PERMAISURI PENGGANTI
Hal pertama yang menyapa Rani saat ia membuka mata adalah langit-langit rumah sakit yang kusam. Dia termenung cukup lama dalam kebingungan. Apa yang telah terjadi padanya? Ia mencoba menoleh ke arah kanan dan kiri dengan susah payah, maka terlihatlah pergelangan tangannya yang sudah tersuntik jarum infus dan beberapa anggota tubuhnya yang dibalut perban.
"Kak Ratih.." desisnya. Ia ingat. Bukankah terakhir kali ia pergi bersama Ratih, kakak kandungnya satu-satunya? Lalu, kenapa dia bisa berakhir di sini sekarang?
"Rani?" Suara seorang wanita yang sangat dikenali Rani mendekat. Wajah wanita itu tampak berkerut. "Kamu sudah sadar nak?"
"Mama.." bisik Rani lemah. Wanita paruh baya yang ia panggil mama itu kemudian langsung bergegas keluar ruangan dan berteriak memanggil dokter.
Sesaat kemudian, dokter dan perawat muncul dan mulai memeriksa kondisi Rani. Mereka bertanya beberapa hal, tentang rasa sakit yang dialami Rani, atau gejala lain yang mungkin patut diwaspadai.
"Jadi, kamu nggak ingat apa yang terjadi sebelum kamu masuk ke sini?" pertanyaan dari dokter dijawab Rani dengan gelengan perlahan.
"Apa yang terjadi sama saya dok? Kenapa saya bisa ada di rumah sakit? Terus, dimana kakak saya? Apa dia juga masuk rumah sakit?"
Hening. Aneh sekali. Baik dokter, suster, maupun mama dan papanya tidak ada yang menjawab pertanyaan itu. Tunggu, ada apa ini? Kenapa rasanya ganjil sekali? Mendadak insting Rani merasakan ada sesuatu yang tidak beres.
"Ma? Kak Ratih sehat-sehat saja kan?"
Mama tampak menghela napas dalam-dalam sebelum menjawab pertanyaan Rani. Kemudian, setelah bertukar pandang dengan Papa, Mama menjawab dengan perlahan. "Ratih sudah meninggal Rani.."
"Hah? Maksud Mama? Kak Ratih meninggal? Ma, jangan bercanda! Rani serius! Dimana Kak Ratih?"
Mendengar pertanyaan sang putri, Mama justru menangis tersedu-sedu. Papa segera memeluk istrinya dan berusaha menenangkan.
"Nggak.. Nggak mungkin.." Rani menggeleng-gelengkan kepalanya. "Papa! Jawab Rani! Apa maksud Mama? Kenapa Mama bilang Kak Ratih sudah meninggal?"
Papa menghapus air matanya yang sudah mengalir sembari menjawab Rani dengan suara tersendat. "Benar apa kata Mama Ran, Ratih sudah meninggal. Kalian kecelakaan, dan Ratih meninggal di tempat. Kamu sudah tidak sadarkan diri selama tiga hari, dan kami tidak punya pilihan lain selain menguburkan jasad kakakmu secepatnya."
Ucapan Papa membuat Rani merasa tubuhnya dilemparkan ke dalam jurang yang sangat dalam. Apa? Apa tadi katanya? Kakaknya kecelakaan bersamanya, dan hanya dirinya yang selamat? Kenapa? Kenapa harus kakaknya yang meninggal? Kenapa bukan dirinya saja?
"Nggak! Nggak mungkin! Kak Ratih nggak mungkin sudah meninggal! Kak Ratih! Ini pasti prank kan? Kak! Cepet keluar! Ini udah nggak lucu! Kak Ratih!" Rani dengan agresif mencabut jarum infus dari pergelangan tangannya dan langsung bergegas keluar dari kamar. Pergerakan Rani yang sangat cepat membuat dokter dan suster yang berada disampingnya tidak sempat mencegah. Rani berlari menyusuri lorong rumah sakit sembari meneriakkan nama kakaknya seperti orang kesetanan.
"Kak Ratih! Kak Ratih! Jangan sembunyi kak! Ayo cepet keluar! Kak Ratih!"
Secepat apapun Rani berlari, dan sekeras apapun usahanya berteriak, tidak membuat orang yang ia maksud muncul di hadapannya. Yang ada, seorang satpam dengan kuat meraih tubuhnya dan menahannya agar tidak berlari lagi, kemudian seorang suster dengan cepat menyuntikkan obat penenang, membuat kesadaran Rani tiba-tiba menghilang, dan ia kembali pingsan.
...----------------...
Sementara itu, di waktu yang sama, seorang lelaki tengah berdiri di depan makam wanita yang sangat ia cintai. Hujan yang membasahi bumi sore itu tidak membuatnya bergeming, yang ada dirinya malah memandang papan nisan yang tertancap di kuburan bertanah basah itu dengan tatapan nanar.
"Pak," Seorang lelaki paruh baya muncul sambil berusaha melindungi bosnya dengan payung yang ia bawa. "Sudah sore Pak, ayo kita pulang. Baju bapak juga sudah basah, nanti sampeyan bisa sakit pak."
Lelaki berwajah tampan itu tetap terdiam di tempatnya. Air matanya yang sudah tercampur dengan air hujan mengalir deras.
"Bagaimana bisa aku meninggalkan Ratih sendirian di tempat yang dingin itu Pak? Pak Budi tau kan, Ratih sangat tidak tahan dingin. Bagaimana kalau dia kedinginan di dalam sana?"
Pak Budi, lelaki paruh baya yang sedang memegangi payung untuk bosnya itu hanya bisa menghela napas panjang. Dia tahu betul betapa besarnya cinta sang bos kepada sang istri. Apalagi kepergian sang istri terlalu mendadak, karena hal itu terjadi saat si bos sedang dinas keluar kota. Bosnya itu sekarang pasti sedang menyalahkan dirinya sendiri.
"Pak," Pak Budi mencoba membujuk. "Bukan hanya Pak Juna saja yang kehilangan Bu Ratih, tapi Non Ruby juga Pak. Sekarang, Non Ruby pasti sedang membutuhkan kasih sayang dari ayahnya. Saya mohon pak, Pak Juna pulang dulu. Karena Non Ruby sudah kehilangan sosok seorang ibu, jangan sampai Non Ruby juga kehilangan sosok seorang ayah."
Ucapan Pak Budi membuat Juna seketika menoleh. Pak Budi adalah sopir keluarganya sejak dulu, dan sekarang sudah dianggap seperti keluarganya sendiri. Kadangkala Juna bahkan menganggap Pak Budi sebagai sosok ayah kedua baginya.
"Ruby.." Juna mengucapkan nama itu dengan lirih. Wajah manis seorang gadis kecil seketika membuat air matanya kembali merebak. Ia jadi teringat dengan putri semata wayangnya itu. Bagaimana jadinya Ruby tanpa ibunya? Kenapa seorang anak berusia tiga tahun harus menanggung beban seberat ini?
"Pak.." Pak Budi menepuk-nepuk pundak Juna seperti seorang ayah yang berusaha menenangkan putranya. "Kita pulang ya Pak,"
Dengan langkah berat, Juna akhirnya melangkahkan kakinya menjauhi area pemakaman. Bahkan, saat dirinya akan masuk ke dalam mobil mewah yang akan membawanya pergi, Juna masih menyempatkan diri menoleh ke belakang. Berharap sosok sang istri akan muncul dan tersenyum kepadanya seperti biasa.
...----------------...
Tiga bulan telah berlalu sejak kejadian naas itu, tapi keadaan Rani tidak kunjung membaik. Badannya memang sudah sehat, tapi hatinya tidak. Bagaimana bisa ia bangkit kembali, padahal kakak tercintanya sudah meninggal dunia?
Rani ingat betul. Tiga bulan yang lalu dirinya dan Ratih pergi liburan bersama. Mereka menyewa vila dan bersenang-senang di sekitar pantai. Tapi, anehnya Rani sama sekali tidak ingat apa yang terjadi setelah itu. Bagaimana dirinya dan Ratih sampai berakhir kecelakaan? Ingatan Rani seperti sengaja dihilangkan tepat saat semua itu terjadi.
"Kak Ratih.." Rani menyusupkan wajahnya di antara kedua lutut. "Kenapa semuanya jadi seperti ini.. Aku kangen Kak Ratih.. Please Kak, bilang ke Rani kalau semuanya cuma mimpi.."
Ya, Rani benar-benar berharap semuanya hanya mimpi belaka. Ia berharap dirinya akan terbangun keesokan harinya dengan senyuman Ratih yang menyambutnya dengan hangat. Tapi, semua harapan itu sia-sia karena suara ketukan pintu kamarnya terdengar jelas, menandakan kalau saat ini dirinya sedang tidak berada di dunia mimpi.
"Rani.."
Itu suara Mama. Bukan sekali dua kali Rani mengabaikan panggilan sang mama. Bahkan sejak tiga bulan yang lalu, Rani menolak untuk bicara dengan siapapun dan bahkan enggan menyentuh makanan sampai badannya menjadi benar-benar kurus.
"Buka pintunya Rani.. Mama mau bicara.."
Rani tidak menggubris. Kalau boleh mati, Rani lebih memilih mati sekarang juga.
"Rani!" Suara ketukan pintu terdengar lebih keras. "Buka pintunya!"
Rani lebih memilih untuk menutup telinganya. Tak lama kemudian, suara ketukan terhenti. Sepertinya Mama sudah lelah bicara. Tapi, tanpa Rani duga-duga, tiba-tiba pintu kamarnya terdobrak dengan keras, sampai-sampai papan kayu jati itu ringsek dan membuat orang-orang yang berkumpul di luar kamarnya terlihat dari dalam.
"Rani.." Suara lembut seorang lelaki membuat Rani terperangah sejenak. Juna, suami Ratih yang berarti adalah kakak iparnya, masuk dan menghampiri Rani.
"Keluarlah Rani," Juna mengulurkan tangannya. "Ayo kita menikah,"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
🇮🇩A Firdaus🇰🇷
baru mampir karyamu bagus thor
2024-10-25
0
Anonymous
keren
2024-10-26
0
Eny Hidayati
menyimak Thor...
2024-08-25
0