Tak pernah terpikirkan sebelumnya jika Aruna harus menikah setelah kehilangan calon suaminya 1 tahun yang lalu. Ia dengan terpaksa menyetujui lamaran dari seorang pria yang ternyata sudah beristri. Entah apapun alasannya, bukan hanya Aruna, namun Aryan sendiri tak menerima akan perjodohan ini. Meski demikian, pernikahan tetap digelar atas restu orang tua kedua pihak dan Istri pertama Aryan.
Akankah pernikahan tanpa cinta itu bertahan lama? Dan alasan apa yang membuat Aruna harus terjebak menjadi Istri kedua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Trilia Igriss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24. Hadiah
Sudah 2 pekan sejak kejadian itu, dan Aryan benar-benar dibuat geram mengapa Aruna tak meminta dirinya membelikan ponsel baru? Mengapa Aruna terlihat begitu tak peduli akan hidupnya yang abu-abu dengan terus mengurung diri di kamarnya. Memang semuanya akibat dari kemarahannya hari itu, tapi Ia tak menyangka jika wanita angkuh itu akan menurut tanpa protes. Hanya saja, traumanya masih ada. Setiap Ia ingin menyentuhnya, Aruna selalu gemetar ketakutan. Terlintas dalam benaknya jika Ia ingin memberikan sebuah hadiah untuk Aruna dan akan merubah sikapnya agar wanita yang menyandang status istri ke-duanya tak lagi melihat dirinya menjadi orang jahat.
"Aryan... nanti malam, Om akan ke rumah Ibu kamu. Kamu bisa ke sana juga, kan? Atau Om yang ke rumah kamu?" Tak langsung menjawab pertanyaan Damar,Aryan mengernyit sejenak lalu tersadar jika Ia harus memberi keputusan. Aryan yang berdiri tepat di depan pintu ruangannya pun mengurungkan niat untuk masuk.
"Emmm. Malam ini ya, Om?" Respons nya seakan tak bisa menyanggupi.
"Iya. Kenapa? Kamu ada acara?"
"Oh.. ti-tidak Om. Kalau ini penting, aku bisa undur acaraku."
"Apa dengan Istrimu?"
"Ah... i-iya. Tadinya aku mau ajak dia keluar." Jawab Aryan terbata. Entah kenapa, hari ini wibawa seorang Aryan terasa menurun. Ia lebih banyak diam, dan gelisah tak karuan.
"Apa kau ada masalah?" Tanya Damar yang melihat sikap Aryan yang tidak seperti biasanya. "Apa kau bertengkar dengan Istrimu?"
"Ti-tidak Om..." lagi, jawabannya terbata seakan Ia kebingungan apa yang harus Ia katakan. Meski penasaran, Damar tak sepenuhnya memiliki hak untuk tahu semua tentang Aryan meski Ia adalah keponakannya.
"Ya sudah. Nanti Om ke rumah Ibu kamu sekitar jam 7 malam."
"Baik Om." Sahutnya kemudian membiarkan Damar berlalu dari tempatnya. Tepat saat Aryan hendak meraih gagang pintu, Ia mendengar suara langkah kaki yang terhenti di belakangnya.
"Hei... calon direktur utama. Aku tahu tentang sepupu Istrimu itu loh." Ujar Rio dengan nada penuh arti yang membuat Aryan sedikit menahan nafas karena kesal. "Dia bukan istri lelaki itu ternyata. Jadi, kalau aku minta nomor kontaknya, apa kau akan bantu?" Lanjutnya bertanya. Meski pertanyaannya santai, namun Aryan menyikapi dengan sinis. Bagaimana tidak, wanita yang diinginkan Rio tak lain adalah istrinya sendiri. Dan kesekian kalinya lelaki ini terang-terangan ingin mengenal wanita yang tak Ia ketahui adalah istri sepupu tirinya.
"Tak akan." Jawabnya singkat. Aryan cepat-cepat meraih gagang pintu dan perlahan membukanya. Namun perkataan Rio selanjutnya membuat Aryan nyaris tak bisa menahan amarahnya.
"Atau, dia selingkuhanmu, Kak Aryan? Ahh jaman sekarang memang banyak orang berselingkuh dengan saudari istrinya sendiri. Dan sepertinya kau juga--"
"Tutup mulutmu sialan!" Geramnya bukan membuat Rio takut, tapi malah membuatnya menarik sebuah senyum penuh arti mendapati respons Aryan demikian. Rio yang pembawaannya santai namun menyebalkan, Ia memilih untuk pergi dari hadapan Aryan yang sudah tersulut emosi.
"Pak, saya sudah mengatur jadwal anda besok. Untuk hari ini, tidak ada lagi agenda." Ujar Sania, asisten pribadi Rio, sekaligus sekretarisnya di kantor. Rio hanya mengangguk dengan santai seperti biasa.
"Bisa minta tolong?" Pintanya ditanggapi anggukan oleh Sania. "Cari informasi tentang wanita ini. Aku ingin kau mendapatkannya malam ini." Imbuhnya seraya mengirimkan sebuah foto kepada Sania.
"Ini... calon istri anda?" Tanya Sania sedikit curiga. Pasalnya bukan sekali dua kali Rio memintanya mencari informasi tentang beberapa wanita.
"Ya kalau jodoh. Kalau tidak ya setidaknya susah tahu informasinya."
"Baiklah Pak. Akan saya cari, dan saya usahakan informasi yang anda inginkan, saya dapatkan malam ini."
"Bagus! Aku suka itu. Oke. Kalau begitu aku tunggu laporanmu." Ujar Rio seraya beranjak dari duduknya, kemudian melewati Sania dan keluar lebih dulu tanpa berucap.
Sania terdiam sejenak, Ia menatap kepergian bosnya dengan nanar lalu menyusul untuk mengikuti kemana Rio akan berlalu. Sebenarnya, siapa yang tak jatuh cinta melihat paras tampan Rio? Pembawaan santai dengan sikap dewasa jelas sangat menarik perhatian semua wanita.
Karena sudah tak lagi ada pekerjaan urgent yang harus Ia kerjakan saat itu juga, Aryan bergegas pulang setelah memberitahu sekretarisnya. Tujuan pulangnya hari ini, ke rumah Aruna sebelum Ia ke rumah Gita untuk mengajaknya di pertemuan keluarga. Di perjalanan, Ia mendadak bimbang, apakah harus mengajak Aruna atau tidak.
"Aku belikan saja dia ponsel dan tak perlu mengajaknya ke pertemuan. Mereka belum tahu siapa Aruna, dan mengantisipasi Rio mengganggunya." Gumamnya.
Sampai di sebuah gerai ponsel ternama, Aryan turun dari mobil dan gegas memasuki gerai tersebut. Perhatiannya terpaku pada ponsel berwarna manis, ya pink muda dengan tambahan aksesoris yang menambah kesan lucu pada ponsel itu.
"Untuk siapa Pak?" Tanya pelayan itu dengan sopan.
"Untuk istri saya." Jawab Aryan kali ini begitu santai. Beberapa kali pelayan merekomendasikan beberapa model dan warna yang cocok untuk perempuan, dan pilihan Aryan tetap pada apa yang Ia lihat pertama kali. "Yang ini saja." Ujarnya. Sedang fokus bertransaksi, suara seseorang berhasil menarik perhatiannya.
"Wah.. dunia memang sempit ya, Kak. Kita bertemu lagi di sini. Beli ponsel baru? Untuk siapa? Aku lihat warnanya untuk perempuan. Warna pink tidak kau gunakan untuk dirimu sendiri kan?" Pertanyaan beruntun itu tak mendapati tanggapan apapun dari Aryan. Ia hanya mendelik kemudian kembali fokus menunggu pelayan datang. Tak berselang lama, Pelayan itu kembali dengan bukti transaksi dan ponsel yang Ia kantongi di depan Aryan sendiri.
"Semoga istri anda suka." Ujar pelayan membuat Rio mengangguk. Untuk Gita ternyata. Pikirnya.
Melihat Aryan berlalu begitu saja, Rio mengedikan bahu dan tak lama seorang pelayan membawa sebuah kantong untuk diberikan padanya.
"Ini pesanan anda." Ujarnya seramah mungkin.
"Oke... sesuai yang saya minta, kan?" Pelayan itu mengangguk dengan senyum yang mengembang ketika bertatap muka dengan pria tersebut. Tak bisa di pungkiri, ketampanan Rio dapat mengalahkan pesona Aryan. Terlebih Ia belum menikah di usia yang sudah sepatutnya memiliki pendamping. Kata orang!
"Dengan ini, aku akan mencuri hatinya." Ujarnya dengan bergumam sendiri seraya berjalan menuju mobilnya. Ia melirik ke arah tempat mobil Aryan yang semula terparkir. Sudah tidak ada.
Sampai di rumah, Aryan segera menemui Aruna yang ternyata tengah menyiram tanaman hias di balkon. Sejak kapan balkon kamarnya banyak sekali tanaman hias? Pikirnya bertanya-tanya. Aryan memanggil Aruna dan memintanya duduk di sampingnya. Entah kenapa, Ia ingin memberikan benda ini dengan sangat baik, padahal Ia bisa menyimpannya di kamar dan nanti pun Aruna akan menemukannya. Terlihat wanita itu duduk namun tak sedikit pun menoleh ke arahnya. Tatapannya sangat sayu, dan terlihat kosong tanpa pikiran apapun.
"Ini untuk kamu." Ucap Aryan seraya memberikan kantong berisi benda canggih itu. Aruna meliriknya lalu melirik kepada Aryan yang kembali menyodorkan agar Aruna menerimanya. Tanpa bertanya, Aruna menerima dan membuka apa isi kantong tersebut? Perahan tapi pasti, Ia membuka kotak yang jelas isinya sesuai gambar luarnya.
"Ini...."
"Itu untuk kamu. Sebagai ganti permintaan maafku." Ujar Aryan memberi jawaban pada pertanyaan yang mungkin ingin Aruna lontarkan. Setelahnya, Ia beranjak dari duduknya dan terlihat belum ingin melangkah pergi. Namun Ia juga tak berniat bicara. Alhasil, Aryan berlalu begitu saja. Hal ini tak membuat Aruna terkejut, Ia sudah terbiasa dengan diam Aryan dengan atau tanpa alasan.
...----------------...
Malamnya, sesuai perjanjian dari Damar, Aryan bergegas menuju rumah Sundari. Dan lagi, Aryan harus menghela nafas gusar saat melihat wajah Rio yang sangat Ia hindari itu.
"Kenapa harus wajah dia lagi?" Gumamnya seakan tak seperti tengah bicara. Selain mulutnya nyaris tak bergerak, nada suaranya begitu pelan.
"Mas, kamu ngomong sesuatu?" Tanya Gita ditanggapi anggukan oleh Aryan sendiri. Yang semakin membuat Aryan kesal tak tertahan, ialah senyum Rio yang seperti mengejeknya.
"Hai.. kakak ipar. Apa kabar?" Sapa Rio dengan sopan pada Gita yang membalas dengan sopan pula.
"Baik. Kamu kapan mau nikah?"
"Ahh kebetulan, aku lagi usaha. Kakak mau bantu aku tidak?" Rio bertanya pada Gita, namun sorot matanya melirik ke arah Aryan yang menatapnya dengan tajam. Hal itu mengundang rasa penasaran Gita sehingga Ia menoleh ke adah Aryan dan Rio secara bergantian.
"Bantu apa?" Tanya Gita penasaran.
"Sepupu Kakak belum menikah, kan? Eh tapi dimana ponsel baru Kakak? Tadi Kak Ar--"
"Gita... sebaiknya kita ke Ibu. Sepertinya Om Damar sudah mau memulai pembicaraan." Aryan menyela cepat sebelum Rio melanjutkan kalimatnya. Terlihat Rio kembali tersenyum kala Aryan menarik Gita memasuki rumah dengan tergesa. Tepat ketika Ia hendak menyusul, Ia mendapati sebuah pesan dimana hal itu berhasil mengejutkannya.
"Menarik. Jadi, selama ini dia sudah menikah? Dan ternyata..." gumamnya diiringi senyum penuh arti dengan lirikan mengarah pada Aryan.
...-bersambung...
gimana ya thor aruna dg Adnan
biar nangis darah suami pecundang
masak dak berani lawan
dan aku lebih S7, Aruna dg Adnan drpd dg suami pecundang, suami banci
drpd mkn ati dg Aryan, sbg istri ke 2 pula
berlipat lipat ,
memikiran gk masuk akal sehat..