Scandal Si Kembar

Mata indah Jee membulat sempurna saat Rei mengecup bibirnya, wanita cantik itu kaku ia seperti tak menduga hal ini akan terjadi.

Jari tangan Rei mengelus wajah cantik Jee, Rei menggigit bibir bawahnya dengan wajah yang sudah merah. Sentuhan itu dapat Jee rasakan jika Rei sedikit gemetar.

"Bolehkah aku menciummu?." Lirih Rei lemah dengan sorot mata berat akan hasrat. Sangat sopan sekali meminta izin terlebih dahulu.

Jee terkejut dengan perasaannya yang kini sudah tak karuan. Diraihnya tangan Rei yang sudah mengelus lembut bibir Jee. "Rei..."

"Apa kau akan menolak?." Tanya pria itu.

Rei menunggu jawaban seperti anak kecil yang baru pubertas, namun tetap berhati-hati layaknya orang dewasa.

Wajahnya yang tampan, rahangnya yang tegas, matanya yang mengkilap indah, wajah merah itu sudah jadi ciri khasnya ketika menahan gejolak dalam diri.

Dan Jee sangat ingin menyelipkan jari-jari tangannya ke dalam rambut hitam Rei yang lembut. Ia dengan perlahan mengalungkan tangannya pada leher Rei, mengelus lembut rambut hitam pria itu dengan hangat seolah memberi jawaban bahwa ia telah mengizinkan.

Brukh!

"Hmph!!."

Tak bisa dihindari lagi tubuh Jee mentok pada dinding pintu, bibir keduanya kini menyatu. Rei begitu agresif dari yang dikira, ia liar tak menyia-nyiakan kesempatan berharga ini.

Nafas mereka ngos-ngosan, tatapan mata keduanya begitu dalam seolah-olah mengutarakan apa yang mereka rasakan saat ini.

Rei menuntun Jee untuk membuka sedikit bibirnya, sehingga dapat dengan mudah setiap inci manis bibir ranum Jee ia l*mat dan hisap leluasa.

"Mmmhh!.."

Hawa tubuh keduanya panas mulai menegang, suara kecapan bibir terdengar mengisi seluruh ruangan.

Kriet!!..

Brukh!

Tanpa melepaskan ciuman posisi keduanya kini berubah, Rei menindih tubuh Jee di depan pintu masuk namun itu bukan masalah.

"Hah.. Hah.. Hah!.." Jee mendorong tubuh Rei karena kehabisan nafas. Ia terengah-engah dan tampak begitu sexy.

Rei langsung kembali mencium bibir ranum itu dengan liar menyesapnya dalam-dalam.

"Hmph!!."

"T-tunggu Rei.." Jee berusaha mendorong tubuh kekar itu. "Ugh!.."

Greph!

Rei menahan kepala Jee untuk lebih menekankan. "Hah... Aku lemah dan tak bisa menerima penolakan..."

Pria itu beralih mencium leher jenjang Jee, men*ilat, menggigit dan menghisapnya dengan liar. Jee tercengang ditambah dengan reaksi tubuhnya. "T-tunggu!.."

"Mmphh!!." Rei sadar sepertinya ia sudah kerasukan, namun ini benar-benar sangat ia nikmati. Sensasi yang luar biasa.

"T-tunggu!.." Berontak Jee panik. "Tuan Rei tolong hentikan!.."

Greph! tangan Jee menahan tangan kekar Rei yang perlahan masuk ke dalam bajunya. "Hentikan... Bukankah tadi kau hanya mengajak berciuman saja?."

Rei tersadar ia melepaskan ciumannya pada leher jenjang Jee, keduanya sama-sama diam, juga nafas yang masih terengah-engah dengan posisi intim itu.

Masih dengan posisi menindih dan wajah tampannya menempel pada leher Jee, Rei mengalihkan posisi bertolak belakang dengan leher jenjang wanita cantik itu. "Tak tahan... Aku sangat ingin menyentuhmu.."

Jee terdiam. "Tidak boleh.." Ini saja mereka sudah melewati batas.

"Kita tidak akan melakukannya di sini, tak usah khawatir." Bisik Rei, tangan kekarnya kembali liar mengelus-elus perut rata Jee dan menyelundup untuk masuk lebih dalam.

Plak! Jee menahan tangan kekar Rei. "No! apa yang kau bicarakan."

Rei terdiam, begitu pun juga dengan Jee. Benar, ini mungkin sudah berlebihan. Rei perlahan bangun.

Jduk!

"Aargh!." Kepala Rei tak sengaja menyenggol gagang pintu. Pria tampan itu masih terengah-engah dengan wajah merahnya, setelah itu ia berdiri untuk masuk ke dalam kamar pribadi dulu.

Sementara Jee masih terkapar di lantai setelah dikoyak-koyak oleh Rei. Rambut acak-acakan, bibir merah dan bengkak, leher jenjangnya terdapat bekas merah, dan bajunya terangkat sebelah memperlihatkan perutnya yang rata dan sexy itu.

Seperti tidak ada nyawa Jee bengong menatap langit-langit ruangan, perlahan ia bangun dan memasukkan kembali bajunya.

Jee menatap ke arah kamar pribadi Rei. "Kau sudah gila Jenifer Felicia!!!." Makinya dalam hati. "Setelah ini aku harus bagaimana menghadapi Rei!???."

Lemas sekali rasanya, Rei benar-benar menyedot Jee tak tanggung-tanggung dengan energinya juga ia hisap habis.

Pintu ruangan masih terkunci dan remote di tangan Rei, Jee bangun kembali ia harus pulang tidak mungkin berada di sini setelah apa yang terjadi barusan.

Tak lama Rei keluar, ia menghampiri Jee yang kelihatan lemas. "Apa kau baik-baik saja? ayo ku antar pulang."

"Ah tak usah."

"Sssstt!!."

Rei tak peduli, ia meraih dagu Jee. Dilihatnya bibir dan leher wanita itu merah. "Apa ini sakit? sepertinya lecet. Ma-maafkan aku, sudah kurang ajar...." Lirih Rei dengan wajah merah tak enak.

Jee hanya diam tak tahu harus membalas apa.

Dengan perlahan Rei mengalungkan syalnya pada leher Jee untuk menutupi.

"Sial! sepertinya aku sudah gila dia benar-benar cantik dan candu, aku menginginkannya lagi..." Batin Rei menggila.

Namun itu harus Rei tahan, Jee masih tampak syok ia banyak diam.

Rei malam ini mengantar Jee pulang, di sepanjang perjalanan tidak ada yang bersuara. Hingga tak lama mereka sampai di depan gerbang rumah Jee.

"Di sini saja."

"Sebentar!.." Tahan Rei saat Jee hendak keluar dari dalam mobil.

"Ya?."

"Bibirmu terluka, aku sudah kurang ajar benar-benar b*jingan!." Lirih Rei tak enak karena ulahnya.

"Ti-tidak, kenapa bicara seperti itu?.." Balas Jee.

Hening beberapa saat..

"Baiklah terimakasih sudah mengantar, hati-hati di jalan." Ujar Jee yang langsung keluar, ia berusaha bersikap baik-baik saja untuk menghindari ketegangan.

Rei tersenyum. "Oke, baiklah." Pria itu lanjut menancap gasnya untuk pulang.

"Hehe."

"Aaaarrgh!!." Lemas Jee menangisi dirinya sendiri.