NovelToon NovelToon
Nalaya: Antara Cinta Dan Sepi

Nalaya: Antara Cinta Dan Sepi

Status: sedang berlangsung
Genre:cintapertama / Playboy / Diam-Diam Cinta / Harem / Angst / Bad Boy
Popularitas:18k
Nilai: 5
Nama Author: mooty moo

"Kak Akesh, bisa nggak pura-pura aja nggak tahu? Biar kita bisa bersikap kaya biasanya."
"Nggak bisa. Gua jijik sama lo. Ngejauh lo, dasar kelainan!" Aku didorong hingga tersungkur ke tanah.
Duniaku, Nalaya seakan runtuh. Orang yang begitu aku cintai, yang selama ini menjadi tempat ‘terangku’ dari gelapnya dunia, kini menjauh. Mungkin menghilang.
Akesh Pranadipa, kenapa mencintaimu begitu sakit? Apakah karena kita kakak adik meski tak ada ikatan darah? Aku tak bisa menjauh.
Bagaimana bisa ada luka yang semakin membuatmu sakit malah membuatmu mabuk? Kak Akesh, mulai sekarang aku akan menimpa luka dengan luka lainnya. Aku pun ingin tahu sampai mana batasku. Siapa tahu dalam proses perjalanan ini, hatimu goyah. Ya, siapa tahu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mooty moo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 24 – Ingin Berlari

Nenek dan cucunya ini kemudian pergi, berganti dengan adegan selanjutnya yakni flashback 200 tahun lalu ketika sang patung masih menjadi manusia.

Orang yang berperan sebagai pria di sini adalah Agas. Saat itu kekasihnya pamit dan meminta Agas untuk menunggunya pergi.

Perempuan: “Aku cuma pergi sebentar. Tunggulah di sini. Aku segera kembali setelah iblis itu mati.”

Sang pria tak bisa apa-apa selain menunggu kekasihnya, berdiri di situ sampai mati. Ia terus mengingat janji kekasihnya yang akan kembali saat senja tiba. Setelah berhasil membunuh iblis.

Adegan demi adegan silih berganti, berisi kilasan balik orang-orang – para pemuda dan gadis – yang mengejek si patung.

“Palingan pacarnya udah kawin sama cowok lain!”

Begitulah komentar mereka. Meski banyak pula yang menaruh iba padanya.

Pada akhir cerita, siklus ini terulang: seorang pemuda meninggalkan kekasihnya untuk membunuh iblis. Sementara si perempuan dengan setia menunggunya.  Kita semua tahu, iblis tak akan pernah mati, bukan?

Jadi apa langkah selanjutnya yang akan kau ambil, Nalaya? Apakah kau akan setia menunggu Akesh membunuh iblis?

Akhirnya pentas seni di ruang teater itu berakhir. Beberapa perempuan mengusapkan sapu tangan ke pucuk mata, mengelap air bening yang mengalir dari sana.

“Meski mereka nggak bikin naskah sendiri, tapi akting mereka cukup bagus. Nonton pensi ini bikin gue dapet ide untuk nulis naskah drama,” bisik Maria kepada Marvin.

Kelompok Nalaya patut bangga karena dipuji oleh Maria, orang yang saat ini paling berbakat di UKM teater. Sudah menjadi rahasia umum bahwa teater FIB ini lebih baik kemampuannya dibandingkan dengan teater universitas.

Maria duduk bersebelahan dengan Marvin. Ia senang bisa menghabiskan malam bersama sahabatnya, meski sejujurnya agak terganggu dengan Alena, sekretaris umum BEM yang saat ini menyandarkan kepalanya di bahu Marvin.

Anak teater itu membatin, seandainya dirinya tidak memiliki perasaan untuk Marvin, ia akan melakukan hal yang sama. Perasaannya itu membatasi pergerakannya. Meski ia yakin Marvin tak akan keberatan jika dirinya melakukan hal yang sama. Sayangnya melakukan skin sip tanpa memiliki status lebih dari teman, dia berpikir itu aneh. Itu adalah prinsipnya.

Setidaknya itu pemikirannya sekarang karena ia tak pernah mencoba skin sip dengan Marvin. Ia juga pernah berpikir, apakah sebaiknya ia tanya saja apakah Marvin keberatan jika mereka bergandengan tangan, misal? Oh sial, di bayangannya, Marvin akan bergidik ngeri. Tertawa terbahak-bahak.

“Kemampuan adek tingkat gue emang nggak main-main,” Marvin menyahuti Maria.

“Memang disayangkan kenapa mereka nggak masuk UKM teater aja,” Maria menimpali.

“Sejauh yang gue tahu, di kelompok ini nggak ada yang ikut organisasi deh.”

Kelompok Nalaya menjadi penutup acara dan itu sangat pecah karena mereka menjadi penampil favorit hampir sebagian besar penonton.

“Yang bener? Gadis yang berperan jadi cucu itu ikut LPM (lembaga pers mahasiswa) lho,” tukas gadis itu.

“Sial. Gue ngak pernah bisa menang dari lo soal informasi kampus.”

“Tenang aja, itu nggak bikin lo mati kok.”

Maria menjotos pelan bahu kawannya. Kemudian bercanda ria seperti biasanya.

“Gimana menurut lo Len pentas terakhir ini?” Tanya Maria kepada Alena.

“Itu yang jadi patung ganteng juga. Masuk list dedek gemes nih.”

Orang yang ia maksud adalah Agas. Menurutnya lelaki itu tidak nampak buruk, hanya saja, itu bukan seleranya. Orang yang Maria sukai adalah Marvin.

“Emang nggak ada pria manis yang luput dari mata lo. Itu namanya Agas”

“Kalau menurut kalian, yang cewek itu gimana penampilannya?”

Si ketua teater merujuk pada Nalaya. Ia sengaja melontarkan pertanyaan ini untuk mencari tahu apa pendapat Marvin mengenai dia.

“Gue sering lihat dia, tapi nggak tahu siapa namanya. Gue suka gayanya yang tomboy tapi nampak manis itu,” sahut Alena.

Tapi Maria tidak perduli dengan hal itu. Yang ia butuhkan adalah jawaban orang yang duduk tepat di sampingnya itu.

Sayangnya Marvin tidak menjawab pertanyaan sahabatnya itu. Namun ia terus memandangi Nala dengan senyum tersungging di bibir tebalnya itu. Melihat respon demikian, Maria menghela napas panjang kemudian menggelengkan kepalanya pelan.

Jika rombongan Marvin duduk di ujung sebelah kanan, geng Akesh duduk di tengah, bagian terdepan.

“La, sini sini!” Ical memanggil Nalaya yang baru selesai tampil. Anak itu pun menghampiri mereka.

“Kalian, makasih ya udah dateng.”

Nalaya memberi senyum ramah, kecuali pada Rachel yang ia abaikan seolah ia tidak ada.

“Penampilan lo malam ini bagus banget. Kostum lo juga cakep,” ujar Bina.

“Oh, makasih Kak. Kostumnya gue yang siapin sendiri. Kalau untuk make up-nya, lo mungkin nggak bakal percaya karena yang ngerias gue itu Agas.”

Bina dan Nalaya awalnya saling bertatapan, namun usai nama Agas disebut, Bina menghindari matanya. Seperti menghindar dari sesuatu. Namun hal itu tak Nalaya pikirkan lebih jauh.

Pandangannya justru tertuju pada Akesh yang di punggungnya tersandar kepala sang kekasih. Mereka bertatapan sejenak dan Akesh sempat membuka sedikit mulutnya, hendak mengajak Nalaya bicara.

“Eh udah dulu ya guys. Abis ini gue ada eval(uasi) sama angkatan.”

“Ya udah berarti nanti kita pulang duluan. Rencananya padahal tadi mau ajak lo ngopi. Kalo gitu lain kali aja, nggak asik kalo kurang satu orang,” jawab Ical.

Akhirnya Nalaya putar balik. Di tengah kerumunan, ada suara orang yang tidak asing memanggilnya.

“La! Di sini!” Itu Marvin yang memanggil Nalaya.

“Tadi akting lo keren banget!”

Tak bisa menyapa mereka untuk mengucapkan terima kasih karena sudah menonton, Nalaya hanya menganggukkan kepala dan mengacungkan jempol. Mengabaikan tatapan Maria yang terasa ganjil. Apakah Maria punya dendam pribadi padanya? Itulah yang ia pikirkan.  Namun dirinya terlalu malas untuk mencari tahu.

Evaluasi menjadi rutinitas yang tidak ia sukai. Selalu ada kesalahan di sana-sini, itu wajar. Namun ia fokus untuk tetap mengapresiasi hal-hal yang berjalan lancar bahkan di luar ekspektasi, misalnya saja tiket yang terjual habis dan antusias penonton.

Saat ini sudah pukul 00.00 lewat, namun ia masih harus membereskan peralatan panggung. Semua properti termasuk lampu bahkan sampah yang berceceran di lantai harus segera dibersihkan. Pasalnya ruangan ini akan dipakai untuk kuliah pukul 07.00 pagi nanti.

Kabar baiknya, mereka yang seharusnya ada kuliah di jam itu, diberi kelonggaran oleh sang dosen. Dosen memberikan libur sekali. Sehingga mahasiswa bisa tidur dan beristirahat kemudian lanjut kuliah di sore hari.

Saat ini Nalaya sedang mengangkat pot tanaman seorang diri. Tak jauh dari sana, ada Agas yang sedang memasukkan sampah ke dalam trash bag. Sisanya berlalu lalang membereskan properti masing-masing. Ada pula yang tengah duduk lesehan sambil menyedot es teh.

“Biar gue bantu biar kelar lebih cepet,” ucap seseorang datang entah dari mana.

“Nggak usah. Lagian ngapain Kakak di sini? Yang lainnya mana?”

“Yang lainnya udah pulang. Ical bareng Bina dan Rachel tadi dijemput temannya.”

Orang yang menghampirinya adalah Akesh. Ia tak tahu kenapa dirinya harus menjelaskan sampai sedetail itu.

Dari tempatnya, Agas masih terus mengamati dua orang itu. Setelahnya ia tak bisa membiarkan sahabatnya terintimidasi. Agas berlari kecil mendekati Nalaya. Ia berdiri di samping sahabatnya dan merangkulnya. Telapak tangannya meremas pelan bahu Nalaya.

“Maaf Kak, orang selain dari jurusan Sasindo lebih baik nggak datang ke sini. Kami lagi sibuk beberes.”

Akesh mengangkat satu alisnya.

Mengapa kita tak sekali lagi angkuh, menganggap diri sebagai puncak dari segala hal yang telah terjadi? Biar pun berat, tidak kah kau lihat harapan-harapan kecil ini adalah sesuatu yang berwajah puisi?

1
piyo lika pelicia
mampir yuk
piyo lika pelicia
1 iklan untuk mu
piyo lika pelicia: hhhh 😂 nyesel kan
mooty moo: gabisa setia sih, suka buka cabang wkwk
total 2 replies
piyo lika pelicia
rasain siapa suruh buang berlian untuk setumpuk sampah
mooty moo: ga bisa setia sih, suka buka cabang wkwk
total 1 replies
piyo lika pelicia
"Kalau ada
piyo lika pelicia
"Kenapa
piyo lika pelicia
1 iklan untuk mu
piyo lika pelicia
hih jijiks 😒
piyo lika pelicia
1 bunga untuk mu
piyo lika pelicia
hhh kasihan kamu camel
piyo lika pelicia
"Kemana saja
piyo lika pelicia
"Gini
piyo lika pelicia
1 bunga untuk mu
piyo lika pelicia
"Tujuan
piyo lika pelicia
sungguh capek karena pengangguran 🤣
Durrotun Nasihah
tahu....tahu....tahu ...
Durrotun Nasihah
akesh keren.../Drool//Drool/
mooty moo: 🌟🌟🌟🌟🌟
total 1 replies
Bilqies
typo kak
mooty moo: makasih kak🤭
total 1 replies
Bilqies
cemburu nih
Bilqies
semangat terus kak
piyo lika pelicia
1 bunga untuk mu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!