"Tidak adakah pekerjaan yang bisa kamu lakukan selain mengganggu kesibukan orang lain?" Clive melirik dingin Berry yang duduk disebelahnya.
"Aku hanya ingin wanita itu menjadi ibuku. Bila menunggu Ayah, sampai sekarang tidak ada tanda-tanda kehidupan," Berry ikut melirik dingin pada ayahnya.
"Siapa yang mau menjadi Ibumu? Wanita itu?" Clive tersenyum sinis mendengar ucapan putranya.
"Aku saja tidak mau jadi Ayahmu. Terpaksa saja, karena kamu adalah anakku," Clive membuka sabuk pengamannya, lalu segera turun dari mobil. Ia membuka pintu, lalu meraih tubuh kecil Berry masuk dalam gendongannya dan menyerahkannya pada pengasuhnya.
"Pastikan pria kecil ini tidak membuntutiku lagi."
"Baik Tuan," David membungkuk hormat, lalu menggandeng tangan Berry yang segera ditepis anak itu lalu berlari memasuki rumah.
Ikuti kisah Berry, yang memilih sendiri siapa wanita yang dijadikan sebagai ibunya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Payang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24. Yuna Di Adopsi
Yance menelan salivanya dengan susah payah, jakunnya yang sedikit menonjol bergerak naik turun. Beberapa kali ia menggeleng kuat, tapi sepasang matanya tidak bisa berbohong, tidak bisa beralih dari dua gundukan kenyal yang membusung, seakan ingin melompat keluar dari wadahnya.
Paha putih mulus nan padat terekspos seakan menantangnya, menimbulkan gelenyar-gelenyar aneh yang menjalari setiap aliran darahnya yang mulai mengalirkan tegangan-tegangan listrik.
"Ah Tuan, kenapa tugas seberat ini yang Anda pikulkan dipundakku." rutuk pria atletis berkumis tebal itu.
"Manager Yance, ada apa memanggilku?" tanya Divina tanpa rasa curiga, menatap Yance yang sedari tadi mematung, memandangi dirinya lama tanpa berkedip.
Ia tahu, pria dihadapannya itu tengah terpesona pada dirinya. Bukan rahasia, kemolekan tubuhnya yang ia banggakan itu memang selalu menjadi pusat perhatian para kaum adam, mulai dari yang muda hingga yang tua di kantor itu.
"Benahi semua barang-barang milik nona Divina hari ini. Mulai besok, posisi nona Divina sebagai sekretaris tuan Clive akan digantikan oleh orang lain."
Setelah bersusah payah mengesampingkan antara tugas dan perasaannya, akhirnya Yance sanggup mengungkapkan kalimat pamungkas yang memang harus ia sampaikan.
Divina mengerjap kaget, tidak percaya dengan apa yang ia dengar.
"Saya tahu manager Yance bukan orang yang suka bercanda. Jadi tolong, jangan becanda'in saya seperti ini," wanita itu berusaha bersikap tenang, walau dadanya saat ini sudah bergemuruh.
Ingatannya melayang pada satu jam yang lalu, saat sang direktur bersikap sangat dingin hingga menyuruhnya membawa kembali minumannya hanya karena dirinya tidak mengenakan seragam.
"Nona Divina benar, dan saya juga tidak sedang bercanda. Dan besok pagi, nona Divina mulai bertugas sebagai salah satu cleaning sevice di perusahaan ini," imbuh Yance.
"Apa? Jangan semena-mena terhadapa saya manager Yance, hanya karena saya tidak mengenakan seragam hari ini. Harusnya saya mendapat peringatan terlebih dahulu. Saya akan protes pada tuan Clive atas keputusan manager Yance ini," ancam Divina tidak terima, lalu gegas berbalik.
"Percuma nona Divina, ini keputusan tuan Clive sendiri."
Divina seketika menghentikan langkahnya, dan kembali berbalik dengan wajahnya yang kian memerah menahan amarah.
"Tidak mungkin! Ini pasti akal-akalan manager Yance. Manager Yance dendam kan? Menggunakan jabatan untuk menindas saya atas penolakan saya waktu itu?" tuduh Divina kian sewot, tangannya ikut menunjuk-nunjuk saking emosinya.
Yance kembali menelan salivanya dengan susah payah, ia memang menyukai Divina, dan sempat mengungkapkan perasaannya namun ditolak mentah-mentah oleh wanita itu hanya karena jijik dengan kumis tebalnya.
"Bila nona Divina tidak mau berkerja sebagai cleaning service, nona Divina tidak perlu datang kekantor ini lagi untuk selamanya. Dan saya akan menghapus nama Nona dari daftar pegawai Kalimas Group." imbuh Yance lagi dengan suara rendahnya.
Pria berumur 37 tahun yang masih perjaka ting-ting itu menghela napas lega, setelah menuntaskan apa yang seharusnya ia sampaikan sebagai manager HRD di perusahaan itu.
...***...
"Sebenarnya, lebam-lebam yang ada pada tubuh Yuna itu bukan hasil pukulan mamanya -- ibu Lidiya -- tapi karena pukulan teman sekolahnya yang merundungnya, satu hari sebelum Yuna sakit dan dibawa ke rumah sakit oleh Berry dan asisten David," papar Sizy memberi penjelasan. Bukan maksud dirinya ingin membela, namun ia merasa kasihan bila teman SMU nya itu terjerat kasus hukum karena masalah itu.
"Untuk yang nyonya Sizy terangkan itu, pihak sekolah telah memberi keterangan yang sama dikantor polisi. Namun perlu nyonya Sizy ketahui, Yuna dipaksa pulang sekolah dengan berjalan kaki oleh ibunya, bagaimana jika dijalan terjadi sesuatu? Diculik misalnya, atau tertabrak kendaraan?" ucap Ersa, perwakilan dari KPAI itu.
Sizy terdiam, ia tahu tentang itu karena sempat diceritakan oleh kepala sekolah Berry dan Yuna, itu sebabnya sore ketika itu ia memutuskan untuk mengantar bocah perempuan itu pulang.
"Menyuruh anak mengerjakan pekerjaan rumah adalah hal baik, bagian dari mendidik. Namun, bila dilakukan dengan berlebihan bagaikan budak, itulah yang tidak benar. Kami menerima keterangan dari beberapa tetangga dan karyawan minimarket yang kerap melihat Yuna diperlakukan kasar oleh ibu Lidiya," sambung Ersa.
"Juga sering tidak diberi makan. Beberapa kali pegawai minimarket melihat Yuna pingsan dipekarangan rumah karena kelaparan. Pasca status perceraian ibu Lidiya dengan mantan suaminya di pengadilan, ulahnya terhadap Yuna semakin menjadi-jadi."
"Bila ini dibiarkan, kasihan Yuna. Itu sebabnya kami dari KPAI menuntut ibu Lidiya atas tindak pidana penelantaran anak dan pelaku kekerasan terhadap anak dengan ancaman pidana paling lama 5, atau 3 tahun 6 bulan," jelas Ersa detail.
"Dengan melihat lamanya tahanan, tidak mungkin Yuna yang sekecil itu tinggal seorang diri dirumah ibunya. Pihak kami sudah berusaha berdiskusi dengan ayah kandung Yuna, tapi pria itu menolak karena isterinya. Lalu kami menemui kakek nenek Yuna dari pihak ibunya, merekapun menolak karena keadaan ekonomi."
"Pilihan terakhir, Yuna akan dimasukan ke panti asuhan, menjadi tanggungan negara. Masalahnya--" Ersa menatap Sizy dan Clive bergantian.
"Yuna tidak mau, dia menangis ingin pulang kerumahnya. Dan menurut suster dan dokter yang merawatnya, dia selalu menanyakan nyonya Sizy dan Berry."
"Iya, itu benar nyonya Sizy. Dia juga tahu kasus yang menimpa ibunya karena telah dijelaskan dengan pelan oleh ibu Ersa," ucap dokter Andi yang merawat Yuna ikut berbicara.
"Dan anak perempuan itu merasa sangat bersalah atas apa yang menimpa ibunya," imbuh sang dokter dengan raut sedih.
"Bila tidak keberatan, bolehkah nyonya Sizy dan tuan Clive mengadopsi Yuna, demi menjaga mentalnya. Khawatir bila di panti asuhan, dia merasa kesepian," Ersa menatap Sizy dan Clive.
"Bagaimana?" Sizy menatap Clive, ia begitu iba mengingat nasib Yuna.
"Saya tidak keberatan, asal prosedur hukumnya jelas bu Ersa. Hanya berjaga, jangan sampai kita dituntut dikemudian hari," datar Clive.
Sizy seketika lega mendengarnya, ia menatap Clive dengan tatapan penuh rasa terima kasih.
"Kamu baik sekali," gumam Sizy pelan dengan nada manjanya, namun masih bisa didengar dengan jelas oleh semua orang yang ada disana, membuat mereka mengulum senyumnya masing-masing, kecuali Clive, pria itu tidak bisa mengubah wajah datar tanpa ekspresinya.
"Tentu tuan Clive. Hak asuh Yuna juga akan diputuskan lewat pengadilan, sehingga memiliki kekuatan hukum yang mutlak," ucap Ersa kemudian.
Bersambung...✍️
Otw unboking kah…
🤭🤭
malu sangat diriku,, gak terlalu banyak tau tentang budaya sendiri🥲🥲🥲
iklan ku masih lengkap padahal udah malem.🤭