Namaku Lakas, klan vampir dari darah murni, aku adalah seorang bangsawan dari raja vampir terkuat.
Adanya pemilihan pangeran pewaris tahta kerajaan vampir, menjadikanku salah satu kandidat utama sebagai penerus klan vampir darah murni.
Namun, aku harus menemukan cinta sejatiku dibawah cahaya bulan agar aku dapat mewarisi tahta kekaisaran vampir selanjutnya sebagai syarat utama yang telah ditetapkan oleh kaisar vampir untuk menggantikannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24 Kejadian Ditaman Sekolah
Cornelia menghempaskan tas sekolahnya ke atas meja lalu terduduk seraya menghela nafas panjangnya.
Diruangan kelas terlihat beberapa murid telah hadir, menunggu bel masuk berbunyi.
Seorang siswi berjalan gontai memasuki ruangan kelas.
Wajahnya pucat pasi serta gambar cekungan terlihat jelas menandakan bahwa dirinya sedang tidak baik-baik saja.
Cornelia terus memperhatikan gerak-gerik langkah kaki siswi itu yang berjalan masuk menuju ke arah meja miliknya.
Tampaknya Cornelia tahu bahwa siswi itu merupakan salah satu korban slave vampir kemarin malam.
Siswi berseragam sekolah yang sama dengan Cornelia langsung duduk didepan meja miliknya kemudian menyandarkan kepalanya ke atas meja sedangkan bola matanya melotot lebar seperti kelelahan.
Cornelia agak tersentak kaget ketika melihat ekspresi siswi itu.
"Tampaknya siswi itu tidak sedang baik-baik saja keadaannya, apa sebaiknya aku memanggil Lakas kemari untuk memberitahukan hal ini kepadanya", ucap Cornelia lirih.
Teng... ! Teng... ! Teng... !
Suara bel masuk sekolah terdengar dari luar kelas, menandakan pelajaran akan segera dimulai.
Cornelia masih memperhatikan ke arah siswi itu, tiba-tiba siswi itu menatap ke arah Cornelia, memandang lama tanpa ekspresi.
"Selamat pagi semua...", sapa seorang guru ketika dia masuk ke kelas untuk memberi pelajaran aritmatika.
Cornelia langsung mengalihkan pandangannya ke arah guru yang masuk ke kelasnya.
Degh !
Jantung Cornelia langsung berhenti saat melihat ke arah guru pelajaran aritmatika itu.
"Bukankah dia slave vampir ?" gumamnya pelan dengan ekspresi terkejut kaget.
Cornelia terus mengawasi gerak-gerik guru aritmatika itu yang merupakan slave vampir.
Kenapa Cornelia tahu jika guru itu adalah slave vampir, sebab dia melihat guru itu berubah menjadi slave vampir dan menghisap darah siswi yang ada dikelasnya ini.
Cornelia berusaha menenangkan dirinya dan tidak panik, dia terlihat tenang seakan-akan tidak terjadi sesuatu disekitarnya.
"Pelajaran aritmatika, ya...", ucapnya pelan.
Cornelia membuka buku pelajaran aritmatikanya dengan asal, namun, tangannya terlihat gemetaran saat dia membuka satu persatu halaman buku pelajaran miliknya.
Berusaha berkonsentrasi penuh, tidak memikirkan hal-hal buruk lainnya.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang ?" ucapnya lirih masih dengan tangan gemetaran sedangkan pandangannya terus terarah pada guru aritmatikanya.
Cornelia ingin rasanya memberitahu Lakas jika ada slave vampir dikelasnya dan sedang menyamar sebagai guru mata pelajaran dikelasnya.
Tampak guru slave vampir sedang menjelaskan pelajaran aritmatika didepan papan tulis.
Cornelia masih memperhatikan guru slave vampirnya tanpa bisa berbuat apa-apa, karena dia tahu jika dirinya berulah maka keberadaan Lakas akan segera diketahui dengan cepat.
Selama mata pelajaran aritmatika berlangsung, tidak ada keganjilan yang diperlihatkan oleh guru slave vampirnya bahkan guru tersebut terlihat bersikap seperti manusia pada umumnya, tidak haus darah dan sangat normal.
Namun pikiran Cornelia tidak menentu saat menyimak mata pelajaran aritmatika dikelasnya, karena pikirannya bercabang kepada guru slave vampirnya serta teman kelasnya yang digigit oleh slave vampir yaitu guru mereka sendiri pada festival bulan purnama kemarin malam.
Hampir satu jam lebih, pelajaran aritmatika berlangsung tertib, tidak ada gerakan aneh dari guru slave vampir yang mengajar dikelas Cornelia.
Cornelia agak penasaran dengan sikap guru aritmatikanya yang merupakan salah satu slave vampir.
Tak lama kemudian, mata pelajaran aritmatika selesai.
Cornelia bergegas merapikan meja miliknya dari buku pelajaran aritmatika serta kotak pensil, dia menunggu guru slave vampir itu keluar dari kelasnya.
Teng... Teng... Teng..., suara bel sekolah kembali terdengar keras dari luar kelas, menandakan jam pelajaran usai di jam mata pelajaran aritmatika.
Beberapa siswi dan siswa berjalan keluar kelas sembari menenteng buku ditangan mereka untuk memasukkannya ke dalam lemari loker yang ada diluar ruangan.
Seorang siswi berjalan tergesa-gesa ke arah meja guru lalu berdiri didepan meja.
Cornelia masih mengawasi gerak-gerik mereka berdua dari arah kursinya, tampak guru slave vampirnya sedang menatap ke arah siswi tersebut.
Sejumlah murid tidak terlalu memperhatikannya karena mereka lebih memilih keluar kelas untuk beristirahat karena jam pelajaran selanjutnya akan dimulai setelah ini.
Tampak guru aritmatika berjalan keluar diikuti oleh siswi tersebut sedangkan Cornelia terus mengamati langkah mereka berdua hingga keluar kelas.
Cornelia segera tanggap, dia cepat-cepat berdiri dari kursinya dan berjalan mengikuti langkah guru slave vampir serta siswi yang merupakan teman kelasnya keluar kelas.
"Aku harus mengikuti mereka kemana mereka pergi", ucap Cornelia saat dia berada diluar kelas.
Cornelia terus berjalan sembari mengawasi dua orang didepannya serta menjaga jarak agar dirinya tidak diketahui oleh mereka.
Guru aritmatika itu berbelok ke arah kanan, diikuti oleh siswi itu yang berjalan dibelakangnya dengan langkah terburu-buru.
"Mau kemana mereka sebenarnya ? Bukankah itu area taman sekolah ?" ucapnya penasaran.
Cornelia mempercepat langkah kakinya saat dia mengikuti langkah kaki guru slave vampir serta teman sekelasnya menuju ke arah taman sekolah.
"Kenapa harus ke taman sekolah ? Kenapa tidak ke ruang guru ?" ucap Cornelia sembari berpikir pada dirinya sendiri.
Cornelia terus mengikuti dua langkah kaki dari guru aritmatikanya yang merupakan slave vampir dan teman sekelasnya ke arah taman sekolah.
Mendadak keduanya berhenti, siswi tersebut menarik tangan guru aritmatika agar mendekat kepadanya seraya memohon.
"Tolong hisap darahku ! Aku kecanduan darahku kau hisap, tuan... !" ucap siswi tersebut.
Siswi itu menyodorkan lehernya kepada slave vampir agar dia menghisap darahnya.
Cornelia tampak terkejut lalu dia memilih bersembunyi dibalik dinding didekatnya sembari mengawasi dua orang yang ada ditaman sekolah.
Terdengar suara geraman dari slave vampir yang menyamar menjadi guru aritmatika disekolah ini, guru itu mencengkram kuat-kuat kedua bahu siswi sekolah dihadapannya lalu mendekatkan gigi taringnya ke arah leher siswi tersebut.
"Grrrmmm...", geram slave vampir dengan mata tertuju ke arah leher seorang siswi disekolah ini.
"Hisaplah darahku ! Kumohon !" pinta siswi itu yang seperti ketagihan darahnya dihisap kembali oleh slave vampir.
Cornelia menautkan kedua alisnya seraya bergumam pelan.
"Bagaimana siswi itu ketagihan dihisap darahnya oleh slave vampir ?" tanyanya yang bergumam sendirian.
Cornelia terlihat kebingungan dengan apa yang dilihatnya itu.
"Dan apa siswi itu tahu kalau guru aritmatika itu adalah slave vampir yang menggigitnya kemarin malam ?" tanyanya sembari bergumam pelan.
Cornelia lalu teringat pada dirinya sendiri yang menjadi sumber asupan darah segar bagi Lakas, kekasih vampirnya, setelah Lakas menghisap darah miliknya dari tubuhnya pada malam itu ketika mereka berdua bertemu kembali seusai mereka berpisah sepuluh tahun lamanya.
"Apa mereka menjadi sepasang kekasih ?" tanya Cornelia yang masih penasaran.
Pertanyaan demi pertanyaan terus mengalir dalam benak pikiran Cornelia ketika dia melihat slave vampir dan korbannya.
Tiba-tiba terdengar suara dari arah belakang Cornelia berbicara.
"Apa yang kau lakukan disini, Cornelia ?" ucap suara itu.
Cornelia sontak terkejut kaget lalu memalingkan pandangannya ke arah suara dibelakangnya.
"Siapa ?" tanyanya.
Tampak Lakas telah berdiri dibelakangnya dengan menatap tajam ke arah Cornelia.
"Lakas...", ucapnya tertegun.
"Kau tahu bahwa tindakanmu sangat berbahaya bagi keselamatanmu jika ketahuan oleh mereka, Cornelia", sahut Lakas dengan sorot mata memancar merah menyala.
Cornelia terkesiap kaku seraya menatap diam ke arah Lakas tanpa ekspresi sedikitpun. Dia tahu bahwa tindakannya ini adalah salah karena akan membahayakan keselamatannya sendiri kalau sampai ketahuan oleh slave vampir.
"Apa yang kau pikirkan, Cornelia ?" tanya Lakas.
"Oh..., aku hanya merasa penasaran dengan mereka maka aku mengikuti kedua orang itu sampai ke taman sekolah ini...", kata Cornelia terlihat sangat gugup.
Cornelia langsung menundukkan pandangannya ke arah bawah, tanpa berani menatap kembali ke arah Lakas.
"Rasa penasaranmu dapat mengancam jiwamu bahkan mungkin mereka akan mengetahui kalau sedang dibuntuti olehmu", kata Lakas.
"Bagaiamana mereka tahu ?" tanya Cornelia.
"Sebagian vampir memiliki kekuatan telepati bahkan dari mereka dapat membaca pikiran serta peka terhadap apapun yang ada disekeliling mereka", sahut Lakas.
"Tapi dia slave vampir ? Apa dia juga memiliki kemampuan yang sama seperti vampir darah murni ?" ucap Cornelia.
"Yah, tentu saja, kemampuan slave vampir hampir sama dengan kemampuan vampir origin meski tidak sehebat kami tetapi mereka sangat kuat", sahut Lakas.
"Bukankah dia dari kalangan manusia sepertiku ?" kata Cornelia.
"Yah, memang, meski baru tercipta sebagai slave vampir tetap mereka memiliki kekuatan luar biasa yang setara dengan vampir origin", sahut Lakas dengan kedua mata berkilat-kilat merah.
"Kenapa bisa begitu ?" tanya Cornelia ingin tahu.
"Karena darah yang diminum oleh calon slave vampir sebelum mereka benar-benar menjadi slave sesungguhnya, merupakan darah milik vampir origin yang memilih dirinya menjadi slave vampir ciptaannya", kata Lakas.
Lakas menatap dingin ke arah dua orang yang sedang bergulat mesra ditaman sekolah.
"Darah vampir origin memiliki kekuatan terhebat dari vampir origin yang mampu menciptakan slave vampir terkuat yang sama seperti vampir origin itu sendiri", ucap Lakas.
"Apa mereka juga berbahaya ?" tanya Cornelia.
"Ya, mereka sama sangat berbahayanya dengan vampir origin seperti kami", sahut Lakas dengan ekspresi dinginnya.