Ketika yang semua orang anggap hanya omong kosong menyerbu dari utara, saat itulah riwayat Suku Gagak menemui akhirnya.
Tanduk Darah, iblis-iblis misterius yang datang entah dari mana, menebar kekacauan kepada umat manusia. Menurut legenda, hanya sang Raja Malam yang mampu menghentikan mereka. Itu terjadi lima ribu tahun silam pada Zaman Permulaan, di mana ketujuh suku Wilayah Pedalaman masih dipimpin oleh satu raja.
Namun sebelum wafat, Raja Malam pernah berkata bahwa dia akan memiliki seorang penerus.
Chen Huang, pemuda bernasib malang yang menjadi orang terakhir dari Suku Gagak setelah penyerangan Tanduk Darah, dia tahu hanya Raja Malam yang jadi harapan terakhirnya.
Apakah dia berhasil menemukan penerus Raja Malam?
Atau hidupnya akan berakhir pada keputusasaan karena ucapan terakhir Raja Malam hanya bualan belaka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arisena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode : 24 — Tamu Tak Diundang
Bosan menunggu, Bai Li berbisik di telinga Chen Huang. "Apa maksudnya terbang, kegelapan dan bentangkan sayap tadi?" Dia mencoba menahan suaranya sepelan mungkin, seperti para gadis yang suka bergosip di sumur-sumur belakang rumah mereka.
"Itu tanda, semua suku harus mengetahuinya," jelas Chen Huang. "Setiap suku memiliki semboyan dan seruan perangnya masing-masing. Tadi kami hanya saling bertukar semboyan dan seruan perang, untuk memastikan bahwa kita bukan orang yang sedang menyamar."
"Kenapa milik mereka dua kali selalu sama?"
"Karena semboyan dan seruan perang Suku Langit memang sama. Diam, beliau sudah datang." Chen Huang mengakhiri bisik-bisik itu dengan berdiri dan menjura.
Bai Li tak ada pilihan lain selain mengikuti.
Lelaki lima puluhan tahun itu bernama Cia Yan, dialah pemimpin Suku Langit sekarang ini.
Di belakangnya, berdiri tiga orang bermuka hampir sama. Chen Huang menduga darah mereka berasal dari orang yang sama.
"Aku sudah dengar dari para penjaga," Cia Yan membuka suara ketika mereka sudah kembali duduk. "Kau benar-benar dari Suku Gagak? Siapa namamu, Nak?"
"Chen Huang."
"Siapa yang menghancurkan Suku Gagak?"
Bai Li melotot tanpa sadar. Dia tersinggung karena selain tak diacuhkan, pria tua yang pantas menjadi cucunya ini juga tidak mengenalkan nama dan langsung bertanya ke inti permasalahan.
Akan tetapi, Chen Huang tak terlihat keberatan. "Ini adalah ancaman untuk semua suku, bahkan mungkin seluruh dunia. Maka dari itu saya wajib mengatakannya." Pemuda itu menarik napas panjang. "Yang menyerbu kami adalah Tanduk Darah."
"Mustahil," gumam salah satu pemuda yang berdiri di belakang Cia Yan.
"Saya berpikir begitu," cetus Chen Huang, "tapi tak lama setelahnya, saya sadar kalau itu bukan mimpi."
Cia Yan mengangguk-angguk dengan mata terpejam. "Masa damai Wilayah Pedalaman sudah cukup lama."
"Terakhir kali, kami Suku Gagak harus berseteru dengan Naga." Ketika mengatakan ini, entah kenapa Chen Huang merasakan kemarahan mendadak. "Itu bukan masa damai bagi kami."
"Tapi kalian sudah berdamai beberapa tahun lalu, kan?"
"Di atas kertas, iya." Chen Huang menekankan kata kertas.
Cia Yan kembali mengangguk-angguk. "Ini ketiga putraku. Yang paling tua, Cia Kun, kemudian adiknya Cia Yang, lalu yang bungsu, Cia Houw. Dan aku sendiri, Cia Yan." Baru pada saat itulah Cia Yan seolah menyadari kehadiran Bai Li. "Oh, siapakah si manis ini?"
Kurobek mulutmu, Bocah! Bai Li mengepalkan tangan di bawah meja, hanya Chen Huang yang dapat melihat. Pemuda ini menekan pergelangan Bai Li dengan kukunya.
"Hayo manis, jawablah," ujar Chen Huang menyiramkan minyak ke dalam api tanpa sepengetahuannya.
Sejenak, tubuh Bai Li bergetar. Perkataan yang keluar seolah mengandung dendam tak terbalaskan. "Bai Li."
"Kau tak memakai mantel gagak?"
"Hanya saya yang selamat," potong Chen Huang cepat. "Dia menjadi saudara sesumpah saya ketika saya melakukan pengembaraan. Jadi, tak ada lagi mantel bulu."
"Oh ...." Cia Yan kembali mengangguk-angguk. "Seperti kataku tadi, perdamaian Wilayah Pedalaman sudah cukup lama, dan Naga memang sering cari perkara. Tapi, kini kita kedatangan tamu tak diundang dari selatan."
Tubuh Chen Huang dan Bai Li menegang seketika, ini benar-benar kabar yang tak terduga.
Sepanjang pengetahuan Chen Huang, hampir tidak pernah ada orang selatan yang datang ke Wilayah Pedalaman kecuali tersesat di jalan. Kalaupun ada yang datang secara sengaja, mereka pastinya hanya datang, tak lebih, apalagi untuk mengacau.
Namun, tamu tak diundang, itu hanya menandakan bahwa Cia Yan sedang tidak mengatakan sesuatu yang menyenangkan.
"Siapa?" Bai Li bertanya.
"Entah." Lelaki tua itu mengendikkan bahu. "Mereka itu sepasukan orang berjubah biru muda, juga panji-panji berkibar. Panji itu berwarna biru muda dengan gambar pedang berkabut di tengahnya."
"Sekte Pedang Kelabu," gumam Bai Li tanpa sadar. Semua mata memandangnya. "Itu Sekte Pedang Kelabu, sekte besar yang ada di Wilayah Tengah. Mereka datang ke sini ...." Dia menoleh cemas memandang Chen Huang. "Apalagi kalau bukan mencariku?"
"Wah!" Kali ini ketiga putra Cia Yan berseru. Bahkan ayahnya pun terperanjat.
"Mencarimu?" ulangnya.
Bai Li mengangguk. "Aku adalah desersi dari sekte itu, dulunya aku murid mereka."
"Wah, jadi masalahnya ada padamu, ya?" sergah Cia Yang yang berambut pendek seperti ayahnya, juga memiliki rahang tegas dibanding dua anak Cia yang lain.
Cia Yan memandang anaknya dan Bai Li bergantian. "Tunggu, tunggu, tenang ...." Dia melihat sesuatu tidak menyenangkan di sini. "Kita bisa bicarakan baik-baik."
"Memang mereka mencariku, itu sudah pasti." Bai Li tak mencoba mengelak. "Dan kami memang berencana untuk pergi ke selatan. Jadi, gangguan ini terjadi karena kami tak segera pergi meninggalkan Wilayah Pedalaman. Maaf soal itu."
Cia Yang masih terus menekan. "Kau seenaknya bilang maaf?"
Cia Yan mengangkat tangannya. "Cukup! Mereka belum melakukan serangan atau apa pun, belum ada yang dirugikan di sini." Setelah keadaan cukup tenang, Cia Yan melanjutkan. "Tinggallah di sini sampai besok. Kami sudah mengirim utusan untuk menemui mereka dan minta penjelasan. Kehadiran kalian aku yakin akan sangat membantu."
Bai Li menatap Chen Huang, menyerahkan keputusan ini kepadanya.
"Baiklah, sepertinya kami harus merepotkan Anda."
"Anggap rumah sendiri."
...----------------...
Tempat Suku Langit berada adalah di atas bukit tinggi yang saling bersambung. Jika sedikit ke selatan sekitar sepuluh li, maka sudah sampai di kaki Pegunungan Cincin.
Malam hari itu, Cia Kun, putra tertua Cia Yan mengajak Chen Huang pergi berkeliling. Dia bilang ingin bicara, tapi sampai bulan naik tinggi pun pemuda itu masih diam tak bersuara.
"Di sana," Cia Kun menunjuk ketika keduanya berdiri di sebuah puncak bukit tinggi, cukup jauh dari desa. "Kau bisa melihatnya? Sekitar tiga atau lima li dari sini, ada cahaya-cahaya obor."
Chen Huang bisa melihat. Sejak dia menapaki jalan kultivator, matanya jadi lebih tajam tanpa ia kehendaki. "Iya. Itukah Sekte Pedang Kelabu?"
"Siapa lagi?" Cia Kun memandangnya, serius. "Aku ingin menanyakan sesuatu padamu."
"Soal apa?"
Cia Kun menarik napasnya, sedikit berat. "Apa yang sebenarnya kaucari? Maaf, tapi sukumu sudah hancur. Melihatmu selamat dan berjalan-jalan bebas seperti sekarang, bukankah itu amat berbahaya?"
Chen Huang menyunggingkan senyum. Pertanyaan ini sama sekali tidak membuatnya terkejut. "Bukankah kalian lebih berbahaya lagi? Terakhir kali, kami berseteru dengan Naga. Jika mereka mengetahui kalian menyambutku dengan hangat, apa kata mereka?"
"Kami tidak takut!" tegas Cia Kun. "Tapi kami tak berniat cari masalah."
"Pastikan kedatanganku kemari tidak ada yang tahu," pungkas Chen Huang.
"Kau sama sekali belum menjawab pertanyaanku."
Chen Huang menarik napas, tanpa sadar mengeratkan mantelnya ketika angin berembus sedikit kencang. "Kau ada dugaan?"
"Ada," sahutnya cepat. "Aku dan Cia Houw gemar membaca buku, dan kami telah bersepakat sore tadi. Kami menduga, yang sedang kau cari itu ...."
Chen Huang menaikkan alis, menunggu.
"Raja Malam. Apa aku salah?" lanjut Cia Kun dengan hati-hati.
Chen Huang bingung hendak merespon dengan cara apa. Jika dia membenarkan, ada kemungkinan Cia Kun yang tampak serius ini akan menertawakannya dalam hati. Bagaimanapun, banyak orang di Wilayah Pedalaman yang masih kurang percaya tentang Raja Malam dan Zaman Permulaan serta pertempuran lima ribu tahun silam.
Namun, jika dia menyangkal, dia tak ingin berbohong. Kalaupun dilakukan, hal itu justru membuatnya lebih tidak masuk akal.
Akhirnya, Chen Huang membelokkan arah pembicaraan. "Ke mana adik bungsumu itu?"
"Dia cukup pemalu dengan orang baru," jelas Cia Yan, tidak coba mendesak lebih jauh, "tapi kelihatannya dia tertarik dengan saudara sesumpahmu."
Sial! Chen Huang tak tahu harus mengasihani yang mana. "Lupakan soal mereka. Aku penasaran apa yang akan Suku Langit lakukan bila Sekte Pedang Kelabu berkeras ingin lewat?"
"Kami tak masalah, asal mereka ambil jalan memutar. Itu yang ayah katakan."
"Begitu?" tapi ingatan Chen Huang memutar kembali tentang Fang Lan dan penyerangan murid-muridnya tiga kali. "Kau tahu, Sekte Pedang Kelabu tidak hanya sekali datang kemari?"
"Oh, benarkah?" Cia Kun tampak terkejut. "Kami tidak tahu itu."
"Dengan rombongan yang lebih sedikit." Atau mungkin mereka ambil jalan memutar? Chen Huang menyipitkan mata, melihat cahaya obor bergerak menuruni kaki gunung, bergerak ke arah desa. "saranku, kalian jangan biarkan mereka lewat. Itu akan jadi lebih mengerikan kalau mereka berpapasan dengan Serigala atau Naga."
"Kenapa? Kami tak mempermasalahkan pengunjung asal tidak mengganggu kami." Cia Kun nampak tak setuju.
"Kita lihat saja, mereka bukan orang-orang yang ramah. Aku bertemu mereka beberapa kali, dan semuanya menyerang kami."
"Apa? Kalau begitu, aku akan bilang—"
WOOOOOOOOoooooo ....
Tiba-tiba terompet peringatan terdengar dari arah desa, disusul suara terompet lain sebagai sambutan di bukit yang lebih tinggi.
"Kupikir omonganku benar," Chen Huang menggertakkan gigi saat melihat barisan cahaya obor bergerak serentak menuju desa. "Mereka serius? Sungguh?"
"Kita harus lakukan sesuatu!"
Hanya saja untuk development karakter nya aku masih merasa kurang cukup motivasi. Mungkin karena masih perkembangan awal. Akan tetapi, perlahan namun pasti keberadaan Chen Huang di Serigala, kayaknya akan semakin bisa di terima. Aku cukup merasakan bahwa dia saat ini sudah mulai banyak berinteraksi dengan tokoh lainnya.
Aku baca ulang dan ternyata memang ini flashback😅✌🏻