Ibrahim, ketua geng motor, jatuh cinta pada pandangan pertama pada Ayleen, barista cantik yang telah menolongnya.
Tak peduli meski gadis itu menjauh, dia terus mendekatinya tanpa kenal menyerah, bahkan langsung berani mengajaknya menikah.
"Kenapa kamu ingin nikah muda?" tanya Ayleen.
"Karena aku ingin punya keluarga. Ingin ada yang menanyakan kabarku dan menungguku pulang setiap hari." Jawaban Ibra membuat hati Ayleen terenyuh. Semenyedihkan itukah hidup pemuda itu. Sampai dia merasa benar-benar sendiri didunia ini.
Hubungan mereka ditentang oleh keluarga Ayleen karena Ibra dianggap berandalan tanpa masa depan.
Akankah Ibra terus berjuang mendapatkan restu keluarga Ayleen, ataukah dia akan menyerah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 19
Mungkin bagi semua orang, pagi ini biasa saja, tapi tidak bagi Ayleen. Rindu membuatnya tergesa-gesa ingin sampai di kampus. Dan ketika mobil yang dikendarai ayah berhenti dilampu merah, harapannya besar bisa melihat Ibra yang tiba-tiba muncul disebelahnya seperti kemarin. Tapi harapanya itu tak menjadi nyata karena tak ada sosok yang dia rindukan itu. Bahkan ketika mobil yang dia tumpangi sudah sampai didepan kampus, tak ada sosok Ibra yang dia harap mengikuti seperti kemarin.
Sedikit tergesa gesa, dia berjalan menuju gedung A. Dia hafal dimana tempat tongkrongan anak Joker, pasti Ibra sudah ada disana seperti hari-hari sebelumnya.
Tapi lagi-lagi, dia hanya bisa menelan kekecewaan. Tak tampak satupun anak Joker disana. Entah pada kemana mereka semua.
Puk
Mata Ayleen langsung berbinar saat seseorang menepuk bahunya.
"Kak I_" Kalimatnya menguap diudara saat dia menoleh, ternyata Dian yang tadi menepuk bahunya.
"Kak, sejak kapan kamu manggil aku Kak?" Dian mengernyit bingung.
Ayleen tersenyum simpul. Untung dia belum menyebut nama Ibra. Kalau tidak, Dian pasti jadi wartawan dadakan.
"Jangan-jangan kamu ngirain aku orang lain ya?" tebak Dian sambil menyeringai.
"Enggak, apaan sih," sangkal Ayleen. "Emang aku gak boleh ya, manggil kamu Kak. Kamu kan lebih tua dari aku."
"Lebih tua?" Dian terlihat tak suka dengan kalimat itu. "Beda 1 bulan dianggap lebih tua, heis..."
"Hehehe, becanda." Ayleen menarik kunciran Dian sampai lepas.
"Ish, kebiasaan," gerutu Dian.
"Makanya jangan ngambekan, ntar beda sebulan sama aku, kelihatan kayak beda 5 tahun." Ayleen tertawa ngakak sambil lari agar tak kena cubitan sahabatnya itu.
Sampai semua kelas hari ini selesai, Ayleen tak melihat Ibra sama sekali. Jika biasanya cowok itu akan muncul tiba-tiba tanpa diundang, tidak untuk hari ini. Entah dimana cowok itu, jangankan batang hidungnya, satu pesanpun tak ada yang masuk. Mendadak seperti hilang ditelan bumi.
"Leen, Kak Ibra tuh."
Mendengar nama Ibra disebut, Ayleen yang sedang jalan nunduk langsung mengangkat wajahnya. Tak pelak Dian langsung tertawa ngakak.
"Seharian lemes, gak semangat, ternyata nungguin Kak Ibra," Dia menyebikkan bibir. Merasa telah berhasil mengetahui isi hati terdalam sahabatnya itu. "Kak Ibra jurusan apaan sih, Leen? Kali aja dia masih ada kelas. Gimana kalau kita nyamperin dia dikelasnya." Ayleen reflek melotot. Ide yang benar-benar konyol.
"Dih, malu-maluin banget. Dimana harga diri aku sebagai cewek kalau nyemperin cowok."
"Ya daripada kamu seharian galau mulu. Eh Leen, emang kalian udah jadian?"
Ayleen menggeleng, diantara mereka memang belum ada kata jadian, meski Ibra terang-terangan menyatakan cinta, bahkan berani melamarnya.
"Aku heran deh Leen, kamu biasanya susah banget dideketin cowok. Sama Kak Ibra kok kayak langsung luluh gitu aja?" Ayleen juga bingung. Dia bukan tipe orang yang gampang jatuh cinta. Sampai sekarang, dia belum pernah ngerasain yang namanya jatuh cinta. Baru dengan Ibra inilah, dia merasanan debaran aneh dan rindu berat. Mungkinkah ini yang dinamakan cinta?
Langkah kaki Ayleen dan Dian seketika terhenti saat 2 orang cewek menghadang jalannya.
"Lo yang namanya Ayleen?" tanya salah satu dari mereka. Tak tampak keramahan sedikitpun diwajahnya, membuat Dian jadi sedikit takut. Ya, cewek itu memang paling anti nyari masalah, apalagi sama senior.
"Iya, ada perlu apa?" sahut Ayleen datar.
"Kenalin, gue Putri." Cewek itu mengulurkan tangannya kearah Ayleen.
Ayleen bergeming, mungkinkah ini Putri yang sama yang dulu disebut Reza dan Lidia?
Melihat temannya malah melamun dan tak kunjung menjabat tangan Putri, Dian langsung menyenggol lengannya. Ayleen terkesiap dan langsung menjabat tangan Putri sambil menyebutkan nama.
"Gue denger, lo pernah diajak Ibra ke basecamp Joker. Kalian ada hubungan apa?" Yang ditanya Ayleen, tapi yang menanggapi berlebihan malah Dian. Cewek itu sampai melongo, menutup mulutnya dengan telapak tangan mendengar Ayleen pernah ke basecamp joker.
"Aku hanya main aja."
Putri yang saat itu melipat kedua lengan didada, langsung tersenyum sinis. Ibra ngajak cewek ke basecamp, mau diajak main ular tangga hingga wajahnya penuh lipstik, hanya untuk wanita yang berstatus teman, rasanya dia tak yakin cowok itu mau melakukannya.
"Lo suka sama Ibra?" tanya Putri to the poin.
Ayleen tak bisa menjawab, karena dia sendiri bingung dengan perasaannya. "Gue cuma mau nyaranin, buang jauh-jauh rasa itu. Lo dan Ibra itu gak cocok, kalian berbeda. Anak rumahan kayak lo, gak cocok buat dia."
"Apa yang membuat kita berbeda?" Ayleen tak mau diam dan dianggap anak rumahan yang lemah. "Kita sama-sama makan nasi, dan sama juga menginjak bumi dan menghirup udara buat napas."
Putri dan temannya langsung ngakak mendengar jawaban polos Ayleen.
"Bukan itu yang gue maksud," sahut Putri. "Lo gak tahu seperti apa kehidupan Ibra. Hidup dia keras, gak kayak hidup lo yang lempeng, yang lurus-lurus aja. Kalian gak cocok. Jadi mending lupain dia. Ibarat tanaman, susah kalau harus nyabut saat sudah besar dan berakar banyak, lebih baik dicabut saat masih tunas, lebih gampang. Lo paham kan maksud gue?" Putri mengusap bahu Ayleen, seperti menyingkirkan kotoran dari sana.
"Makasih atas sarannya," sahut Ayleen.
"Bagus kalau lo paham. Gue hanya kasihan aja sama lo, gak mau lo patah hati dan nangis-nangis pada akhirnya karena gak bisa sama Ibra."
"Udah Put, cabut yuk," ajak Vania, temen Putri. "Dia udah mau nangis tuh, kasihan." Dia tersenyum mengejek kearah Ayleen. Membuat Ayleen benar-benar muak. Siapa juga yang mau nangis. "Oh iya, anak Joker kok pada gak ada semua sih?" Vania celingukan kearah tongkrongan anak joker.
"Pasti masih pada teler mereka. Semalem Ibra kan menang balapan. Dan dini hari tadi, mereka langsung party ngerayain kemenangan Ibra."
Ayleen akhirnya tahu, kenapa Ibra tak ada di kampus.
"Eh, lo kok kayak kaget gitu sih?" tanya Vania sambil lagi-lagi tersenyum mengejek. "Jangan bilang kalau lo gak tahu semalam Ibra menang balapan?"
"Ya pastilah dia gak tahu," sahut Putri. "Buat apa Ibra ngasih tahu dia. Emang dia bisa ngasih dukungan apa. Dateng ketempat balapan? Ya kali dibolehin sama emak bapaknya. Palingan jam 9 malem dia udah dikunciin dikamar, maklum anak mama," ejek Putri.
Ayleen meremat ujung blousenya. Kenapa dia kayak orang bodoh gini sih. Semalam hingga hari ini, sibuk mikirin Ibra, tapi yang dipikirin malah sibuk parti dan gak inget sama dia.
"Sekarang lo sadarkan," Putri mendorong bahu Ayleen dengan telunjuknya. "Lo gak pantes buat Ibra. Lo gak usah kepedean ngerasa Ibra suka sama lo. Nyatanya, dia gak ngasih tahu apa-apakan sama lo tentang apa aja yang dia lalukan."