Namanya Kanaka Harvey, dia anak keduanya Letta dan Devano, sejak awal bermimpi jadi pembalap, tapi apa daya takdir menuntunnya untuk masuk ke perusahaan peninggalan kakeknya. Terkenal dingin dan tak tertarik dengan perempuan manapun, nyatanya Kanaka justru terperangkap pada pesona bawahannya di kantor yang bernama Rere (Renata Debora) , cewek itu terkenal jutek dan galak sama siapapun. Kanaka yang tak pernah berpacaran itu begitu posesif dan overprotective terhadap Rere.
IG : 16_rens
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rens16, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24 : Hasil keringat sendiri
Saat Kanaka masuk ke dalam rumah besar orang tuanya, suasana terlihat lengang, dia hanya menemukan Piponya duduk sendirian di teras belakang dan asyik berbincang dengan salah satu temannya di telepon.
"Iya Jas, kapan-kapan gue ajak bini ama anak-anak gue jenguk lo ke London sana."
"__"
"Hemm."
Devano menurunkan ponselnya setelah perbincangannya dengan seseorang tadi selesai, Kanaka meraih tangan piponya dan mencium punggung tangan Pipo dengan takjim.
"Kok sepi Pip, pada kemana?" tanya Kanaka.
"Mimo sama Keiko pergi ke mall, Kenzo ada janji sama temennya," jawab Devano.
"Kok tumben Pipo nggak ngintilin Mimo?" tanya Kanaka.
"Sembarangan kalo ngomong! Kapan Pipo ngintilin Mimo mu!?" Devano mendengus tak terima, pasalnya sejak punya anak perempuan, Letta lebih memilih pergi kemanapun mengajak Keiko daripada mengajak dirinya.
"Hahahaha!" tawa renyah Kanaka terdengar menyebalkan di telinga Devano.
"Pip.... " panggil Kanaka setelah tawanya berhenti.
"Hmm."
"Dulu kok bisa kuliah sambil kerja itu gimana ceritanya?" tanya Kanaka mulai mode serius.
"Ya gitu," jawab Devano singkat.
"Ya gitu gimana sih Pip? Ceritain yang jelas aelah," celetuk Kanaka sewot, sedekat itu memang hubungan Devano dan anak-anak nya.
"Ya kan Pipo nikah ama Mimo masih muda banget, kenal Mimo sebagai wanita karir, udah gitu opa anaknya cuman Pipo doang, jadi mau nggak mau ya Pipo harus belajar jadi pebisnis, siapa lagi kan yang nerusin."
"Oh jadi Pipo terpaksa ya?" Dengan lugas Kanaka menuduhnya daripada bertanya.
"Awalnya iya, tapi semakin Pipo dewasa, tahu harus bertanggungjawab untuk istri dan anak-anak Pipo kelak, akhirnya Pipo jadi enjoy menjalani dan jadi semangat kerja."
"Kalo aku sekarang langsung terjun ke perusahaan opa gimana Pip? Maksud aku tuh kuliah sambil kerja, meski deviden yang dibagi ke aku juga bakalan cukup untuk kebutuhan kami, tapi aku ingin menghasilkan uang dari keringetku sendiri."
"Ya nggak papa, yang penting kamu fokus, nggak mudah lho kuliah sambil kerja, belum lagi harus jadi kepala keluarga juga, umur kamu sama Rere kan sama, keduanya pasti memiliki ego yang sama besar, beda sama Mimo Pipo, Mimo lebih dewasa hingga bisa mengarahkan Pipo agar lebih baik."
"Tapi persoalannya Pip, tadi Rere aku pegangin kartu debet punyaku nggak mau, kayak.... nggak respect gitu ngeliatnya, Naka paham sih itu bukan hasil keringet Naka sendiri, itu uang pemberian deviden dari opa, makanya Naka mau langsung kerja aja habis ini."
"Segitunya?" tanya Devano agak shock sih mendengarnya, pasalnya banyak perempuan yang masa bodoh darimana uang itu berasal, yang penting jatahnya ada.
"Iya segitunya, makanya Naka mau langsung sambi kerja setelah skripsi Naka diacc dosen."
"Ya udah, yang penting tanggung jawab sama keputusan kamu itu."
"Kalo Minggu depan Naka terima tantangan Davin buat balapan boleh nggak Pip? Mayan hadiahnya lima puluh."
"Asal bisa jaga diri sih nggak papa, inget lho pernikahan kamu tinggal tiga minggu lagi."
Kanaka mengangguk mengiyakan, berbincang dengan Pipo nya itu memang mengasyikkan, Pipo bukan tipe orang tua yang banyak aturan dan larangan, selama bertanggung jawab pasti dioke in sama hot pipo nya.
***
"Mas.... kamu mau ngapain?!" tanya Letta melihat Kanaka sudah rapi sambil menenteng helm kesayangannya.
"Mau ikut balapan hari ini Mo," jawab Kanaka santai.
"Eh eh, kok balapan? Inget lho acara kamu dua minggu lagi!" omel Letta pelan.
"Iya inget, makanya ini kejar tayang biar punya duit sebelum nikah."
"Maksudnya punya duit sebelum nikah? Emang kurang bulanan yang jadi jatah kamu?!" tanya Letta mulai overthinking ke Rere yang dikiranya mulai matre ke Kanaka.
Keiko dan Kenzo saling lirik, lewat mata Keiko berbicara ke Kenzo 'duit segitu mah buat aku juga kurang!' gitu kira-kira yang mau diucapkan Keiko.
"Bukan Mo, Rere justru nggak mau terima uang itu karena itu bukan hasil keringetku sendiri," jawab Kanaka.
"Udahlah Mo biarin aja, yang penting dia bisa jaga diri." Devano yang lagi menyantap sarapannya itu menengahi pembicaraan mereka.
"Pasti kamu ijinin kan Pip!" ucap Letta sewot.
Devano tak menyahut, bisa panjang urusannya kalau dia melawan Letta, kan ada semboyan 'bini selalu terdepan kan'.
Melihat suaminya hanya diam dan tak meladeni ucapannya, bergegas Letta mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.
"Rere.... lagi dimana sayang?" tanya Letta lembut.
"Di rumah Mo," jawab Rere agak gagu, seminggu ini komunikasinya dengan Kanaka justru lagi sedang tidak baik-baik saja.
"Susul Kanaka ke sirkuitnya om Ali ya, pak Nanang udah jalan jemput kamu!" perintah Letta tak mungkin dibantah sama Rere, calon mertua yang meminta, meski saat ini dalam otak Rere sedang berkutat ingin membatalkannya pernikahannya dengan Kanaka.
"Kanaka ngapain Mo?" tanya Rere sambil memakai celana panjang dan mengambil sweater dari dalam lemari, ada nada khawatir dalam suara Rere, bagaimanapun Rere sebenarnya mulai sayang sama Kanaka.
"Dia mau balapan, katanya perlu duit!" .
"Ya ampun, Kanaka pasti salah sangka Mo."
"Re.... diluar ada supir mertua kamu!" teriakan bu Laras membuat Rere cepat-cepat keluar dan menyudahi pembicaraannya dengan Letta.
"Mau kemana?" tanya bu Laras melihat Rere bergegas keluar kamar.
"Nyusul Kanaka Bu, nanti Rere ceritain!" teriak Rere sambil berlari keluar.
Laras menatap punggung anak gadisnya dengan perasaan terluka, Rere tidak mengerti apapun, tapi Rere juga harus menerima imbas dari perbuatan yang dituduhkan kepada Laras.
Padahal mereka juga sudah menjauh dan memutuskan hubungan tapi tetap saja stigma yang ditujukan kepada dirinya tak semudah itu hilang dalam hitungan tahun.
Sementara di dalam mobil, Rere menggusah nafasnya frustasi, perjalanan ke arah sentul itu memakan waktu yang tak sedikit, pasti ada kemacetan disana sini yang membuat Rere frustasi.
Kenapa Kanaka bisa senekat itu sih, padahal kan Rere hanya tak ingin memanfaatkan apapun yang diberikan Kanaka dan itu belum jadi haknya.
Apa tak nambah predikat buruk untuknya andai Kanaka dan keluarganya tahu tentang cerita masa lalunya.
Jujur Rere malu masuk ke keluarga Kanaka yang harmonis dan bahagia itu, sedang dirinya dan sang ibu hampir menjadi gelandangan karena ditendang oleh keluarganya sendiri.
Berulang kali Rere menggusah nafasnya lelah.
"Sabar ya mbak, jalanan macet banget," ucap pak Nanang melihat Rere dari kaca spion tengah.
"Iya Pak nggak papa," sahut Rere sopan, mungkin pak Nanang pikir Rere terus menggusah nafas karena tak sabar dengan jalanan.
Sampai di sirkuit Ali, suasana tampak sudah dipenuhi oleh orang-orang yang ingin menonton Davin dan Kanaka balapan.
Dengan kasar Rere menyeruak kerumunan orang dan disana dia melihat Kanaka sudah memutar gasnya dengan kencang dan melesat menggilas aspal.
_______
Gimana, gimana, tambah penasaran nggak? Maaf ya baru update hari.
Banyak, banyak sayang buat kalian semuanya...
cerita nya bagus tapi jadi ngeh setiap bab gini mulu