Lahir di sebuah keluarga yang terkenal akan keahlian berpedangnya, Kaivorn tak memiliki bakat untuk bertarung sama sekali.
Suatu malam, saat sedang dalam pelarian dari sekelompok assassin yang mengincar nyawanya, Kaivorn terdesak hingga hampir mati.
Ketika dia akhirnya pasrah dan sudah menerima kematiannya, sebuah suara bersamaan dengan layar biru transparan tiba-tiba muncul di hadapannya.
[Ding..!! Sistem telah di bangkitkan!]
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bayu Aji Saputra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Melawan Penyihir Gelap
Pertarungan di antara Kaivorn dan pria tua itu mencapai puncaknya, aura mereka saling menekan, menggetarkan udara seolah-olah dunia di sekitar mereka runtuh.
Pria tua itu menarik napas dalam, matanya yang berkilat penuh kebencian menatap tajam ke arah Kaivorn.
"Kau bocah sialan…," gumamnya dengan suara rendah, tangan gemetar saat energi kegelapan menyelimuti tubuhnya.
Sementara itu, Kaivorn berdiri dengan tubuh tegak dan angkuh, auranya memancar dengan kekuatan dahsyat, tubuhnya terbungkus cahaya merah darah yang berdenyut pelan namun penuh ancaman.
"Kau tidak akan meninggalkan tempat ini hidup-hidup," bisiknya, nyaris tanpa emosi.
Pria tua itu, tanpa memperlambat gerakannya, mengangkat kedua tangannya ke langit-langit, mengerahkan seluruh kekuatan sihir hitam yang ia miliki.
Langit di atas mereka seolah-olah retak, tertutup oleh bayang-bayang kelam yang memekat.
Angin kencang bertiup, menghantam kota di bawah mereka dengan kekuatan yang tidak alami.
Kaivorn, yang masih berdiri tegak di tengah badai ini, hanya menatap, tidak bergeming sedikit pun.
"Death wave," gumam pria tua itu pelan, diikuti oleh sebuah teriakan keras yang memekakkan telinga. "WILL KILL YOU!!"
Tangannya yang kini terbalut oleh energi hitam murni, menghantam tanah dengan satu pukulan keras.
Getaran besar menghantam seluruh kota.
Tanah di bawah kaki mereka mulai retak dan pecah, membentuk celah-celah besar yang seolah akan menelan bangunan dan jalan di sekitarnya.
Dari retakan tersebut, semburan energi hitam meledak keluar, menghantam segala sesuatu yang ada di dekatnya.
Rumah-rumah warga hancur, jalan-jalan menganga, dan suara jeritan warga kota mulai terdengar jelas.
Tubuh Kaivorn melayang sedikit di udara, bergerak dengan kecepatan yang tak terbayangkan.
Dia menghindari ledakan demi ledakan dengan lompatan yang begitu cepat dan akrobatik, seolah-olah gravitasi tidak memiliki kuasa atasnya.
Setiap gerakannya begitu mulus, penuh dengan keseimbangan dan ketepatan.
Pria tua itu mendengus, "Sudah cukup menghindarnya, Kaivorn!"
Tiba-tiba, dari tangan kanannya, tercipta sebuah pusaran energi hitam yang langsung meledak dengan ledakan besar.
Kaivorn memutar tubuhnya, berputar 180 derajat di udara, nyaris seperti penari di medan perang, menghindari ledakan tersebut dengan ketepatan sempurna.
Tanpa memberi waktu kepada musuhnya, dia melesat ke depan dengan kecepatan kilat, pedangnya berkilat dengan aura merah menyala.
Pedang Kaivorn melesat bagaikan kilatan petir, mengarah langsung ke leher pria tua itu.
Namun, sebelum pedang itu mencapai sasarannya, aura gelap yang tebal muncul sebagai penghalang.
Clang!
Suara logam bertemu sihir terdengar begitu keras, memantulkan Kaivorn sedikit ke belakang.
Tapi, tanpa henti, Kaivorn melompat ke samping, gerakannya secepat bayangan yang bergeser dari satu sudut ke sudut lain, membuat pria tua itu kehilangan targetnya.
Sekali lagi, pedang tipis Kaivorn berayun dengan presisi tinggi, kali ini mengincar kaki pria tua itu.
Pria tua tersebut tersentak mundur, tapi Kaivorn sudah mendahului gerakannya, berputar dengan indah dan mengayunkan pedangnya dari bawah.
Gerakan itu begitu cepat dan akurat, bahkan mata manusia biasa tidak akan mampu mengikutinya.
Pria tua itu mengerang, melompat ke belakang. "Sialan!"
Dia menggerakkan tangannya lagi, dan tiba-tiba sebuah ledakan energi hitam meletus dari tubuhnya.
Kali ini, ledakannya jauh lebih besar, menghancurkan gedung-gedung di sekitarnya dan membuat tanah di bawah mereka pecah lebih parah.
Jalan-jalan kota bergemuruh, bangunan runtuh seperti pasir.
Warga kota mulai berlarian dalam kepanikan.
Sementara itu, Raivan Vraquos, memimpin sekelompok ksatria untuk mengevakuasi penduduk.
“Cepat! Semua orang, keluar dari kota!” teriaknya kepada warga yang berlarian di sepanjang jalan.
Rambut putih indahnya tergerai liar karena angin kencang yang disebabkan oleh ledakan sihir di kejauhan.
Meski Raivan penuh dengan kekhawatiran tentang keselamatan Kaivorn, dia tetap fokus pada misi evakuasi.
Calista, dengan tatapan tegas, berlari bersama Raivan.
Gaun panjangnya melambai-lambai tertiup angin. "Ksatria Count Valmont sudah menyiapkan barisan di luar gerbang kota. Kita harus mengarahkan warga ke sana!" katanya cepat.
Saat ini, kepribadian lembutnya belum tergantikan oleh kepribadian Archmage di dalam dirinya, namun aura magis di sekelilingnya sudah mulai terasa meningkat, seolah instingnya merespons bahaya yang terus mendekat.
Di belakang mereka, seorang ksatria dari pasukan Count Valmont mendekat.
"Tuan dan Nona! Kota ini akan hancur jika pertempuran itu terus berlanjut!" katanya, suaranya penuh kepanikan.
Raivan mengangguk tegas. "Maka kita harus mempercepat evakuasi! Jangan sampai ada warga yang tertinggal!"
Namun, situasi di dalam kota semakin buruk.
Setiap kali Kaivorn dan pria tua itu bertukar serangan, kota itu runtuh sedikit demi sedikit.
Kaivorn, dengan gerakan akrobatiknya, terus melompat dan berputar di udara, menghindari serangan hitam yang mematikan dari lawannya.
Setiap serangan pedang yang ia lancarkan seperti tarian di medan perang, penuh dengan keindahan dan kematian.
Setiap gerakannya adalah kombinasi antara seni dan kekuatan mematikan yang begitu efektif.
Pada saat pria tua itu menyerang lagi dengan ledakan energi yang lebih kuat, Kaivorn mengaktifkan teknik rahasia dari keluarga Vraquos.
Cahaya merah di pedangnya menyala lebih terang, berdenyut, seolah-olah mengalir bersama detak jantungnya.
Dalam sekejap, Kaivorn berubah menjadi angin yang tak terlihat, bergerak dengan kecepatan luar biasa dan tiba-tiba muncul di sisi lawannya.
Dia mengayunkan pedangnya dengan satu gerakan halus dan cepat, memotong udara dengan suara berdesing yang tajam.
"Vraquos Sword Technique: Blade of the Crimson Gale," gumamnya pelan, sebelum pedangnya menyentuh sasaran.
Pria tua itu mencoba menangkisnya dengan kekuatan sihir hitam, namun Kaivorn sudah mengantisipasi gerakan itu.
Pedangnya menyusup melalui celah-celah dalam pertahanan musuh, menghasilkan luka panjang di sisi kiri tubuh pria tua itu.
Darah hitam memancar keluar, bercampur dengan asap sihir yang menetes dari luka.
"ARGHH!!" pria tua itu meraung marah, suaranya menggetarkan tanah.
Dengan kemarahan yang semakin memuncak, pria tua itu mengumpulkan energi hitam yang jauh lebih besar dari sebelumnya.
Tubuhnya mulai memancarkan aura kegelapan yang begitu pekat, membuat cahaya kota itu seolah-olah tenggelam dalam bayangan yang tak terpecahkan.
"AKU AKAN MENGUBURMU DI SINI, KAIVORN VRAQUOS!" teriaknya, kedua tangannya terbuka lebar.
Dari tanah, bangunan, dan segala sesuatu di sekitarnya, energi hitam berkumpul menjadi satu pusaran besar.
Kota itu bergetar hebat, tanah retak dan runtuh, sementara bangunan-bangunan yang tersisa mulai runtuh satu demi satu.
Warga kota yang belum sempat melarikan diri berteriak dalam ketakutan, beberapa dari mereka tertelan oleh tanah yang hancur, yang lain terbunuh oleh reruntuhan bangunan.
Calista, yang masih membantu evakuasi, menatap langit dengan mata terbelalak.
"Kita tidak punya waktu lagi!" jeritnya, menyadari bahwa situasi semakin di luar kendali.
Raivan, dengan ekspresi tegas, segera memanggil para ksatria Valmont untuk mempercepat evakuasi. “Cepat! Jangan ada yang tertinggal! Kota ini akan tenggelam!”
Kaivorn menyadari bahwa dia harus menyelesaikan pertarungan ini dengan cepat, atau seluruh kota akan hancur.
Dia mengangkat pedangnya tinggi-tinggi, dan aura merah di sekitarnya mulai berdenyut lebih cepat, semakin memadat.
Energi yang terpancar dari tubuhnya begitu kuat hingga tanah di bawahnya tertekan, menciptakan cekungan di bawah kakinya.
Pedang Kaivorn tampak berkilau lebih terang, menyala dengan api putih yang penuh kekuatan destruktif.
Dia menatap pria tua itu dengan dingin, lalu menatap kota di belakangnya, yang hampir habis oleh kehancuran.
Pria tua itu menciptakan pusaran hitam yang semakin membesar, melahap segala sesuatu di sekitarnya.
Angin berdesing kencang, membawa serpihan bangunan dan debu-debu reruntuhan.
Dengan energi sihir hitam yang membara, dia menyeringai penuh kemenangan.
“Semua ini berakhir sekarang, Kaivorn!” teriaknya.
Pusaran itu bergerak cepat ke arah Kaivorn, menciptakan kehancuran di setiap jengkal tanah yang dilaluinya.
Kaivorn melompat tinggi ke udara, seolah melayang tanpa hambatan.
Tubuhnya berputar di udara, pedangnya bersinar lebih terang, meninggalkan jejak cahaya merah di setiap lintasan.
Dalam satu gerakan indah, Kaivorn meluncur menuju pusaran itu.
Dia menebas ke depan dengan pedangnya, membelah energi hitam di hadapannya seperti membelah air.
Kedua kekuatan itu bertabrakan, menciptakan ledakan dahsyat yang mengguncang seluruh kota.
Gelombang kejutnya begitu kuat sehingga bangunan-bangunan yang tersisa runtuh dalam sekejap, tanah terbelah lebih dalam, dan angin ledakan menghantam warga yang belum sempat melarikan diri.
Raungan ledakan itu membuat telinga mereka berdenging, dan tanah di bawah kaki mereka berguncang hebat.
"Tuan Muda Kaivorn!" Raivan berteriak dari kejauhan, matanya penuh kekhawatiran.
Dia ingin melompat masuk ke dalam pertempuran, tetapi tahu bahwa kekuatan di medan itu berada di luar jangkauannya.
Alih-alih, dia berlari ke arah Calista, yang sedang membantu para ksatria Valmont mengevakuasi warga yang tersisa.
"Kita harus menjauhkan warga secepat mungkin!" teriaknya.
Calista, yang matanya dipenuhi kilatan kepribadian Archmage-nya, mengangguk.
Dengan satu gerakan tangan, dia menciptakan perisai magis besar yang melindungi para warga dari reruntuhan yang berjatuhan.
Energi magisnya begitu kuat hingga tanah di bawahnya bergemuruh, namun wajahnya tetap tenang dan fokus.
"Evakuasi secepatnya! Dia tidak bisa menahan ini lebih lama lagi!" katanya tegas, matanya bersinar dengan aura sihir putih yang menandakan kebangkitan Archmage dalam dirinya.
Raivan menatap Calista penuh keterkejutan, "Apakah ini yang membuat Tuan Muda menyuruhku berhati-hati dengan diriny?" pikirnya. "Hanya karena dia seorang penyihir?"
Di tengah kekacauan tersebut, Kaivorn meluncur kembali ke tanah dengan kecepatan luar biasa.
Setiap gerakannya terasa seperti tarian perang yang sempurna; tidak ada gerakan yang sia-sia.
Kakinya mendarat dengan mulus di atas tanah yang telah hancur, dan dalam sekejap dia mengangkat pedangnya kembali.
Aura merah darah yang mengelilingi pedang itu kini semakin pekat, memancarkan kilatan yang sangat mematikan.
Kaivorn menarik napas dalam, fokusnya tak terpecahkan.
"Pedang Vraquos yang sesungguhnya…" dia bergumam pelan, suaranya hampir tenggelam di tengah gemuruh kehancuran.
Dia mengerahkan semua kekuatannya ke dalam pedangnya, dan dalam sekejap, energi merah meledak dari tubuhnya, mengalir deras ke dalam bilah pedangnya.
Pria tua itu menyadari ancaman yang mendekat.
Dengan teriakan marah, dia mengumpulkan semua energi hitam yang tersisa, memadatkannya menjadi bola besar di atas kepalanya.
"KAU AKAN MATI, KAIVORN!" teriaknya, mendorong bola energi hitam itu ke arah Kaivorn dengan kekuatan penuh.
Kaivorn menatapnya tanpa sedikit pun keraguan.
Dalam satu gerakan cepat, dia mengangkat pedangnya tinggi-tinggi, dan dari bilah pedang itu, sebuah serangan berbentuk sabetan angin merah raksasa melesat keluar, terbang langsung menuju bola energi hitam tersebut.
Benturan antara dua serangan itu menghasilkan ledakan luar biasa yang mengguncang seluruh kota.
Cahaya merah dan hitam bercampur di udara, berputar, dan meledak dalam ledakan mematikan yang menghancurkan segala sesuatu di sekitarnya.
Rumah-rumah yang masih berdiri runtuh dalam hitungan detik, tanah di bawah mereka pecah lebih dalam lagi, dan warga yang belum sempat melarikan diri tersapu oleh gelombang energi yang menghancurkan.
Suara ledakan itu memekakkan telinga, membuat semua orang yang ada di dekatnya terdiam dalam kengerian.
Raivan dan Calista menyaksikan dari kejauhan, mata mereka terbuka lebar melihat kehancuran yang terjadi di depan mata mereka.
Para ksatria Valmont yang tersisa berlari lebih cepat, berusaha membawa warga yang tersisa menjauh dari kota yang sudah hancur.
Ketika debu akhirnya mulai mereda, Kaivorn berdiri di tengah reruntuhan kota.
Pria tua itu terbaring di tanah, tubuhnya terkoyak oleh serangan terakhir Kaivorn.
Energi hitam yang sebelumnya melingkupi tubuhnya kini menghilang, menyisakan sosoknya yang rapuh dan tak berdaya.
Kaivorn berjalan perlahan mendekati pria itu, pedangnya masih terangkat tinggi, dan aura merah di sekitarnya mulai meredup.
"Kau sudah selesai," katanya dengan suara dingin, tanpa sedikit pun belas kasihan.
Pria tua itu terengah-engah, matanya penuh kebencian, meski tubuhnya sudah hancur. "Aku kalah…??"
Kaivorn hanya menatapnya sebentar, lalu mengayunkan pedangnya untuk terakhir kalinya.
Pria tua itu terdiam, tubuhnya runtuh ke tanah, mati.
Raivan dan Calista akhirnya tiba di tempat Kaivorn berdiri. Raivan menatap kota yang hancur, wajahnya penuh keprihatinan.
“Kota ini…,” gumamnya, tak mampu menyembunyikan kesedihannya atas kehancuran yang terjadi.
Kaivorn menyarungkan pedangnya kembali, wajahnya dingin dan penuh ketegasan.
"Tidak ada pilihan lain," jawabnya datar. "Jika aku tidak menghentikan dia, seluruh wilayah ini akan binasa."
Calista mendekat, menatap Kaivorn dengan tatapan lembut meski masih dipenuhi kekhawatiran. "Kita harus segera mengevakuasi lebih banyak warga. Kota ini sudah tidak bisa dipertahankan."
Kaivorn mengangguk, "Kau benar."
"Raivan," panggil Kaivorn, "ajak para ksatria dan bantu mereka mengamankan wilayah ini. Kita harus memastikan tidak ada warga yang tertinggal."
Raivan mengangguk cepat, lalu memimpin para ksatria dan warga yang tersisa menjauh dari reruntuhan kota.
Sementara itu, Kaivorn dan Calista berdiri di atas puing-puing, memandang kota yang hancur lebur di depan mereka.
Kota itu kini hanyalah bayang-bayang dari apa yang dulu ada.
Di sekitarnya, awan kelam menggantung rendah di langit, seolah-olah mencerminkan kehancuran yang baru saja terjadi.
Wajah tampan Kaivorn terkena angin lembut, rambut putihnya berkibar lembut.
Mata merahnya melirik ke arah Count Valmont dan ksatrianya.
"Sialan..." gerutunya dalam hati, ekspresinya terlihat tenang. "Apakah aku harus ganti rugi?"