Sinopsis "Alien Dari Langit"
Zack adalah makhluk luar angkasa yang telah hidup selama ratusan tahun. Ia telah berkali-kali mengganti identitasnya untuk beradaptasi dengan dunia manusia. Kini, ia menjalani kehidupan sebagai seorang dokter muda berbakat berusia 28 tahun di sebuah rumah sakit ternama.
Namun, kehidupannya yang tenang berubah ketika ia bertemu dengan seorang pasien—seorang gadis kelas 3 SMA yang ceria dan penuh rasa ingin tahu. Gadis itu, yang awalnya hanya pasien biasa, mulai tertarik pada Zack. Dengan caranya sendiri, ia berusaha mendekati dokter misterius itu, tanpa mengetahui rahasia besar yang tersembunyi di balik sosok pria tampan tersebut.
Sementara itu, Zack mulai merasakan sesuatu yang belum pernah ia alami sebelumnya—ketertarikan yang berbeda terhadap manusia. Di antara batas identitasnya sebagai makhluk luar angkasa dan kehidupan fana di bumi, Zack dihadapkan pada pilihan sulit: tetap menjalani perannya sebagai manusia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MZI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33: Sesuatu yang Membingungkan
Elly merasa dunianya runtuh. Ia ingin protes, tapi lidahnya keseleu.
Zack masih tersenyum santai, seolah kata-katanya barusan bukan hal besar. Tapi bagi Elly? Itu seperti bom yang meledak tepat di wajahnya!
Ia ingin menyangkal, ingin memarahi Zack, ingin lari jauh-jauh. Namun, yang bisa ia lakukan hanyalah duduk diam dengan jantung berdetak kencang.
Rina, yang duduk di sampingnya, hampir tak bisa menahan diri. Ia mendorong bahu Elly pelan sambil berbisik, “Jadi gimana, El? Kamu terima aja kan?”
Elly menoleh cepat dengan mata membelalak. “Apa-apaan?! Jelas nggak!”
Zack tertawa kecil, menikmati reaksi Elly. “Kalau belum mau menerima, nggak apa-apa. Aku kan orang yang sabar,” katanya dengan nada menggoda.
Elly ingin berteriak!
Orang ini…!!!
Ia berusaha menenangkan diri, menarik napas panjang, lalu berdiri cepat.
“Aku harus ke kelas dulu. Bye.”
Tanpa menunggu reaksi Zack atau Rina, Elly berjalan cepat seperti orang dikejar hantu.
Zack tersenyum kecil melihatnya pergi, lalu menoleh ke Rina yang masih terlihat antusias.
“Dia pemalu sekali ya?” tanyanya.
Rina tertawa. “Bukan cuma pemalu, dia juga keras kepala.”
Zack mengangguk santai. “Bagus, jadi aku bisa bersenang-senang lebih lama.”
Rina nyaris tersedak. “Kamu ini benar-benar serius, ya?”
Zack mengangguk dengan santai, tapi matanya memancarkan kesungguhan. “Tentu. Aku nggak pernah main-main soal sesuatu yang aku inginkan.”
Rina terdiam sejenak, lalu tersenyum tipis.
“Kalau gitu… jaga dia baik-baik.”
Zack mengangguk, senyumnya semakin dalam.
Sementara itu…
Elly berjalan tergesa-gesa menuju kelas, wajahnya masih merah seperti tomat matang.
“Kenapa dia kayak gitu sih?!” Elly menggumam sendiri, mencubit pipinya sendiri seakan ingin memastikan ia tidak sedang bermimpi.
Baru saja ia duduk di bangkunya, tiba-tiba seorang teman sekelasnya menyenggol lengannya.
“Elly, kenapa mukamu merah banget? Kamu sakit?”
Elly terlonjak kaget. “Eh?! Nggak! Aku sehat kok!”
Tapi temannya mengernyit curiga. “Masa? Kamu kayak orang habis ketemu gebetan.”
Elly nyaris terjatuh dari kursinya.
Oh, Zack! Kenapa kamu bikin hidupku begini?!
---
Saat bel masuk berbunyi, suasana kelas langsung dipenuhi suara langkah-langkah tergesa-gesa dari murid-murid yang mulai kembali ke tempat duduknya masing-masing.
Elly baru saja duduk ketika ibu kelas mereka, Bu Mira, melangkah masuk dengan buku catatan tebal di tangannya.
"Selamat pagi, anak-anak," sapa Bu Mira dengan senyum khasnya.
"Selamat pagi, Bu!" seluruh kelas menjawab serempak.
Bu Mira menyisir pandangannya ke seluruh kelas. "Hari ini, sebelum kita mulai pelajaran, saya akan memeriksa PR yang saya berikan kemarin. Silakan siapkan dan letakkan di atas meja kalian."
Deg!
Elly merasa seluruh tubuhnya kaku dalam sekejap.
PR?!
Wajahnya mendadak pucat. Ia melirik ke dalam tasnya, seolah berharap PR itu tiba-tiba muncul di dalam sana. Tapi tentu saja itu sia-sia.
Ya ampun… aku benar-benar lupa!
Sementara itu, suara-suara kertas dibolak-balik terdengar di sekelilingnya. Teman-temannya mulai mengeluarkan PR mereka dengan santai, sementara Elly masih mematung di tempatnya.
Ia melirik Rina di sebelahnya dengan panik.
"Rina… aku nggak ngerjain PR!" bisiknya dengan wajah penuh kepanikan.
Rina berhenti menulis dan menoleh cepat. "Apa?! Elly, ini PR wajib! Bisa kena hukuman kalau nggak ngumpulin!"
Elly menggigit bibirnya, jantungnya berdebar kencang. Ia benar-benar lupa!
Bu Mira mulai melangkah dari meja ke meja, memeriksa satu per satu.
Dan semakin lama, jaraknya semakin dekat dengan tempat duduk Elly.
Ya ampun, gimana ini?! Aku bakal kena hukuman!
Ia mencoba berpikir keras, tapi otaknya justru semakin kosong.
Tepat saat ia hampir menyerah dan menerima nasibnya, tiba-tiba sebuah buku PR terselip ke atas mejanya.
Elly membeku.
Ia menoleh cepat ke samping.
Dan di sana, Zack duduk santai dengan tangan terlipat, tersenyum kecil seolah ini bukan masalah besar sama sekali.
---
Elly masih tertegun saat melihat buku PR yang tiba-tiba muncul di mejanya.
Ia kembali melirik Zack yang hanya tersenyum kecil seperti ini bukan hal besar.
"Dia serius kasih PR-nya buat aku?" pikir Elly dalam hati, tapi tidak ada waktu untuk menolak.
Bu Mira semakin dekat, hanya tinggal dua meja lagi sebelum sampai ke Elly.
Ia mengambil napas dalam-dalam dan membuka buku itu, berpura-pura santai meskipun jantungnya masih berdegup kencang.
Akhirnya, Bu Mira berdiri di depan mejanya.
"Elly?" Bu Mira memiringkan kepalanya sedikit, memperhatikan wajah Elly yang tampak pucat.
"Kamu baik-baik saja? Apa kamu tidak enak badan?" tanyanya, suaranya terdengar lembut namun tetap penuh perhatian.
Elly segera menggeleng cepat. "Eh? Tidak apa-apa kok, Bu! Saya sehat!"
Ia berusaha tersenyum, tapi entah kenapa rasanya kaku.
Bu Mira melirik buku PR di atas meja Elly, lalu mengangguk dan mulai memeriksanya.
Elly menahan napas, merasa semakin tegang setiap kali Bu Mira membalik halaman.
Zack, di sisi lain, tetap santai, bahkan sesekali mencoret-coret bukunya sendiri, seolah tidak terjadi apa-apa.
Setelah beberapa saat, Bu Mira akhirnya menutup buku itu.
"Baiklah, PR-mu sudah diperiksa." Ia tersenyum tipis, lalu melangkah ke meja berikutnya.
Begitu Bu Mira pergi, Elly langsung menghembuskan napas panjang.
Tangannya yang tadi sedikit gemetar kini terasa lemas, dan ia langsung menempelkan kepalanya di meja.
"Ya ampun… aku benar-benar hampir kena hukuman!" pikirnya, masih terasa syok.
Zack tertawa pelan, lalu menyandarkan dagunya di satu tangan.
"Kenapa? Tegang banget?" tanyanya sambil menatap Elly dengan mata jahilnya.
Elly mengangkat kepalanya pelan, lalu melirik Zack dengan ekspresi setengah kesal, setengah malu.
"Kamu sih…" gumamnya pelan.
Zack mengangkat bahu, masih dengan senyum santainya. "Mau bagaimana lagi? Tadi mukamu seperti mau pingsan."
Elly mengerucutkan bibirnya, lalu mendekat sedikit dan berbisik, "Terus kamu gimana? Kan kamu nggak punya PR sekarang?"
Zack tertawa kecil, lalu menepuk buku di tangannya.
"Tenang saja, aku sudah buat dua semalam," katanya santai.
Elly membelalak, terkejut sekaligus salting.
"Dia sengaja bikin dua?! Dia tahu aku bakal lupa?!"
Pipinya perlahan merona, dan ia langsung memalingkan wajah sebelum Zack bisa melihat ekspresinya.
Sementara itu, Zack hanya menyeringai, senang melihat reaksi Elly yang terlihat gemas.
---
Saat jam istirahat tiba, kelas mulai riuh dengan suara murid-murid yang bergegas keluar.
Elly, yang biasanya langsung ikut pergi bersama Rina, kali ini masih duduk di bangkunya, terlihat sedikit ragu-ragu.
Ia melirik ke arah Zack yang santai saja di kursinya, tidak buru-buru pergi seperti biasanya.
"Aku harus mengucapkan terima kasih... tapi gimana caranya?!" pikirnya gelisah.
Tangannya mengepal di atas meja, dan setelah beberapa detik mengumpulkan keberanian, akhirnya ia berdiri dan bergegas keluar kelas.
---
Di kantin, Elly memilih minuman kesukaan Zack—sebuah minuman dingin beraroma kopi yang selalu ia lihat Zack minum saat istirahat.
Ia menatap botol itu, berdebat dengan dirinya sendiri.
"Kenapa aku malah jadi kayak orang mau kasih hadiah ke gebetan?!"
Pipinya mulai terasa panas hanya dengan memikirkannya.
Tapi akhirnya, dengan menghela napas dalam-dalam, ia membayar minuman itu dan berjalan kembali ke kelas dengan hati yang tak karuan.
---
Saat ia kembali, Zack masih duduk santai di tempatnya, memainkan pulpen di tangannya.
Elly berhenti sejenak di depan mejanya, merasa canggung.
Zack melirik ke arahnya, lalu mengangkat satu alis. "Ada apa?"
Elly menelan ludah, lalu dengan gerakan cepat, ia menaruh minuman itu di meja Zack, seolah takut berubah pikiran.
"Ini..." katanya pelan, menghindari tatapan Zack.
Zack melihat botol itu, lalu menatap Elly dengan rasa penasaran.
"Buat aku?" tanyanya, setengah tersenyum.
Elly mengangguk cepat, lalu berusaha tetap terlihat biasa saja.
"Iya... uh, sebagai tanda terima kasih soal PR tadi," katanya sambil mengusap tengkuknya, berusaha menyembunyikan rasa malunya.
Zack menatapnya sejenak, lalu tersenyum kecil dan mengambil minuman itu.
"Terima kasih," katanya santai, lalu dengan gerakan tenang, ia membuka tutup botol dan langsung meneguknya.
Elly berusaha keras untuk tidak menatap Zack, tapi ia bisa merasakan wajahnya semakin panas.
"Kenapa malah aku yang malu begini?!" pikirnya frustasi.
Sementara itu, Zack meletakkan botolnya kembali di meja, lalu menyengir ke arah Elly.
"Kalau gitu, lain kali aku bantu PR lagi, deh," katanya dengan nada menggoda.
Elly langsung menoleh dengan wajah panik.
"Jangan bercanda! Aku nggak bakal lupa PR lagi!" katanya cepat, mencoba menyangkal perasaan aneh yang mulai tumbuh di hatinya.
Zack hanya tertawa kecil, menikmati bagaimana Elly terlihat semakin gugup.
Bersambung...