[ OST. NADZIRA SAFA - ARAH BERSAMAMU ]
Kejadian menyedihkan di alami seorang Adiyaksa yang harus kehilangan istrinya, meninggalkan sebuah kesedihan mendalam.
Hari - hari yang kelam membuat Adiyaksa terjerumus dalam kesedihan & Keputusasaan
Dengan bantuan orang tua sekaligus mertua dari Adiyaksa, Adiyaksa pun dibawa ke pondok pesantren untuk mengobati luka batinnya.
Dan di sana dia bertemu dengan Safa, anak pemilik pondok pesantren. Rasa kagum dan bahagia pun turut menyertai hati Adiyaksa.
Bagaimanakah lika - liku perjalanan hidup Adiyaksa hingga menemukan cinta sejatinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reza Ramadhan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24
Beberapa Tahun Yang Lalu.
Sore kini berganti dengan malam yang sangat kelam, seorang perempuan yang adalah Adinda kini duduk di balkon kamarnya. Perempuan itu kini sumringah sembari menatap malam yang penuh bintang.
Lekuk tubuhnya menjadi sedikit gemuk karena sudah beberapa bulan perempuan itu mengandung benih di dalam perutnya. Sembari menyenandungkan sholawat, perempuan yang adalah Adinda kini mengelus perut buncitnya.
Adinda berharap bayi yang akan dilahirkannya nanti akan menjadi sosok anak lelaki yang kandungnya, berwibawa dan juga soleh. Sebuah derit pintu terdengar dari arah pintu kamar.
Tampak sosok bayangan yang kini perlahan mulai mendekat dan tampaklah seorang lelaki yang tengah mengayunkan langkah mendekati Adinda.
Dia adalah Adiyaksa, lelaki itu tersenyum kala mendengar sang istri tengah menyenandungkan sholawat. "Assalamu Alaikum."
Raut wajah sumringah kini di perlihatkan oleh Adinda kala melihat Adiyaksa kini sudah duduk di hadapannya. Lelaki itu menatap perut buncit Adinda. "Assalamu Alaikum, nak."
Adinda menepuk perut buncitnya seolah bayi yang di kandung membalas salam dari Adiyaksa. "Wa Alaikum Salam, Ayah."
Tiba - tiba, Adinda merasakan kontraksi di perutnya. Perempuan itu kini mengaduh kesakitan dan membuat Adiyaksa khawatir. Dengan terburu, Adiyaksa segera menggendong bridal Adinda dan membawanya ke rumah sakit.
Itulah sepotong kenangan Adiyaksa dengan Almarhumah istrinya sebelum meninggal saat melahirkan Damar. Lelaki itu kini membuka kedua matanya sembari melantunkan sholawat bersama para santri.
Mengingat hal tersebut membuat dirinya memantapkan hati untuk kembali ke jalan yang baik demi kehidupannya dan juga Damar di masa mendatang.
Tak lama kemudian, Ustad Ibrahim pun datang dan berdiri di depan mimbar dan Tausiyah pun di mulai.
...🕌🕌🕌...
Sementara di rumah Pak Sapto. Di kamar yang remang - remang terdapat Damar kini tengah duduk di atas ranjang dan sedang duduk manis sembari memegang bingkai foto bergambar Adiyaksa. Wajahnya kini menjadi sendu dan cemberut. Kerinduan yang begitu berat pada ayahnya membuat lelaki itu di landa kegalauan.
"Ayah.. Aku rindu... " Terlihat wajahnya kini sudah penuh oleh air mata dan juga sesenggukan yang entah kapan akan berhenti.
Bunyi derit pintu membuat tangisan bocah itu berhenti. Sebuah bayangan yang ternyata adalah Pak Sapto menghampiri Damar dan duduk di sebelah bocah itu.
Ketika melihat bingkai foto yang di pegang oleh Damar membuat Pak Sapto pun mengerti kalau bocah itu sangat merindukannya.
Lelaki itu pun mulai mengajak cucunya itu berbicara. "Kenapa kau menangis?"
"A... Aku rindu, Ayah. Eyang."
Benar dugaan lelaki itu, cucunya itu sangat merindukan ayahnya yang kini sedang menyembuhkan jiwa dan pikirannya di sebuah pesantren.
Lelaki itu lantas mengajak Damar jalan - jalan sekedar untuk menghilangkan kesedihan dan Damar pun sangat kegirangan akan hal itu.
Pak Sapto lantas menggendong Damar dan segera mengayunkan langkah keluar dari rumah. Dengan menaiki motor, Damar di bawanya mengelilingi jalanan sembari merasakan dinginnya angin malam.
Tentu saja, bocah kecil itu sangat kegirangan. Senyum terbit dan di wajah Pak Sapto yang melihat cucunya yang tampak begitu senang kembali hingga tanpa sengaja dia menemukan sebuah mobil berwarna hitam yang kini berhenti di samping motornya.
Pak Sapto tercengang ketika melihat seorang lelaki yang ada di dalam mobil tersebut. Lelaki yang dulu menjadi sahabat karibnya.
Lelaki yang dulu selalu menemaninya selama masa sekolah SMA namun persahabatan itu seketika luntur karena suatu masa lalu.
Terlihat kedua tangan Pak Sapto mengepal erat di atas setir motor. Tanpa sepengetahuan Pak Sapto, Hendratmo yang berada di dalam mobil pun juga tanpa sengaja melihat Pak Sapto.
Api kemarahan yang dulu padam kini berkobar kembali akibat melihat orang yang dulu menjadi sahabat karibnya dan sekarang menjadi musuhnya.
Tepat saat lampu lalu lintas berwarna hijau, kendaraan pun mulai melaju kembali. Pak Sapto segera melajukan motornya.
Namun laju kendaraannya mendadak terhenti ketika mobil berwarna hitam menghadangnya dan tak lama keluar Hendratmo.
Pak Sapto tampak tercengang melihat Hendratmo yang kini menghampirinya. ""Sapto, sudah lama sekali aku tidak bertemu denganmu dan hari ini aku bertemu denganmu." Seringai kini terlihat di wajah Hendratmo.
"Hen... Hendratmo."
"Kita akhirnya di pertemukan kembali dalam keadaan seperti ini." Ujar Hendratmo. Kedua matanya kini beralih pada Damar. "Oh, jadi ini cucumu sekarang. Tampak begitu lucu seperti..... "
Pak Sapto yang mendengar ucapan itu lantas menghentikan ucapan Hendratmo dengan melakukan motornya dan meninggalkan Hendratmo yang masih menyeringai.
"Apakah kau takut Sapto? Apakah kau takut kalau kebenaran yang selama ini tertutup akan terbongkar? Hahaha... "
...🕌🕌🕌...
Malam semakin larut dan pelan - pelan bintang bertaburan di sana. Di sebuah kamar yang di tempati oleh Adiyaksa, kini terlihat lelaki itu kini terbaring namun sama sekali tak kunjung tidur.
Mencoba untuk menutup kedua matanya namun sama sekali dirinya hanya bisa menatap langit - langit kamarnya. Entah kenapa dirinya tak bisa tidur. Pikirannya kini melayang memikirkan anak tercintanya, Damar.
Ada perasaan yang menggebu yang kini menyerang lubuk hatinya. Merasa sudah tak bisa tidur, Adiyaksa lantas mencoba keluar.
Merasakan angin sepoi - sepoi di malam hari, lelaki itu mulai melangkah. Adiyaksa berpikir mungkin dengan jalan - jalan kantuk bisa menghampirinya.
Adiyaksa menyusuri jalanan hingga sampai di belakang di mana sebuah danau terlihat jelas bersama suara air danau yang mengalir deras.
Namun langkahnya terhenti ketika ia melihat sosok perempuan berkerudung yang kini membelakanginya. Rasa penasaran pun kini di rasakan oleh Adiyaksa pada perempuan itu.
Adiyaksa pun mencoba menghampirinya, suara langkah kaki dari Adiyaksa membuat perempuan berkerudung yang adalah Shafa kini terkejut.
Perempuan itu buru - buru mengusap wajah yang penuh dengan air mata. "Kau... Kenapa kau kesini?"
Adiyaksa yang tanpa sengaja melihat basah di wajah Shafa pun mengerti bahwa perempuan itu habis menangis namun lelaki tak menanyakan hal itu karena hal itu adalah sebuah privasi dari Shafa yang tak perlu di ungkapkan.
Kedua mata Adiyaksa yang semula menatap Shafa kini berpaling menatap arah lain sembari berkata. "Aku kesini karena aku tak bisa tidur dan karena bosan maka aku berjalan - jalan menuju danau ini dan tak sengaja bertemu denganmu."
Sikap keduanya merasa kikuk satu sama lain dan tanpa sengaja dan juga tanpa sepengetahuan dari Adiyaksa. Shafa melirik Adiyaksa. Perempuan itu merasa kagum akan Adiyaksa. Semburat senyuman pun kini tercetak di wajah Shafa.
"Apakah kau rindu pada anakmu?"
Ucapan dari Shafa membuat tubuh lelaki itu menegang dan terkejut. Bagaimana bisa dia tahu apa yang sedang aku pikirkan? Pikir lelaki itu.
"Kenapa kau bisa tahu bahwa aku rindu pada anakku?"
Senyum simpul di terbit di wajah Shafa karena tebakannya kini benar. "Karena sedari tadi saat Tausiyah berlangsung, kau banyak sekali melamun dan terdiam seorang diri padahal para santri lainnya berbicara satu sama lain."
Adiyaksa terkejut karena selama acara Tausiyah berlangsung. Shafa diam - diam memperhatikannya.
"Aku sedang memikirkan anakku dan juga istriku yang sudah meninggal."
Adiyaksa lantas menceritakan tentang Adinda dan juga kehamilan perempuan itu hingga menghembuskan nafas terakhirnya serta pernikahan keduanya yang berujung kematian.
Shafa terperangah mendengar cerita tersebut dirinya baru tahu bahwa Adiyaksa sudah pernah menikah dan Damar adalah anak dari istri pertamanya.
Adiyaksa lantas menatap Shafa. Lelaki itu juga ingin tahu cerita hidup dari sosok Shafa hingga saat bertemu dengannya tadi wajahnya sudah berlumur air mata.
"Lalu, bagaimana dengan dirimu? Kenapa saat aku bertemu dengan dirimu, kau sudah berlumur air mata?"
...Bersambung....