NovelToon NovelToon
Kognisi Pembunuh Tersembunyi

Kognisi Pembunuh Tersembunyi

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Balas Dendam / Teen School/College / Gangster
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Atikany

Caca adalah seorang gadis pemalu dan penakut. Sehari-hari, ia hidup dalam ketakutan yang tak beralasan, seakan-akan bayang-bayang gelap selalu mengintai di sudut-sudut pikirannya. Di balik sikapnya yang lemah lembut dan tersenyum sopan, Caca menyembunyikan rahasia kelam yang bahkan tak berani ia akui pada dirinya sendiri. Ia sering kali merangkai skenario pembunuhan di dalam otaknya, seperti sebuah film horor yang diputar terus-menerus. Namun, tak ada yang menyangka bahwa skenario-skenario ini tidak hanya sekadar bayangan menakutkan di dalam pikirannya.

Marica adalah sisi gelap Caca. Ia bukan hanya sekadar alter ego, tetapi sebuah entitas yang terbangun dari kegelapan terdalam jiwa Caca. Marica muncul begitu saja, mengambil alih tubuh Caca tanpa peringatan, seakan-akan jiwa asli Caca hanya boneka tak berdaya yang ditarik ke pinggir panggung. Saat Marica muncul, kepribadian Caca yang pemalu dan penakut lenyap, digantikan oleh seseorang yang sama sekali berbeda: seorang pembunuh tanpa p

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atikany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 24

Hari ini adalah hari yang dinanti-nantikan, di mana tim basket dari Sekolah Elipsi dan Sekolah Dash bersiap untuk bertanding dalam pertandingan persahabatan. Lapangan basket dipenuhi dengan antusiasme dan semangat dari kedua tim, serta sorakan dari penonton yang hadir.

"Elipsi\~\~\~ Elipsi\~\~\~"

"Dash\~\~\~ Dash\~\~\~"

Pertandingan dimulai dengan bunyi peluit, dan kedua tim langsung beraksi di lapangan. Gerakan cepat dan taktis memenuhi udara, dengan pemain-pemain yang berlari, melompat, dan melempar bola dengan penuh semangat. Di tengah sorakan penonton, keterampilan dan keahlian dari setiap pemain diuji dalam setiap momen pertandingan.

"Galih semangat!" teriak seorang siswi.

"Mas, Joko. Bantai mereka!" teriak rekan satunya.

Meskipun sebelumnya ada ketegangan antara Kelvin dan timnya dengan pemain-pemain lain, namun ketika mereka berada di dalam pertandingan, semuanya berubah.

"Blok bola itu!"

Mereka saling mendukung dan berkolaborasi dengan baik, menunjukkan kerjasama dan kekompakan yang luar biasa.

"Siap-siap untuk rebound!"

Meskipun kadang-kadang terjadi kesalahan atau kekurangan, mereka selalu saling menguatkan satu sama lain, menunjukkan semangat tim yang sejati.

"Kel, oper-oper!" teriak Joko.

Gerakan-gerakan spektakuler terjadi di lapangan, dengan pemain-pemain yang melakukan dribbling, passing, dan shooting dengan presisi yang luar biasa.

"Tutup celah!"

Ada momen-momen di mana bola berpindah tangan dengan cepat, di mana pemain-pemain bergerak secara sinergis untuk menciptakan peluang-peluang skor yang menakjubkan.

""Tutup tembakan!"

Wasit di pinggir lapangan dengan cermat memantau setiap gerakan, memastikan bahwa pertandingan berlangsung sesuai dengan aturan dan fair play yang diharapkan. Meskipun terkadang ada kontroversi atau protes dari kedua tim, namun wasit dengan tegas menjaga kedisiplinan dan integritas pertandingan.

"Buruan, lempar bebas!"

Sementara itu, penonton di tribun tidak henti-hentinya memberikan dukungan dan semangat kepada kedua tim. Sorakan, tepuk tangan, dan teriakan-teriakan menyemangati pemain-pemain yang bertarung di lapangan. Suasana di arena basket begitu intens, seolah-olah semua orang terlibat langsung dalam pertandingan.

"Shoot it! Tembak! Tembak!" sorak para suporter ketika salah satu pemain sedang mempersiapkan lemparan dari luar daerah tiga angka.

Ketika waktu pertandingan berjalan, tegang dan dramatis, kedua tim terus berjuang dengan penuh semangat. Meskipun hanya pertandingan persahabatan, namun semangat kompetitif mereka tidak berkurang sedikit pun.

"Rebound! Rebound! Ambil rebound!" teriak pemain yang berada di bawah ring saat bola terlepas dari pantulan.

Dan pada akhirnya, yang terpenting adalah semangat persahabatan yang terjalin di antara mereka, mengingatkan bahwa olahraga adalah tentang lebih dari sekadar kemenangan, tetapi juga tentang kebersamaan dan persaudaraan.

\~\~\~

Caca dan Devano dipanggil ke ruang kepala sekolah, di mana pembahasan mengenai beasiswa sedang dilakukan. Namun, ketika mereka keluar dari ruangan, suasana terasa berbeda. Devano memilih untuk mengajak Caca ke taman belakang sekolah.

Caca duduk, hatinya berdebar-debar menanti apa yang akan diucapkan Devano setelah pertemuan mereka di ruang kepala sekolah. Matahari bersinar cerah di langit, namun bayang-bayang yang terbentuk oleh pepohonan menjadikan suasana di sekitar mereka agak redup.

Devano, duduk di sampingnya, terlihat tenggelam dalam pemikirannya, menatap langit dengan tatapan kosong.

Dengan tatapan yang serius, Devano memulai pembicaraan, "Lo kenapa sih bisa sejahat itu?" Caca hanya diam, merasa sedikit terkejut dengan pertanyaan tajam tersebut.

"Awalnya gue mikir kalau lo itu baik. Nolongin gue waktu jatuh dari motor, nolongin gue waktu gue kena cairan kimia. Tapi nyatanya lo enggak sebaik itu," lanjut Devano dengan nada yang pahit di dalam suaranya.

Pepohonan di sekitar mereka menggoyangkan daun-daunnya dengan lembut, menciptakan suara desiran yang menenangkan. Namun, suasana hati mereka jauh dari tenang.

Caca terdiam, mendengar setiap kata yang dilontarkan oleh Devano dengan perasaan campur aduk di dalam dadanya. Tangis hampir saja pecah dari kerongkongan yang tercekat oleh emosi. Rasanya seperti setiap kata yang diucapkan Devano menusuk langsung ke dalam hatinya, meninggalkan luka yang semakin dalam.

"Gue enggak suka kehadiran lo. Lo rebut beasiswa yang harusnya jadi milik gue," ucap Devano, suaranya penuh dengan kefrustrasian dan kemarahan.

Caca merasa dunianya hancur berkeping-keping. Dia tidak pernah bermaksud untuk menyakiti siapapun. Namun, sekarang dia harus menanggung beban perasaan bersalah yang begitu berat.

Caca merenung sejenak, mencoba menemukan kata-kata yang tepat untuk menjelaskan bahwa dia tidak memiliki niat untuk merebut apa pun dari Devano. Dia dan Marica juga berjuang keras untuk mendapatkan beasiswa itu, dan kenyataannya, dia sangat bersyukur atas kesempatan yang diberikan padanya. Namun, dia tahu bahwa kata-kata itu tidak akan mengubah apa pun.

"Dan lo juga jahat. Lo rebut kasih sayang Om Adam dari Yura," lanjut Devano, menyemprotkan racun ke dalam luka yang sudah terbuka.

Caca merasa kesakitan mendengarnya. Dia tidak pernah bermaksud untuk mengganggu hubungan antara Yura dan ayahnya.

Caca merasa dirinya tertusuk oleh kata-kata tajam Devano, "ayah dan bunda rahayu sendiri yang minta gue untuk tinggal sama mereka,"

"Tante Rahayu terpaksa. Dan mereka enggak ada yang suka sama kehadiran lo. Tempat lo bukan di rumah itu dan bukan di sini juga," ujar Devano dengan suara yang tajam, membuat hati Caca hampir remuk.

Dia merasa seperti diusir dari tempat yang seharusnya dia panggil sebagai rumah, dari tempat di mana dia berharap bisa tinggal.

Setelah menyadari bahwa kata-katanya telah melampaui batas, Devano merasa seolah-olah dunia di sekitarnya tiba-tiba terhenti. Perasaan bersalah dan penyesalan menyeruak di dalam dirinya, menciptakan kekosongan yang tak terlukiskan.

Dalam keheningan yang mengejutkan, Devano merenungkan kata-katanya yang tajam dan beracun. Dia berharap bisa menghapusnya dari udara, mengubah waktu mundur agar dia bisa mengungkapkan kata-kata yang lebih bijaksana dan penuh empati.

Namun, semua itu hanya sebuah angan belaka. Yang ada hanya kesalahan yang telah terjadi, yang tidak bisa dia batalkan.

Dengan langkah yang berat, Devano meninggalkan tempat itu, meninggalkan Caca sendirian dalam keheningan yang menyedihkan. Dia tahu bahwa dia telah membuat kesalahan besar, dan itu akan membekas dalam ingatan mereka berdua untuk waktu yang lama.

\~\~\~

Setelah pertandingan selesai dan tim Ellipsi berhasil masuk ke babak selanjutnya, suasana di antara para pemain terasa campur aduk. Mereka berjalan menuju parkiran, di mana mobil-mobil mereka telah diparkir dengan rapi.

Galih, terlihat agak murung, menenteng tasnya dengan tatapan yang sedikit khawatir. "Gue harap kita menang," ucap Galih dengan nada rendah, mencerminkan kegelisahan yang ada di dalam dirinya.

Joko, segera merangkul Galih dengan penuh perhatian. "Ada masalah?" tanya Joko dengan kepedulian yang tulus.

Galih menghela napas, merasa agak canggung untuk mengungkapkan apa yang sedang dia alami. Namun, akhirnya dia memutuskan untuk jujur.

"Gue lagi butuh banyak uang," ucapnya dengan suara yang rendah.

Dia merasa aneh karena tiba-tiba saja perekonomian keluarganya merosot drastis, meninggalkan mereka dalam situasi yang sulit.

Sementara itu, Kelvin, yang mendengarkan percakapan mereka dari belakang, hanya bisa menghela napas dalam-dalam.

"Pasti ulahnya si Emil," batin Kelvin.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!