Alya Zafrina Sadekh 23 thn, wanita yang terlihat biasa saja, di tawarkan oleh Istri CEO yang menjabat sebagai Direktur tempat Alya bekerja untuk pinjam rahimnya dengan imbalan sebesar 2 milyar.
Erick Triyudha Pratama 35 thn sudah menikah selama 10 thn dengan Agnes Rivalia 30 thn, belum juga memiliki anak. Demi mendapatkan seorang penerus keluarga Pratama, akhirnya Agnes mencari karyawan yang tidak cantik yaitu Alya, untuk pinjam rahimnya agar bisa melakukan pembuahan melalui inseminasi bukan melalui hubungan suami istri.
Agnes meminta Alya menjadi madunya, sampai anaknya dilahirkan, setelahnya akan bercerai. Dan Alya baru tahu jika CEO nya memiliki 2 istri, istri kedua bernama Delila Safrin 25 thn, berarti Alya jadi istri ketiga.
Tidak ada rasa cinta antara Alya dan Erick, mereka menikah demi status anak yang akan hadir di rahim Alya. Penuh misteri dari sosok Alya yang berpenampilan tidak cantik.
Bagaimana kelanjutan rumah tangga Alya dengan Erick sebagai istri ketiganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perkara kopi
Erick tersenyum smirk kepada wanita yang berwajah kurang cantik itu, sungguh lirikan yang sangat menyepelekan orang lain. Pria itu kembali fokus ada pekerjaan.
Sejam berlalu, pria itu melirik jam di tangannya, lalu kembali melirik ke wanita yang tidak ada suaranya sama sekali.
Kenapa tidak ada satu pertanyaan? Ini sudah satu jam!! batin Erick.
Pria itu mengetuk-ngetuk meja kerjanya dengan pulpen yang di pegangnya, posisi duduknya terlihat tidak nyaman dan gelisah.
“Hemm ....” Erick berdeham mencari perhatian wanita yang berada satu ruangan dengan dirinya. Wanita itu masih tampak fokus dengan berkas dan laptopnya.
“Hemmm ...." Dehaman Erick kali ini sangat kencang.
Wanita yang berkacamata itu akhirnya mengangkat kepalanya dan melihat Erick yang sudah menatapnya terlebih dahulu.
“Buatkan saya kopi,” perintah Erick.
Alya bangkit dari duduknya, lalu menghampiri meja kerja Pak CEOnya. “Pinjam line teleponnya Pak,” pinta Alya.
“Buat apa?” tanya Erick dengan tatapan dinginnya.
“Buat hubungi pantry, bukannya tadi Bapak minta kopi. Jadi biar mereka buat dan mengantarkan kopi buat Bapak,” jawab Alya santai.
“Tadi saya bilang buatkan kopi, berarti kamu yang buatkan kopi, bukan office boy atau office girl yang bikin,” jawab ketus Erick.
“Bapak gak khawatir kalau saya yang bikinin kopi buat Bapak! Nanti kalau saya kasih racun bagaimana! Sayakan lagi kesal sama Bapak,” ujar Alya santai. Tapi jujur Alya memang lagi kesal dengan Pak CEOnya, kerjaan inti yang seharusnya dia kerjakan, terpaksa ditinggalkan.
Astaga kenapa pake jujur bilang gue lagi kesel ama nih Pak CEO!!!
Kedua netra Erick melotot, mendengar kata racun. “Kamu sudah berniat ya mau kasih saya racun!” ucap Erick meninggi.
“Baru niat Pak, belum juga di lakukan, baru niat ... racunnya juga belum di beli,” jawab celetuk Alya.
Astaga ini perempuan ada aja kalimat jawabnya !!!
“Jadi bagaimana menurut Bapak, tetap mau saya yang bikin kopinya tapi tidak tanggung jawab untuk rasanya. Atau suruh orang di pantry yang biasa buatkan kopi untuk Pak CEO?” tanya Alya, masih dalam posisi berdiri.
“Kamu yang buat, jika kamu berani kasih racun ke saya ... kamu siap-siap masuk penjara,” jawab Erick dengan senyum devilnya.
“Baiklah sesuai dengan keputusan Pak CEO yang ganteng, tapi satu pesan saya selama saya bikin kopi, jangan sesekali mengotak-atik pekerjaan saya di sana. Ingat ada CCTV di ruangan ini. Saya tahu maksud bapak menyuruh buatkan kopi di pantry!!” ucap Alya pelan sambil mencondongkan badannya ke hadapan Erick dengan senyum devilnya.
Kemudian wanita itu berlalu keluar ruangan.
“DAMN!! Ternyata wanita itu tahu maksudnya!!” gumam Erick sendiri, sengaja pria itu menyuruh wanita itu ke pantry, untuk membuat kacau pekerjaan yang diberikannya ke wanita itu. Terpaksa pria itu mengurungkan niat jahatnya.
“Emangnya gue gak paham apa maksudnya, apa susahnya telepon pantry minta di buatkan kopi. Bilang aja mau kacau in pekerjaan hukuman dari loe, Pak CEO!!” gerutu Alya sendiri, sambil menuju ruang pantry.
“Ada yang bisa saya bantu mbak Alya?” tanya salah satu office boy yang berada di pantry khusus melayani CEO.
“Saya mau bikin kopi buat Pak CEO,” jawab Alya.
“Biar saya yang bikin mbak, saya biasa yang buatkan kopi buat Pak CEO,” ujar Mamat, nama yang tertera di nama tag karyawan.
“Gak pa-pa, saya aja yang bikin mas mamat, tolong tunjukkin letak cangkir, gula, kopi, susu atau krimer,” pinta Alya, lebih suka bikin kopi tanpa mesin otomatis.
“Sebentar saya ambilkan dulu mbak Alya,” si Mamat membuka lemari yang ada menempel di tembok, mengambil cangkir kopi, kopi, gula, krimer.
“Mas Mamat itu yang di sebelah kopi, bubuk coklat ya,” tunjuk Alya.
“Iya mbak Alya. Mbaknya mau bikin minuman coklat?” tanya Mamat.
“Iya boleh deh, sekalian bikin buat saya. Masa Pak CEO minum kopi, saya gak minum apa-apa,” gerutu Alya.
Si Mamat memberikan satu cangkir lagi ke Alya.
Dengan tangan cekatannya Alya menyeduh kopi untuk Pak CEO, kemudian lanjut membuat hot coklat untuk dirinya sendiri. Kemudian diletakkannya di atas nampan yang sudah di siapkan sama si Mamat.
“Makasih ya mas Mamat, saya antar kopi dulu ke ruangan,” ujar Alya.
“Ya hati-hati mbak Alya bawa nampannya, jangan sampai miring, nanti malah dubleg ... gak jadi minum deh,” balas Mamat.
“Ya, oke,” sahut Alya dari luar ruang pantry. Penuh rasa hati-hati wanita itu membawa nampan tersebut sampai ke ruangan CEO.
“Pak CEO, minta tolong dong,” teriak Alya dari luar pintu ruang kerja CEO.
“Apa!” sahut Erick dari dalam ruangan, yang mendengar teriakan Alya yang cukup melengking.
“Saya gak bisa buka pintu nih, tolong bukain pintunya Pak CEO,” balas Alya.
Rio ngintip sedikit dari ruang kerjanya setelah mendengar suara teriakan wanita di depan ruang CEO.
Astaga bener-bener nih karyawan gak ada takutnya sama si Bos malah nyuruh-nyuruh lagi kira-kira di turutin sama si Bos gak ya???
Erick yang masih duduk di kursi kebesarannya, terpaksa beranjak dari duduknya, melangkah dengan wajah kesalnya.
Ceklek
“Bisa-bisanya kamu nyuruh saya bukakan pintu, memangnya gak bisa apa buka pintu sendiri,” tegur Erick saat membuka pintu ruangannya sendiri.
“Bapak gak lihat kedua tangan saya lagi pegang apa?” tanya Alya.
“Lagi pegang nampan,” jawab Erick yang masih terpaku di depan pintu.
“Terus menurut Bapak, saya bisa buka pintu gak, kalau kedua tangan saya lagi pegang nih nampan!” tanya lagi si Alya.
“Gak bisa,” jawab Erick.
“Nah itu Bapak tahu, makanya saya teriak minta tolong bukakan pintu,” ujar Alya kesal.
“Pak CEO, berapa lama lagi ini saya berdiri di depan pintu sambil pegang nih nampan. Udah kayak orang di setrap aja nih! mana berdiri pakai sepatu high heels lagi,” keluh Alya.
Erick juga baru sadar mereka berdua cukup lama berdiri di depan pintu.
Wah si Bos mau bukain pintu juga ... keren nih si Alya, bisa nyuruh-nyuruh si Bos, batin Rio.
“Ya udah masuk," balas Erick, pria itu terlebih dahulu masuk, dan duduk kembali ke kursi kebesarannya. Di susul oleh Alya.
“Ini Pak Erick, kopi buatan saya. Mohon di catat, saya tidak tanggung untuk rasanya,” ujar Alya sambil meletakkan cangkir kopi di atas meja kerja Erick.
“Mmm," gumam Erick.
“Cihh, gak ada bilang terima kasihnya, mentang mentang Pak CEO yang bisa nyuruh seenaknya jidatnya,” gumam Alya sendiri ketika balik ke sofa.
“Kalau ngedumel di depan orangnya, jangan di belakang orangnya,” sahut Erick, yang masih bisa mendengar kata-kata Alya.
“Mmmm,” gumam balik Alya, lalu menaruh nampan yang berisi cangkir minuman untuk dirinya, kemudian mendaratkan bokongnya ke atas sofa yang terasa empuk.
Erick menatap cangkir yang telah berisi kopi buatan Alya, antara mau di minum atau di biarkan saja.
“Kamu tidak campur kopi ini dengan racunkan?” tanya Erick untuk lebih memastikannya lagi.
“Ya ... gak bikin Bapak sampai meninggoy kok, paling sakit perut doang,” jawab Alya santai kembali bekerja ke laptop.
Bulu kuduk Erick langsung merinding
.
.
next ... apa rasa kopinya??