Hasrat Tertahan Presdir Tampan

Toby tak bisa berkata-kata, ia hanya memperhatikan perdebatan ibu dan anak itu dengan wajah datarnya.

Sementara Arneta memilih untuk ke kamar pengantin dan berniat mengganti gaun yang ia kenakan dengan pakaian biasa karena merasa tidak nyaman.

Arneta berdiri di depan pintu kamar menunggu seorang pelayan hotel berlalu di depan kamarnya.

Tak berselang lama apa yang Neta harapkan datang juga.

"Mbak, bisa minta tolong nggak?" tanya Arneta sambil menghentikan langkah pelayan hotel wanita tersebut.

"Iya, Mbak? Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya.

"Mbak bantu bukain gaun aku ya, aku kesulitan membukanya," ucap Arneta dengan wajah malu.

"Baik, Mbak."

Di dalam kamar.

"Pengantin prianya belum ke kamar ya, Mbak?" tanya pelayan itu.

"Ha-ha, dia masih bersenang-senang dengan teman-temannya, Mbak. Saya capek jadi kembali dulu ke kamar," dusta Arneta.

Capek hati, Mbak maksudnya, sambung Arneta dalam hati.

"Oalah, sudah selesai." Pelayan itu telah selesai membantu Arneta membuka resleting bajunya.

"Terima kasih, Mbak."

"Sama-sama, Kalau tidak bawa pakaian, Mbak bisa ganti dengan piyama tidur yang sudah disediakan oleh hotel, pakaiannya ada di dalam lemari sebelah sana, Mbak," jelas pelayan hotel tersebut sambil menunjuk ke lemari yang ada di pojok kamar tersebut.

"Baru mau tanya, eh Mbaknya udah kasih tau duluan," ucap Arneta sambil nyengir kuda.

"Sudah tugas saya. Saya permisi dulu ya, Mbak." Pamitnya.

"Iya, sekali lagi terima kasih."

"Sama-sama, Mbak."

.

Arneta masih memegangi gaun yang menutupi tubuhnya agar tak terjatuh karena pelayan tadi sudah membantunya untuk membuka resleting gaun itu.

Saat tengah asyik mengambil piyama dari dalam lemari, tiba-tiba Sevan menerobos masuk ke dalam kamar bersama pacarnya.

"Anggap saja malam ini malam pertama kita, Sayang," ucap Sevan yang tak melihat masih ada Arneta di kamar itu.

Arneta hanya bisa terbengong melihat keduanya.

Sevan mendorong tubuh Kartika ke atas kasur king size yang ada di sana.

Dunia Sevan kini hanya dipenuhi oleh Kartika seorang.

Sevan bersiap membuka bajunya.

"Tunggu, Van!" teriak Kartika.

"Ada apa, hm?" tanya Sevan bingung.

"Apa kamu nggak lihat, pengantinmu sudah membuka gaunnya dan dia masih berdiri di sana," ujar Kartika sambil menunjuk ke arah Arneta yang masih berdiri mematung di depan lemari. Ia membeku sampai tidak tahu harus berbuat apa.

"Heh! Kamu berani datang ke kamar? Memohon agar aku menyentuhmu? Jangan harap! Tidak segera mengangkat kaki dari sini? Apa mau melihat pertunjukan hebat kita?" sarkas Sevan sambil memberi tatapan mematikan untuk Arneta.

"Saya hanya berniat mengambil baju ganti Tuan, mana berani saya berpikir yang tidak-tidak," ucap Arneta sambil membawa piyamanya ke dalam kamar mandi.

Setelah mengganti pakaiannya ke dalam kamar mandi dengan piyama tidur, Arneta pergi meninggalkan kamar itu dengan membawa tas selempangnya.

"Tahu diri juga pergi dari sini," ucap Sevan sambil melanjutkan aktivitasnya yang masih tertunda tadi.

"Kamu kejam sekali, Van."

"Heh! Salah siapa mau menikah denganku karena harta!" balas Sevan.

Mereka segera melanjutkan kegiatan yang tertunda beberapa waktu lalu, tanpa mengunci pintu kamar itu.

.

Di taman belakang hotel.

"Sepertinya aku harus memesan kamar sendiri untuk semalam? Tapi bukankah sama saja dengan aku menghamburkan uang! Aku harus gimana?"

Neta berjalan menyusuri taman yang ada di belakang hotel tersebut.

Tiba-tiba ia melihat ada sesuatu yang bergerak di balik semak-semak yang ia lalui.