuh mereka.
"Bagaimana jika aku melakukan ini?"
Mendadak, bibir Kaal menjelajah ke leher Melody. Mengirimkan gigitan kasar yang membuat gadis di rengkuhannya melenguh terkejut.
Tangannya lalu dengan sigap masuk ke antara paha bagian dalam Melody, sengaja memberikan gesekan ke bagian bawah gadis itu. Namun, tidak ada nada panik yang terdengar.
Balasan yang Kaal dapat justru adalah
"Tidak apa-apa Kaal, asal itu kau aku tidak keberatan..."
"Kau bahkan bisa melakukannya lebih dari itu jika kau mau..."
"Melody...."
"Lakukanlah Kaal..."
...TBC...