Rani baru saja kehilangan kakaknya, Ratih, yang meninggal karena kecelakaan tepat di depan matanya sendiri. Karena trauma, Rani sampai mengalami amnesia atas kejadian itu. Beberapa bulan pasca tragedi tersebut, Juna, mantan kakak iparnya melamar Rani dengan alasan untuk menjaga Ruby, putri dari Juna dan Ratih. Tapi, pernikahan itu rupanya menjadi awal penderitaan bagi Rani. Karena di malam pertama pernikahan mereka, Juna menodongkan pistol ke dahi Rani dan menatapnya dengan benci sambil berkata "Aku akan memastikan kamu masuk penjara, Pembunuh!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HANA ADACHI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23. (REVISI) Separuh Ingatan Rani
Rani sedang menikmati hari-hari damai setelah kepergian Laura sampai sebuah pesan teks membuatnya terusik.
Rani menghela napas panjang membaca pesan itu berulang kali.
'Selamat pagi Nona Rani. Ini adalah pesan pemberitahuan jadwal terapi Anda. Anda telah melewatkan dua kali sesi terapi. Mohon untuk mengonfirmasi kehadiran Anda. Terimakasih,'
Rani berdecak. Itu adalah pesan dari klinik psikiater tempat Rani berobat. Memang, semenjak Ratih meninggal, Rani beberapa kali melakukan terapi ke psikiater. Hal itu ia lakukan demi mengurangi depresi akibat sedih yang berlebihan serta mengembalikan memorinya yang hilang. Rani juga beberapa kali diberikan obat untuk mengatasi kecemasannya.
Tapi, semenjak menikah, Rani sudah tidak pernah datang ke sana lagi. Ia disibukkan dengan urusan rumah tangganya yang rumit serta suami yang selalu menuduhnya sebagai pembunuh.
Dan sepertinya, sekarang Rani benar-benar membutuhkan jasa psikiater lagi. Ia harus membuktikan kepada Juna kalau dirinya tak bersalah. Mau tak mau, ingatannya harus kembali.
"Oke, aku akan datang besok," tekadnya.
...----------------...
Esoknya, Rani menitipkan Ruby kepada sang mertua dan pergi ke psikiater. Dua bodyguard yang bertugas mengawasinya menemani dengan setia. Awalnya Rani merasa risih dengan mereka, tapi lama kelamaan dia menjadi terbiasa. Apalagi dua pria berbadan besar itu juga hanya diam saja saat menemani Rani kemana-mana, sehingga dirinya tak merasa terganggu.
Sampai di sana, Rani langsung diarahkan ke ruangan psikiater bernama dr Pratiwi.
"Apa kabar Bu Rani?" sapa dr Pratiwi ramah. "Bagaimana kabar anda?"
"Masih sama seperti sebelumnya dok, ingatan saya belum kembali. Obat yang diberikan dokter sudah habis, tapi tetap saja ingatan saya tidak kembali,"
dr Pratiwi tersenyum. "Obat-obatan itu memang hanya untuk menenangkan kecemasan pada diri Anda, Bu Rani. Untuk masalah ingatan, kita bisa melakukannya dengan beberapa terapi,"
"Terapi apa Dokter?"
"Hipnotis," jawab dr Pratiwi membuat Rani seketika mengerutkan kening.
"Hip..no..tis.. Dok?"
"Iya, terapi hipnotis ini bertujuan untuk merangsang ingatan bawah sadar Bu Rani. Saya akan membimbing Bu Rani melalui proses relaksasi mendalam, dan selama hipnosis, kita akan mencoba mengakses ingatan yang mungkin tersembunyi."
Rani agak ragu, "Apakah itu aman, Dokter?"
"Tenang saja, Bu Rani. Terapi hipnotis umumnya aman jika dilakukan oleh profesional yang berpengalaman. Saya akan memandu Anda selama prosesnya, dan Anda akan tetap memiliki kendali penuh atas pikiran dan tindakan Anda," jelas dr Pratiwi.
Rani mengangguk perlahan, "Oke, Dok. Saya bersedia mencobanya. Bagaimana caranya?"
Dr Pratiwi menjelaskan prosesnya, "Mari kita mulai dengan duduk yang nyaman. Saya akan meminta Anda untuk fokus pada pernapasan, kemudian secara perlahan, kita akan meresapi tingkat relaksasi yang lebih dalam. Ketika Anda merasa siap, saya akan memandu Anda untuk mengingat beberapa momen atau detail yang mungkin tersembunyi."
Rani menuruti perkataan dr Pratiwi. Ia diarahkan untuk duduk di sebuah sofa empuk, kemudian memejamkan matanya perlahan.
"Bu Rani, apakah Anda sudah siap?"
"Sudah dok," jawab Rani.
"Oke, sekarang, saya akan membawa Bu Rani ke ingatan Anda tujuh bulan lalu, hari sebelum Anda kecelakaan bersama kakak kandung Anda,"
Rani memfokuskan pikirannya. Ah, itu dia. Terlihat hotel mewah tempat dirinya dan Ratih menginap. Mereka berenang bersama di kolam rooftop hotel, melihat pemandangan seluruh kota dari atas. Rani bisa merasakan cipratan air yang dipercikkan Ratih padanya.
"Aw, Kak Ratih! Berhenti, nggak?" terlihat di ingatannya ada Ratih yang sedang menyiramkan air banyak-banyak ke arahnya. Ratih tertawa. Ia berenang menjauh saat Rani hendak membalas.
"Ayo tangkap Kakak kalau bisa!"
Kejadian kemudian beralih cepat ke malam hari, terlihat Rani dan Ratih tengah berdiri di dalam kamarnya dengan wajah serius.
"Kak, kamu gila?"
"Dengarkan aku dulu Rani,"
"Udahlah Kak, nggak ada yang perlu dijelasin lagi!"
Ingatan itu membuat Rani mengernyitkan dahi. Apa yang membuatnya begitu marah? Kenapa malam itu dirinya bertengkar dengan Ratih? Belum lengkap ingatan malam itu, tiba-tiba ingatannya berpindah keesokan harinya. Rani melihat dirinya bersama Ratih di dalam mobil yang sudah ringsek. Keadaan mereka berdua sudah berlumuran banyak darrah.
"Kak Ratih!" tangan Rani mencoba meraih tangan sang Kakak.
"Ra..ni.." panggil Ratih patah-patah.
"Kak Ratih!" Rani berteriak sekuat tenaga. "Ayo keluar bersamaku! Kak!"
Rasa takut mulai menyelimuti Rani. Tangannya mencoba menggapai tubuh Ratih yang mulai kehilangan kesadaran, tapi tubuhnya juga tidak berdaya.
"Bu Rani.." terdengar suara wanita memanggilnya.
"Tolong! Tolong!" teriak Rani.
"Bu Rani!"
Mata Rani seketika terbuka. Ia tersadar. Di depannya tidak ada lagi Ratih yang sedang tergeletak pingsan di dalam mobil. Tidak ada pula cairan darrah yang melumuri tubuhnya. Saat ini Rani sedang berada di ruangan terapi, dan di depannya adalah dr Pratiwi.
"Bu Rani, Anda tidak apa-apa? Anda terus menangis dan berteriak, jadi saya membangunkan Anda,"
Rani terdiam sejenak. Separuh ingatannya membuat Rani seketika merasa menyesal. Kenapa saat itu ia tak bisa membantu Ratih? Jika bisa, mungkin Ratih bisa diselamatkan sampai sekarang.
Perasaan sesal itu membuat hati Rani terasa sesak. Ia menangis tergugu di ruang terapi psikiater.
"Kak Ratih, maafkan aku Kak," tangis Ratih. "Andai aku bisa menyelamatkan Kakak waktu itu.."
To be continued..
kalau sudah jatuh baru mengharapkan bini yg sudah di sakiti!
kalau aku ma ya milih pergi!
ttep suka 🤗