“Gun ... namamu memang berarti senjata, tapi kau adalah seni.”
Jonas Lee, anggota pasukan khusus di negara J. Dia adalah prajurit emas yang memiliki segudang prestasi dan apresiasi di kesatuan---dulunya.
Kariernya hancur setelah dijebak dan dituduh membunuh rekan satu profesi.
Melarikan diri ke negara K dan memulai kehidupan baru sebagai Lee Gun. Dia menjadi seorang pelukis karena bakat alami yang dimiliki, namun sisi lainnya, dia juga seorang kurir malam yang menerima pekerjaan gelap.
Dia memiliki kekasih, Hyena. Namun wanita itu terbunuh saat bekerja sebagai wartawan berita. Perjalanan balas dendam Lee Gun untuk kematian Hyena mempertemukannya dengan Kim Suzi, putri penguasa negara sekaligus pendiri Phantom Security.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Magisna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Fragmen 24
Pada akhirnya tidak ada rencana apa pun yang direalisasikan. Suzi telah salah memercayai seorang Gun yang tampangnya cukup meyakinkan beberapa saat lalu.
Tidak menyangka hidup mereka akan jadi sekonyol ini, Gun dan Suzi sama-sama sedang berpikir apa yang akan mereka putuskan untuk ke depannya.
Upacara pernikahan itu telah selesai sejak lima jam lalu, demikian berarti mereka telah sah dan resmi jadi pasangan suami istri menurut kepercayaan Gaepyoung dan Tetua Munjong yang dianggap agung.
Kini keduanya berada di dalam sebuah ruangan yang khusus diperuntukkan mengurung orang-orang yang baru saja selesai disucikan, sebelum akhirnya nanti mereka diizinkan meninggalkan Gaepyoung.
"Kita tidak ada kepercayaan terhadap kaum yang konyol itu, jadi aku pikir ke depannya kita tidak perlu menganggap serius pernikahan ini. Kita jalani saja hidup kita bagaimana biasa dan sebelumnya."
Wajah Suzi terangkat mendongak, melihat wajah Gun dengan sedikit rasa terkejut, tapi kemudian merunduk menatap ubin berserat kasar yang dia pijak.
“Ternyata ini rencana yang dia maksud, menganggap seolah tak terjadi apa pun. Bisakah semudah itu?”
Untuk sekian waktu Suzi diam, tenggelam dalam pikiran dan pertimbangan yang mungkin ada hal lebih baik selain apa yang baru saja diutarakan lelaki itu.
Orang-orang Gaepyoung melakukan pensucian sampai sedemikian repot. Mereka memaknai semua dengan kepercayaan tinggi. Jadi bisakah sesederhana seperti apa yang dikatakan Gun barusan?
Namun untuk bertanya pada Tetua Munjong tentang perceraian, rasanya terlalu takut. Pria tua itu pasti akan tak setuju atau mungkin marah, karena bahkan pernikahan ini belum genap berjalan 24 jam.
Kim Suzi berpikir serumit itu.
"Apakah kau keberatan?" Gun memicingkan mata, menelisik sikap Suzi yang tiba-tiba seperti hewan yang di-taksidermi.
Dari berdiri di dekat perapian, dia bergerak ke dekat Suzi lalu duduk di sampingnya. "Kim Suzi!"
Setelah ditegur dengan namanya, barulah Suzi mengangkat pandangan langsung pada wajah Gun. "Ya."
Gun semakin merasa ada yang aneh, raut wajah Suzi terlihat kusut dengan tatapan seperti tak ada isi.
"Suzi ...," tegurnya kedua kali. "Apa kau tak menyetujui apa yang aku gagaskan? Atau kau punya cara lain? Atau ...," Dia memiringkan kepala dengan mata makin menyipit. "... Atau kau benar-benar ingin kita jadi suami istri ... sungguhan?"
Seperti terkena setrum, Suzi langsung menegang. Bunyi pertanyaan akhir Gun ... dia sungguh terkejut dengan itu.
"Ti-tidak, tidak seperti itu!" sangkalnya, berusaha tegas, namun yang terdengar justru sekaku kanebo kering. Terpaksa membanting arah pandangan karena air mukanya tiba-tiba memanas.
"Aku ... aku rasa, aku setuju dengan apa yang kau bilang tadi. I-itu ... itu bukan ide yang buruk."
****
Walaupun sempat takut dengan kalimat Tetua Munjong saat pelepasan tadi ....
"Jangan berpikir untuk mempermainkan pernikahan ini, karena semua tak sesederhana apa yang ada dalam pikiran kalian. Semua dilakukan secara sakral dan kalian tak diizinkan berbuat rusak, atau alam akan menghukum lebih parah dari sekedar direndam di air selama dua hari di kolam goa."
Pada akhir keduanya memutuskan untuk sama-sama tak merumitkan itu.
Pernikahan tinggal pernikahan, jika tak bisa dirubah dengan perpisahan, cara lain mungkin bisa diikutsertakan---poligami poliandri misalnya.
Itu ide Lee Gun, bukan Kim Suzi. Tugas gadis itu hanya mengangguk pasrah tanpa sanggup mengeluarkan pendapat di kepalanya.
Dan saat ini keduanya berada di dalam sebuah bus yang berangkat menuju ibukota. Mereka dipulangkan setelah sentuhan upacara akhir berupa sesi dimandikan dengan segala jenis bunga dan bunyi-bunyian do'a dari seorang penyair perempuan milik Gaepyoung yang wajahnya horor 'tak ada obat.
Bus yang membawa mereka berhenti di sebuah halte, Gun menyarankan Suzi untuk ikut bersamanya dulu sebelum besok pagi sama-sama menghadap Kim Suho di istananya.
Suzi kembali patuh.
Taksi melaju menuju sebuah tempat.
Beberapa saat kemudian ....
"GUN!" Ryuji memekik saat melihat kemunculan Gun di ambang pintu, sekaligus menarik cepat pandangan Archie dari layar komputer yang dipacarinya setiap saat.
"Bedebah!" dengus Archie.
"Kau baik-baik saja, 'kan?!" tanya Ryuji dengan nada semangat, meneruskan dengan meraba wajah hingga lengan Gun untuk memastikan tak ada yang salah dengan rekannya itu.
"Lepas!" Gun menepis tangan Ryuji lalu mendorongnya sedikit menjauh.
"Dia tak akan mati semudah itu, Ryu," kata Daichi. Headphone di kepalanya ia turunkan ke leher, menghentikan aktifitas layarnya lalu berbalik lurus menghadap teman-temannya. "Dia ...." Ucapannya terpotong karena sebuah pemandangan luar biasa tiba-tiba muncul ke permukaan.
Archie dan Ryuji, tatapan mereka terpaku ke titik yang sama.
"Ha-hai." Jemari lentik Suzi melambai kaku pada dua pria yang entah siapanya Gun, diiring senyum sapaan tak kalah kaku.
"Aku terpaksa membawanya kemari," celetuk Gun. Bagian kanan tangannya naik merangkul pundak Suzi, kemudian membawanya maju menuju sofa panjang berbalut kain rajut berwarna ungu di dekat kulkas berukuran sedang.
Archie dan Ryuji mengikuti gerak mereka sembari masih terpelongo tanpa beranjak dari tempatnya.
"Isi kepalaku masih kosong untuk membuat cerita panjang tentang apa yang terjadi pada kami di hadapan presiden, karena itu aku membawanya kemari." Gun menjabarkan alasan sembari menatap Suzi yang saat ini sudah duduk dengan tak nyaman di sofa tadi, sedang dia sendiri masih berdiri.
Setelah itu kembali dia berbalik. "Ryu, bisa kau buatkan kami sesuatu untuk dimakan?"
Mendengar perintah [anggap saja] seniornya, walaupun dirinya masih dalam mode terkesima oleh Suzi, Ryuji langsung patuh dan mengiyakan. "Segera aku buatkan." Kemudian melanting pergi menuju dapur.
Tempat aneh dengan suasana tak kalah aneh, Suzi mulai sibuk mengamati sekitar. Isi kepalanya tak jauh berbeda dengan Ryuji saat mula pria muda itu bergabung dengan markas Archie ini tiga tahun lalu.
Orang macam apa yang sudi tinggal di dalam bangunan usang dengan bau lumut dan angker seperti yang digosipkan banyak orang seperti ini? Hanya ada Archie Less yang kemudian diikuti Ryuji. Sedari awal bergabung di asosiasi, Gun memilih tinggal terpisah di galerinya.
Tapi seiring berjalannya waktu, mereka terbiasa dan lupa tentang bau lumut dan aroma amis dari hantu-hantu penunggu gedung. Lalu Kim Suzi ....
Archie dengan cepat mematikan seluruh sistem yang menyala di beberapa komputernya, saat melihat pandangan Suzi melahap bagian penting tersebut. "Kami hanya senang bermain game." Bunyi kilah yang paling mudah diterima siapa pun, semoga berlaku juga untuk seorang Suzi yang terbilang kritis dalam banyak hal.
"Ah, ya. Maaf atas kelancanganku." Suzi langsung tak enak, tentu setelah sekian detik terpana dengan apa yang didapat penglihatannya dari layar-layar milik lelaki berwajah kebaratan itu.
Gambar-gambar rute jalan, gedung dan isi-isinya---hasil peretasan ajaib.
"Dia Archie, dan lelaki imut yang tadi--Ryuji." Segera Gun mengalihkan sebelum pembahasan tema itu memanjang hingga sulit untuk dielak.
Tak siapa pun boleh tahu apa yang dia, Archie dan dua lainnya kerjakan di sana, termasuk Suzi sementara ini.
"Oh ya. Aku Suzi."
Suara sungkan wanita itu ditanggap Archie dengan senyuman. "Salam kenal, Nona Suzi, senang berkenalan denganmu." Dalam hati sebenarnya dia sedikit menyesalkan keputusan Gun membawa gadis itu ke kediamannya. Ada kecemasan menyergap, dia takut keberadaannya akan diketahui orang selain mereka setelah ini.
Suzi mungkin perlu disumpah sama seperti Nam Cha dan Ryuji. Ada ancaman hukuman yang melibatkan fisik jika berkhianat. Dipijat dengan besi panas misalnya.
semoga diterima amal ibadahnya
diberi ketabahan buat keluarga yg ditinggalkan.
turut berdukacita thor /Pray//Pray//Pray/
sepertinya malah agen rahasia
lnjutkan
semoga keluarga kalian d berikan kesabaran yg luas
meski ikhlas tidaklah mudah
semangat Up
turut berdukacita thor... smogaauthor sekeluarga diberi ketabahan n kesabaran/Rose//Rose//Rose/
semangat/Determined//Determined//Determined/