NovelToon NovelToon
Menjadi Selamanya

Menjadi Selamanya

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Nikah Kontrak / Cinta Paksa / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:24.8k
Nilai: 5
Nama Author: Kiky Mungil

Divi hampir menyerah saat pengajuan pinjamannya ditolak, dengan alasan Divi adalah karyawan baru dan pengajuan pinjamannya terlalu besar. Tapi Divi memang membutuhkannya untuk biaya operasi sang ibu juga untuk melunasi hutang Tantenya yang menjadikan Divi sebagai jaminan kepada rentenir. Dimana lagi dia harus mendapatkan uang?

Tiba-tiba saja CEO tempatnya bekerja mengajak Divi menikah! Tapi, itu bukan lamaran romantis, melainkan ada kesepakatan saling menguntungkan!

Kesepakatan apa yang membuat Arkael Harsa yakin seorang Divi dapat memberikan keuntungan padanya? Lantas, apakah Divi akan menerima tawaran dari CEO yang terkenal dengan sikapnya dingin dan sifatnya yang kejam tanpa toleransi itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kiky Mungil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chap 24. Terbawa Suasana

"Mau protes lagi?" Pertanyaan itu membungkam Divi yang memang hendak mengajukan protes besar-besaran, kalau perlu sampai bakar ban juga! Tapi, saat ini dirinya berada dalam lingkaran lengan Arkael juga dalam jangkauan bibirnya yang tadi terasa hangat dan menggelitik hingga ke dasar perutnya.

"Istirahat lah, besok kalau perutmu sudah membaik, kita akan fitting baju untuk resepsi." Akhirnya Arkael melepaskan Divi, pria itu bergerak menjauh dari Divi menuju tempat tidurnya yang berseberangan dengan sofa dimana Divi berada.

"Fitting? Bukannya resepsi masih minggu depan?"

"Aku berubah pikiran, Kakek juga ingin secepatnya dilaksanakan resepsi." Arkael naik ke atas tempat tidurnya. "Dokter bilang, Ibumu sudah bisa keluar dari rumah sakit, kenyamanan ibumu tetap akan saya perhatikan, jangan khawatir."

"Lalu bagaimana dengan Nyonya Paulina?"

"Terserah dia, mau hadir atau nggak, nggak penting."

"Lalu...Arana?"

Pertanyaan Divi membuat Arkael kembali duduk dan menatap lekat Divi meski sudah terbentang jarak di antara mereka.

"S-saya hanya tanya, Pak, bukan protes." Divi cepat-cepat mengklarifikasi.

"Arana biar menjadi urusan saya. Fokus saja pada peranmu."

Klik. Lampu di kamar itu pun padam hanya dengan sekali jentikan jari.

Pagi harinya, mata Divi terasa begitu berat, seperti ada bongkahan batu raksasa yang menutupi kedua matanya. Sulit sekali untuk terbuka saking mengantuknya.

"Bangun!" Suara Arkael yang begitu dekat dengan gendang telinganya sontak membuat Divi terlonjak dari posisi meringkuknya di atas sofa. "Kenapa matamu masih seperti itu? Apa kamu nggak tidur semalam? Apa perutmu masih sakit? Apa obatnya nggak bereaksi? Apa kita perlu ke rumah sa-"

"Saya udah sembuh, Pak." Potong Divi cepat-cepat.

"Benar?"

Divi mengangguk.

"Lalu kenapa matamu bengkak dan menghitam begitu?"

Nggak bisa tidur gara-gara lo! Ish!

"Saya cuma...banyak pikiran." Divi segera bangkit dari sofa, dengan langkah seribu ia menuju kamar mandi melewati Arkael yang membuat jantungnya berdebar sepagi ini.

Sadar Divi! Ciuman itu nggak nyata. Dia melakukannya bukan karena perasaan, tapi karena... karena apa? Kenapa harus cium? Kenapa harus itu hukumannya? Hukuman macam apa yang malah membuat gue berdebar gini! Ish, dasar Arkael nyebeliiiiiin!

Setelah menyelesaikan aktifitas di dalam kamar mandi, Divi mendapati kamar tidur itu sudah kosong. Divi masuk ke dalam walk in closet untuk mengenakan pakaian yang kemarin baru saja di belinya dengan kartu Arkael. Ah, ya! Divi lupa memberitahu Arkael soal ia memakai black cardnya untuk belanja, walaupun memang black card itu sengaja diberikan Arkael untuk menunjang perannya sebagai istri seorang Arkael.

Divi mengaplikasikan make up tipis-tipis seperti yang diajarkan MUA kemarin di salon, ternyata sering menonton bagaimana beauty vloger membuat konten cukup membantu Divi, meski selama ini make up yang dia punya hanya pelembab dan bedak tabur juga lip balm, tapi akhirnya pengetahuan yang dia pelajari dapat dia lakukan sekarang.

Terkadang Divi merasa cukup serba salah. Disatu sisi, jika bukan karena kontrak kesepakatan pernikahan ini, mungkin Divi tidak akan pernah merasakan hidup serba berkecukupan dan dihormati juga disegani seperti saat ini. Namun disisi lain, ketika semua itu berakhir, hidupnya mungkin akan jauh lebih tertekan dengan segala pemberitaan media.

"Semangat Divi! Nabung yang banyak, kita akan mulai hidup baru nanti!" katanya sambil melihat pantulan dirinya sendiri pada cermin.

Arkael sudah duduk di kursi makan, tangannya sibuk dengan ponsel di tangannya meski sepiring nasi goreng sudah terjadi di hadapannya.

"Pagi Nyonya." Dar menyapa dengan sopan.

"Pagi, Bu Dar, maaf tadi nggak bisa bantu masak sarapan."

"Itu sudah menjadi tugas saya, Nyonya, saya yang berterima kasih karena Nyonya selalu membantu saya."

Divi mengangguk dan tersenyum manis. Dia mendekati meja makan dimana Arkael masih fokus dengan layar ponselnya. Divi memilih untuk diam, dan menyendok nasi gorengnya sendiri sementara Arkael menyelesaikan tugasnya yang entah apa.

Divi mulai menyuap suapan pertamanya tepat ketika Arkael meletakkan ponselnya di atas meja. Awalnya Divi tidak menyadari apa-apa, dia tetap menyantap sarapannya seperti biasa, dia tidak tahu bahwa satu-satunya laki-laki yang duduk di hadapannya membeku. Laki-laki itu tersihir, seperti terkena kutukan menjadi batu. Matanya menatap lekat Divi yang tampil manis seperti tumpukan cupcake yang menggemaskan.

"Tuan?" Suara Dar melepaskan Arkael dari ikatan yang menyihirnya hingga membeku, juga menyadarkan Divi yang sedari tadi asik menyantap sarapanya. "Apa ada yang salah?"

"Eh, salah? Iya, eh, enggak. Nggak ada yang salah." Arkael mengalihkan padangannya, ia merasai debaran jantungnya yang kacau di dalam sana. Ingatan dalam kepalanya membawa ia kembali pada apa yang dia namai hukuman yang semalam dia berikan pada Divi. Bibir, kulit, napas hingga aroma Divi berputar dan berpendar dalam dadanya.

"Ada apa?" tanya Divi.

"Apa yang kamu lakukan?"

"Makan. Kenapa?"

"Maksudku..." Bola mata Arkael berlarian kesana kemari untuk menghindari tatapan mata polos Divi yang jernih dan indah. "Sejak kemarin kamu terlihat berbeda."

"Oh, iya, aku lupa kasih tahu, kemarin aku menggunakan kartu yang kamu kasih, untuk belanja dan ke salon. Seli bilang, aku harus belajar untuk memperbaiki penampilanku sebagai istrimu. Kupikir ada benarnya juga, semakin baik penampilanku, semakin pantas penampilanku, maka nama suamiku juga akan baik. Iya, kan?" kata Divi dengan senyumannya yang membuat Arkael ingin sekali menarik gadis itu dan membekab bibir Divi dengan bibirnya sendiri.

"Ya, benar." Arkael menjawab sambil menyilangkan kakinya di bawah meja. Sesuatu yang tegang membuat celananya terasa sempit.

Sial!

"Apa kamu nyaman dengan perubahan ini?"

"Nyaman. Karena aku pikir jika dibandingan dengan seseorang yang bertemu denganku kemarin, penampilanku masih cukup sederhana." kata Divi dengan nada santai tapi kata-katanya jelas menyindir seseorang. Tapi sayangnya yang disindir sedang fokus pada sesuatu yang lain.

Sederhana apanya?! Apa dia nggak tau saat ini gue sangat tertekaaan!

"Menurutmu penampilanku berlebihan nggak?"

"Nggak, sangat cocok."

Divi mengangguk.

Setelah Dar kembali ke dapur, Arkael bangkit berdiri dengan gerakan yang membuat Divi terkesiap karena sangat tiba-tiba tapi juga terlihat aneh. Arkael berdiri membelakangi Divi berlagak seolah sedang membersihkan sesuatu pada bagian depan jasnya.

"Kamu teruskan sarapannya, aku mau ke toilet dulu."

"Loh, kenapa? Sakit perut?"

"Iya."

"Mau minum obat yang diresepkan dokter Hilman semalam?"

"Nggak perlu!" jawab Arkael cepat dan cepat-cepat juga dia meninggalkan tempat, meninggalkan Divi yang melihatnya dengan tatapan keheranan.

* * *

Dua puluh menit kemudian Arkael kembali dengan setelan jas yang lain, entah kenapa pria itu mengganti setelannya, Divi tidak tahu. Hanya Arkael yang tahu.

"Bimo sudah datang?" tanya Arkael.

"Sudah. Kamu mau sarapan dulu, atau sarapan di mobil?"

"Di mobil?"

"Aku sudah siapkan kotak nasinya kalau kamu mau lanjut sarapan di mobil, karena tadi kan belum sempat makan, tapi udah sakit perut." Jelas Divi sambil mengangkat tas bekal.

Arkael tahu apa yang Divi lakukan semata-mata karena perannya sebagai istri yang perhatian pada suaminya, tapi hatinya menghangat. Arkael sungguh tersentuh dengan sikap yang ditunjukkan Divi, dan dia ingin sekali kehangatan yang dia rasakan adalah kehangatan yang nyata. Kehangatan yang tidak pernah dia dapatkan. Apakah bisa?

"Di mobil saja." jawab Arkael pada akhirnya memutuskan untuk menerima bentuk perhatian Divi yang bersandiwara.

Bimo menyetir seperti biasa, sesekali dia melihat apa yang dilakukan pasutri palsu itu di belakang. Senyumnya tipis-tipis menghiasi wajahnya.

"Ini apa?" tanya Arkael ketika mengeluarkan tumblr dari dalam tas bekal yang dibawa Divi.

"Oh, itu teh hangat, seperti yang semalam Bu Dar buat untuk aku, aku juga bawa obat yang semalam, berjaga-jaga saja kalau kamu sakit perut lagi."

"Perutku sudah oke, kok. Perutmu sendiri?"

"Udah sembuh. Aku udah bisa makan pedas lagi malah."

"Hei, sudah kubilang, jangan makan makanan pedas lagi."

"Tapi kata dokter Hilman boleh, kok, asal jangan terlalu pedas seperti semalam."

"Tapi bagaimana kalau perutmu sakit lagi. Nurut saja, bisa? Jangan buat orang khawatir. Atau kamu mau-"

"Oke, oke!" Divi buru-buru menyela. "Ya sudah dimakan dulu sarapannya, nanti keburu dingin nasinya."

"Saya nggak dibawakan sarapan juga, Div? Saya juga belum sempat sarapan loh." Celetuk Bimo dari depan.

"Ck, makanya cari istri." Sahut Arkael dengan nada ketus dan meledek.

"Benar juga, apa gue harus bikin kontrak kesepakatan pernikahan juga ya, seperti kalian." Bimo menyindir dengan cengiran lebar pada wajahnya. Dan kalimatnya itu sukses membuat Arkael dan Divi yang sama-sama terbawa suasana mendadak menjadi canggung satu sama lain.

Arkael pura-pura menyibukkan diri dengan bekal sarapan yang dibawakan Divi, sementara sang istri sibuk merapihkan ujung dress nya.

Jantung! Tenanglah! 

Bahkan batin mereka pun mengucapkan kata yang sama.

.

.

.

Bersambung~

1
Boma
waduh ada rahasia apa ya,menegangkan bgt,jangan lama2 thor
Kiky Mungil: heheheh, maaf ya agak lama up nya, lagi banyak kejutan tak terduga nih di dunia nyatanya otor 😅
total 1 replies
Boma
ooh begitu ceritanya
Boma
loh kemana arkael thor,masa di dapur ada yg nyulik
Boma
lanjut,bobol gawangnya
Umie Irbie
siiiiiiiaaaaaap🤣
Boma
ulat bulu datang
Boma
😄😄ketauan boong,pasti kecelakaanya di sengaja
Boma
maksudnya ini apa ya,apa kecelakaan di sengaja biar divi maubalik lgi ke arkael
Muri
kok ada yaaa ayah bejat kaya gitu sama anak kandungnya sendiri.
Boma
mau ya divi moga kael mau nerima kamu sepenuhnya,walau pun kamu gak perawan lgi
Umie Irbie
yaaaah...divi udah ngg prawan sama ayah nya sendiri😏😫 kirain bisa di gagalin 😒😩 ternyata tetap di pake,😩😒😫 iyaaa itu mah ngg pantas untuk kael
Boma
ya ampun ayah kandung iblis itu mah
Boma
terus berjuang el,untuk meyakinkan divi
Boma
pasti divi salah paham,di kiranya akan mengakhiri pernikahan kontraknya
Boma
padahal kakek cuma ingin tau perasaan kael yg sesungguhnya
Boma
mending jujur aja divi,kalo perasaan itu ada,tapi sllu menepisnya,karna tak sepadan dgn arkael,moga kakek merestuimu divi
Boma
pasti rana,makin runyam
DwiDinz
Siapa tuh yg nguping? Rana atau divi? 🤔
Boma
kamu aja yg ambil,biar nanti terbiasa😄
Umie Irbie
kok ayah siiii thoooor 😱🤔🤔 punya
traumakah ????
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!