Semoga kisah nikah dadakan Atun Kumal dekil, dan Abdul kere menang judi 200 juta ini menghibur para readers sekalian...🥰🥰🥰
Happy reading....!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dayang Rindu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ternyata Bisulan
Tak urung juga Atun pulang dengan berat hati, pikirannya tertinggal di rumah emak, tapi tubuhnya harus segera tiba di rumahnya.
Sesampainya di sana, rumah masih terkunci rapat, bahkan gelap di semua sisi. Ia membuka pintu dengan sedikit meraba-raba, mengandalkan cahaya lampu teras dari rumah tetangga.
Menyalakan semua lampu, Atun segera menuju dapur, ia langsung memasak nasi dan menggoreng ikan bandeng kesukaan suaminya. Atun memastikan jika sambel dan irisan timun sudah tersedia di bawah tudung saji. Ia tersenyum senang, membuang nafas yang masih sesak karena berjalan terburu-buru.
"Sebaiknya aku mandi dulu." gumamnya, sejenak ia memandangi jam dinding yang berdetak dalam kesunyian, malam sudah menunjukkan pukul dua puluh dua, tiga puluh menit.
Atun meraih handuk dan segera masuk ke dalam kamar mandi. Guyuran air itu sedikit terburu-buru, ia takut jika Abdul pulang dan mengetuk pintu , ia tidak mau suaminya menunggu di luar terlalu lama.
Ia keluar dengan handuk melilit di tubuhnya. Terasa segar dan lapar, ia menoleh pada pintu yang bisu, tak ada yang memanggil ataupun mengetuknya. Atun bergegas mengganti pakaian.
Lelah, bercampur curiga mulai mengganggunya, bahkan rambut panjang Atun masih belum tersisir sempurna.
Ragu, ia meraih ponsel murahan yang tergeletak di atas kasur. Kemudian menghubungi Abdul suaminya.
Tuuuuttttt..... (suara berkali-kali).
"Kok gak diangkat?" gumam Atun, kemudian mengulang panggilan hingga beberapa kali.
Lelah mengulang, Atun mengetik dan mengirim pesan kepada suaminya. Ia hanya memberi kabar jika akan menginap di rumah Emak malam ini.
"Mana udah larut lagi." Atun bergumam ketika sudah mengunci pintu, ia ragu berjalan sendirian, tapi tak urung pula ia melangkahkan kaki dengan terburu-buru.
Menoleh kiri dan kanan, langkahnya terasa kurang cepat melewati rumah-rumah tetangga yang sudah tertutup rapat. "Kok sepi?" gumamnya di dalam hati, pertigaan jalan pun juga sepi, padahal belum lama ia pulang dan masih banyak anak muda nongkrong di sana.
Samar terdengar suara sepeda motor hingga semakin dekat, sedikit membuat Atun lega, paling tidak masih ada manusia yang terjaga di tengah malam ini, walaupun hanya melewati dirinya saja.
Namun tak jauh sepeda motor tersebut melewatinya, tiba-tiba berhenti.
"Atun!"
Atun menatap pria yang menoleh dirinya. "Siapa?" gumamnya.
"Mau kemana malam-malam begini?" tanya pria itu lagi, ia melepas helmnya.
"Mas Ammar?" Atun segera mendekati kaka iparnya. "Mau ke rumah emak." jawabnya tersenyum lebar.
"Ayok lah, naik." ajak Ammar.
Dengan senang hati Atun menaiki sepeda motor kakak iparnya itu.
"Suamimu kemana?" tanya Ammar di tengah perjalanan tersebut.
"Belum pulang Mas." jawab Atun singkat seadanya.
"Bukannya dia itu kerjanya siang?" tanya Ammar lagi, motor yang mereka tumpangi sudah berhenti di depan rumah emak.
"Ia, katanya sering ada kerjaan tambahan."
Pria itu memicingkan matanya, sejenak ia terdiam memandangi punggung Atun hingga menghilang di balik pintu.
"Tun, syukurlah kamu datang. Itu pipinya emak semakin bengkak dan merah. Mbak jadi takut!" ucap Ajeng dengan khawatir.
Benar saja, pipi emak Rodiah semakin bengkak dan merah, lebih kencang dari sebelumnya.
"Gimana Mbak?" tanya Atun menatap bingung emaknya.
"Astaghfirullah Emak." gumam Ammar, kedua wanita itu menoleh.
"Mas." panggil Ajeng, segera meraih tangan suaminya, wajahnya tampak sumringah menyambut kedatangan Ammar.
"Sebaiknya kita bawa Emak ke dokter sekarang." ucap Ammar lagi.
"Tapi emak begitu kesakitan Mas." Atun meringis melihat emaknya menangis.
"Aku akan menghubungi Bima." Ammar merogoh kantong celananya, ia segera menekan benda pipih itu untuk menghubungi saudara iparnya.
"Ayo Mbak, kita siapkan pakaian emak." Atun mengajak Ajeng untuk mengganti pakaian emaknya yang sudah tidak karuan, begitu pula rambutnya, diikat kuat agar tidak terlihat seperti gelandangan. Kasihan.
Tak lama kemudian, Suara deru mobil sudah terdengar di depan rumah emak.
Ammar membopong tubuh ringkih mertuanya yang bawel dan galak itu, kali ini perempuan paruh baya yang tampak lebih keriput itu tidak memberontak, hanya suara tangis dan meringis yang terdengar dari bibirnya.
"Ayok Tun, kamu juga ikut!" ajak Ajeng kepada adik bungsunya.
Atun mengangguk, ia mengunci pintu dan segera bergabung dengan kakak-kakaknya.
"Kok bisa parah begitu?" ucap Bima membuka obrolan diantara mereka.
"Itu akibatnya emak terlalu keras kepala, Ndak mau diajak berobat ke rumah sakit." kesal Rara, ia tampak cuek, tanpa menoleh emaknya yang duduk di belakang bersama Ajeng dan Atun.
Tidak lama kemudian, mereka sudah tiba di sebuah klinik kesehatan.
Dokter pun memeriksa semua yang terasa sakit di wajah Emak, baik itu gigi, gusi dan pipi, dokter sampai mengernyitkan keningnya beberapa kali. Entah itu karena heran dengan bengkak yang begitu besar, atau memang bau mulut Emak Rodiah yang sudah lama tak sikat gigi.
"Bagaimana Dok?" Rara sudah tidak sabar mengetahui apa penyakit emaknya.
"Oh." Dokter tersebut meletakkan senter di tangannya. "Begini, Selain gigi yang memang berlubang dan nyaris habis, gigi bagian bawah Bu Rodiah juga meninggi. Akarnya lebih menonjol ke atas akibat deretan gigi atas yang sudah tidak rata. Itu biasa terjadi. Selain memang gigi ini bermasalah, faktor umur pun bisa menjadi salah satu penyebabnya akar-akar gigi lebih memanjang ke atas, sebelum akhirnya goyang dan terlepas." dokter itu menjeda.
Tak hanya Rara, Ajeng, Atun, Ammar dan Bima yang menunggu di luar dapat mendengar penjelasan dokter karena pintunya memang sengaja di buka. Mereka masih diam, bingung.
"Tapi di bagian pipi ibu anda, terdapat bisul yang cukup besar. Sepertinya nanah di dalamnya terjebak, dan harus di lakukan bedah kecil agar bisa mengeluarkan kotorannya." jelas dokter tersebut.
"Enggak Dok! Aku tidak mau di bedah!" sahut emak Rodiah memegangi pipinya.
"Mak, kalau tidak di bedah sakitnya akan semakin lama!" kesal Rara.
"Pokoknya emak tidak mau!" tolak emak lagi.
"Begini saja Bu, saya akan memberikan obat untuk mengempeskan bengkaknya. Nanti kalau sudah tidak bengkak ibu bisa datang lagi kemari. Jika nanah yang terjebak itu masih tidak keluar juga, kita akan keluarkan dengan alat medis. Lukanya tidak akan besar seperti ketika masih bengkak."
"Pokonya aku tidak mau di bedah-bedah. Ndak Mau!" Emak Rodiah masih keras kepala.
"Ya sudah, ini obatnya, semoga nanti bisulnya sembuh setelah meminum obat ini ya Bu." Dokter tersebut memberikan beberapa obat.
"Terimakasih Dok." Rara mengambil obat tersebut lalu membayarnya.
"Pokoknya ibu tidak mau!" rutuk Emak Rodiah ketika mereka sudah berada di dalam mobil.
"Terserah emak!" sahut Rara.
Mobil mereka melaju tapi tidak pulang ke rumah emak.
"Lho, ini kita kemana?" Atun tampak bingung, menoleh ke kanan dan kiri.
seumur hidup itu terlalu lama untuk mendampingi org yg kecanduan judi ..sudah dihancurkan kenyataan jgn lah meninggikan harapan mu Tun 😌😌
Dibalik lelaki yg sukses ,ada wanita yg terkedjoet dibelakang nya..sukses dah si Abdul bikin kejutan buat emak nya sama kamu Tun..dan tunggu aja akan ada kejutan lain nya /Pooh-pooh//Pooh-pooh/
judul nya ganti Istri Ayahku ternyata Ibuku,dan Ayahku ternyata Laki Laki 🙀😿
orang kaya emang suka begitu, lagunya tengil..kek duit nya halal aja ( kasino warkop )