Joanna memiliki kehidupan yang bahagia. Keluarga yang menyayangi dan mendukungnya. Pekerjaan yang mapan dengan gaji tinggi. Dan calon suami yang mencintainya.
Sayangnya, kehidupan Jo hancur hanya dalam tempo singkat. Usaha keluarganya hancur. Menyebabkan kematian ayah dan ibunya. Dipecat dan bahkan tidak dapat diterima bekerja dimanapun. Dan calon suaminya menikah dengan putri konglomerat.
Dan semua itu karena satu orang. Konglomerat yang terlalu menyayangi adiknya sampai tega menghancurkan kehidupan orang lain.
Jo tidak akan pernah memaafkan perbuatan musuh terburuknya. Tidak akan
yang belum 20 tahun, jangan baca ya🥰🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elena Prasetyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20
Jo kaget
Pasokan oksigen dalam tubuhnya berkurang drastis karena tangan pria itu menekan jalan napasnya. Semakin lama tekanan tangan itu semakin besar. Dan badannya mulai lemas.
Sebenarnya kenapa pria brengsek itu melakukan hal ini? Kenapa? Apa yang sudah dia lakukan? Sepertinya dia tidak melakukan apa-apa. Apa mungkin karena dia mencuri salah satu mobil pria itu? Tapi dia akan mengembalikannya kembali. Apa karena kejadian semalam? Apa sebenarnya pria itu tidak menikmati pergumulan mereka? Dan menjadi marah? Saat Jo mulai pasrah dengan hasil akhir dari peristiwa ini.
Pria itu melemparnya ke lantai. Dia terbatuk, berusaha untuk mengambil napas sebanyak-banyaknya. Menormalkan pasokan oksigen dalam tubuh. Tapi pria itu tidak peduli dengan keadaannya. Malah mengancam untuk menghancurkannya.
Setelahnya, pria brengsek itu pergi begitu saja. Meninggalkan Jo sebagai pusat perhatian pegawai dan pengunjung butik.
"Bajingan" katanya kesal. Tapi dia tidak bisa berlama-lama disini. Dia tidak ingin reputasi yang begitu sulit dibangunnya selama ini hancur begitu saja karena pria itu.
"Anda baik-baik saja?" tanya kasir khawatir.
Jo menutupi lehernya yang masih terasa sakit.
"Tidak apa-apa. Bagaimana dengan semuanya? Apa sudah dihitung?"
"Sudah. Kami akan mengirimkannya malam ini juga"
"Kalau begitu aku akan pergi sekarang"
"Iya"
Jo melesat pergi dari butik. Kembali ke motel dan melihat mobil mewah pria itu masih terparkir di tempat dia meninggalkannya pagi ini.
"Pria brengsek" umpat Jo lalu masuk ke dalam motel. Melempar tas ke atas ranjang dan melihat lehernya di cermin. Ada bekas kemerahan yang tampak jelas disana. Dia masih bertanya-tanya. Sebenarnya apa salahnya sehingga mendapatkan perlakuan seperti ini. Tapi tidak ada jawaban yang bisa terpikirkan olehnya.
Keesokan harinya, Jo pikir lukanya akan membaik. Ternyata semakin memburuk. Berubah menjadi keunguan dan sebagian menghitam. Juga terdapat lebam di bagian pinggang dan kaki kirinya. Pasti karena dia dilempar ke lantai.
Sebelum terlalu parah, sebaiknya Jo pergi ke rumah sakit. Dia tidak ingin luka ini mengganggu ketika harus bertemu klien.
"Saya akan memberi salep untuk menyembuhkan rasa sakitnya. Semoga bisa memudarkan warna luka itu dengan cepat" kata dokter lalu meresepkan obat.
"Terima kasih dokter" jawab Jo tenang.
"Tapi Nona. Luka-luka ini sepertinya disebabkan oleh seseorang yang kuat. Apa Anda sedang mengalami kekerasan dalam rumah tangga?" tanya dokter.
"Saya belum menikah"
"Apa kekasih Anda yang menyebabkan luka ini? Anda tidak boleh membiarkannya begitu saja. Anda harus melaporkan hal ini"
Seandainya Jo bisa melaporkan pria brengsek itu. Pasti dia akan melakukannya. Sayang sekali laporannya pasti tidak akan pernah ditanggapi. Karena kekuasaan pria itu bahkan bisa membuatnya lenyap tanpa jejak.
"Obatnya?" pinta Jo agar dia bisa lebih cepat keluar dari rumah ruang dokter yang suka ikut campur itu.
Jo mengambil obat yang diresepkan dan berniat untuk kembali ke motel. Lalu dia melihat dua orang yang dikenalnya. Bersama dengan sejumlah pengawal mengitari keduanya. Sengaja Jo mundur, tidak ingin melihat dua orang itu.
"Itu adik dari Tuan Anthony Cooper dan suaminya" kata salah satu suster yang sedang bertugas dibelakangnya.
"Mereka sangat serasi"
Cih. Serasi? Menggelikan.
"Apa sudah waktunya Nona itu melahirkan?"
"Sepertinya belum. Tapi kemarin Nona itu masuk ke rumah sakit dalam keadaan kesakitan. Lalu kakaknya datang. Tak lama Tuan Anthony pergi dalam keadaan marah. Tuan Anthony yang sedang marah memang terlihat semakin tampan. Aku sangat menyukai wajah dan tubuhnya yang besar."
"Tapi percuma saja. Orang kaya, berkuasa dan setampan itu tak akan pernah melirik kita."
"Bisa saja kalau kita menyerahkan tubuh kita. Bukankah katanya Tuan Anthony suka seks?"
Pembicaraan yang tidak bermutu. Jo sama sekali tidak tertarik dengan keadaan wanita juga kakaknya yang brengsek itu. Tapi ada sesuatu yang mengganggu pikirannya.
"Jam berapa pria brengsek. Eh, Tuan Anthony Cooper pergi dari rumah sakit?" tanya Jo pada dua suster yang sedang bergosip itu.
"Kemarin sore? Atau sebelum petang?" jawab suster itu.
"Apa?"
Jadi pria itu datang padanya dalam keadaan marah setelah menjenguk adiknya? Itu artinya pria itu menyalahkan Jo karena adiknya masuk ke rumah sakit? Tapi Jo bahkan tidak melakukan apa-apa pada wanita itu. Dia hanya melihat wanita itu sekilas saat berada di depan rumah Nyonya Lane.
"Ha??" Jo tertawa menahan kepahitan kang melanda hatinya.
Pria itu, bahkan tidak bertanya dan langsung menghukum Jo atas kesalahan yang sama sekali tidak dilakukannya. Sama seperti dua tahun lalu.
Menelan rasa pahit itu, Jo kembali ke motel. Memberi obat pada lukanya dan berbaring di ranjang.
Tak berapa lama, ponselnya berdering. Itu adalah pemilik butik semalam.
"Nona Harding?"
"Iya"
"Kami telah mengirimkan uang jasa ke rekening Anda. Dan kami harap ini adalah terakhir kali Anda datang ke butik ini"
"Apa? Kenapa?"
"Saya ketahui Anda memiliki masalah dengan Tuan Cooper"
Ahhh ternyata karena apa yang terjadi kemarin malam. Jo ingin sekali menjelaskan kalau semua itu hanya kesalahan pahaman. Tapi siapa dia dibandingkan pria jahat itu.
"Saya mengerti. Saya harap tidak menyebabkan kerugian untuk Anda" kata Jo berusaha untuk tenang.
"Bagus kalau Anda mengerti. Selamat siang"
"Siang"
Jo meletakkan ponselnya dan kembali berbaring. Persis seperti dulu. Dua tahun lalu, dia juga ditolak bekerja dimanapun karena pria brengsek itu telah mengaturnya sedemikian rupa. Dan sekarang, seperti ini lagi. Padahal dia sudah berencana kembali hidup di kota ini. Apa dia harus pergi lagi keluar negeri. Dan menetap saja disana? Lalu rumahnya?
Tidak. Dia tidak ingin meninggalkan rumahnya lagi. Setidaknya, dia ingin menjalani sisa hidup bersama kenangan bahagia orang tuanya. Atau dia harus berganti pekerjaan lagi?
Di usianya yang menginjak tiga puluh dua tahun, akan sangat sulit melamar pekerjaan lagi. Sedangkan untuk membuka usaha, dia masih belum memiliki modal uang yang cukup.
"Apa dia menyukai bunga? Bagaimana kalau aku menghadiahkan mobil itu saja padanya? Apa rumah? Aku bisa mengembalikan uang pembelian rumah. Apa itu cukup membuatnya lupa perbuatan ku?" tanya Anthony pada sekertarisnya.
"Saya pikir ... "
"Atau uang? Berapa banyak yang dia mau?"
"Saya pikir ... "
"Atau perhiasan? Emas? Berlian? Berapa karat yang dia inginkan agar bisa melupakan malam itu?"
"Saya pikir ... "
"Kenapa kau dari tadi hanya berpikir dan tidak mengatakan apa-apa??" katanya kesal.
Sekertarisnya sama sekali tidak memberikan pendapat yang berguna.
"Nona Harding sepertinya bukan wanita yang peduli dengan uang, perhiasan, mobil apalagi rumah"
"Lalu apa yang bisa kuberikan padanya agar kami bisa ... Sial. Kenapa aku tidak bisa menahan emosiku?!!"
Tapi Anthony tidak pernah berpikir akan menjadi panik seperti ini, mengetahui bahwa dia salah paham terhadap wanita itu.
Padahal dia bukan orang yang menyesal setelah melakukan apapun. Dia tidak pernah berpikir akibat dari semua perbuatannya. Apa yang membuatnya lain sekarang? Dia tidak ingin wanita itu menghilang karena perbuatannya. Dia ingin wanita itu tetap di sisinya.