Lahir dari pasangan milyuner Amerika-Perancis, Jeane Isabelle Richmond memiliki semua yang didambakan wanita di seluruh dunia. Dikaruniai wajah cantik, tubuh yang sempurna serta kekayaan orang tuanya membuat Jeane selalu memperoleh apa yang diinginkannya dalam hidup. Tapi dia justru mendambakan cinta seorang pria yang diluar jangkauannya. Dan diluar nalarnya.
Nun jauh di sana adalah Baltasar, seorang lelaki yang kenyang dengan pergulatan hidup, pelanggar hukum, pemimpin para gangster dan penuh kekerasan namun penuh karisma. Lelaki yang bagaikan seekor singa muda yang perkasa dan menguasai belantara, telah menyandera Jeane demi memperoleh uang tebusan. Lelaki yang mau menukarkan Jeane untuk memperoleh harta.
Catatan. Cerita ini berlatar belakang tahun 1900-an dan hanya fiktif belaka. Kesamaan nama dan tempat hanya merupakan sebuah kebetulan. Demikian juga mohon dimaklumi bila ada kesalahan atau ketidaksesuaian tempat dengan keadaan yang sebenarnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julius caezar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 25
Selama dua hari yang panjang, Jeane cuma berdiam diri, masuk ke kamarnya setiap kali Baltasar berada dalam rumah gubuk itu. Darahnya terasa mendidih setiap kali ia melihat Baltasar, sambil membenci pria itu dengan sepenuh hati.
Walaupun demikian, Jeane tahu bahwa ia tidak berdaya sama sekali, menjadi tawanan pria itu, dan setiap saat, kalau saja ia memberikan alasan, ia akan menerima hukuman dari pria itu.
Menjelang siang hari ke tiga, menit menit yang kosong, yang terasa tiada kunjung berlalu dan kamar kamar yang terasa semakin mengecil saja, membuat Jeane kehabisan akal. Ia akan menjadi gila kalau harus melewatkan satu jam lagi di dalam rumah itu.
Jeane melangkah ke arah pintu keluar dan membukanya. Seketika penjaga di depan pintu itu berbalik, senapan yang ada di tangannya dipalangkannya di depan dada untuk menghalangi Jeane keluar dari gubuk itu. Penjaga itu ternyata Jerome, pria yang membunuh Edgar dan mencoba memperkosa dirinya.
"Bano, senora? Mau mandi, nyonya?" tanya orang itu dengan pandangan mata menyiratkan kemesuman.
Jeane mencoba menelan sesuatu yang terasa menyumbat tenggorokannya. Ia menggelengkan kepalanya. Orang itu mengubah posisi senapan di tangannya, mengarahkan larasnya kepada Jeane. Laras senapan itu menunjuk nunjuk simpul di bagian depan blus Jeane, memaksa Jeane mundur kembali ke dalam rumah. Ketika Jeane melangkah mundur, pandangan mata pria itu tertuju pada naik turunnya buah dada Jeane. Hal itu mampu membuatnya menjadi panik, tetapi ia berusaha untuk tidak memperlihatkannya kepada lelaki itu.
Tiba tiba perhatian Jerome teralihkan oleh sesuatu di belakangnya. Suara. Pria itu menoleh ke belakang, seringai mesum langsung meninggalkan wajahnya. Penglihatan Jeane terhalang oleh bingkai pintu, sehingga ia tidak dapat melihat apa atau siapa yang telah menyebabkan perubahan itu.
Sebuah suara penuh wibawa dalam bahasa Spanyol memberikan jawaban pada Jeane. Jerome mejawabnya dalam bahasa Spanyol pula, dan matanya kembali melihat pada Jeane pula. Sorot mata yang berkilat kilat itu seperti mengancam, menjanjikan sesuatu bila mereka berduaan lagi.....
Wajah Jeane memucat membaca ancaman di mata Jerome. Baltasar kemudian muncul dengan Antonio di sampingnya. Jerome melangkah pergi dari pintu, menundukkan laras senapannya ke tanah. Sambil membalas tatapan mata Baltasar, dengan kaku Jeane berputar dan kembali ke ruangan utama itu.
"Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Antonio.
Apakah yang dapat ia katakan? Jeane berpikir. Bahwa ia ingin menghirup udara segar? Bahwa Jerome nyaris memaksa dirinya ke dalam rumah itu dan menyerangnya? Mustahil mereka akan mempercayai kata katanya. Jerome adalah salah seorang di antara mereka, anggota gerombolan mereka. Pasti mereka akan lebih mempercayai kata kata Jerome.
"Aku akan menjadi gila kalau dikurung terus di dalam rumah keparat ini!" teriak Jeane. "Aku hanya ingin mencari udara segar, tetapi anjing penjaga kalian itu tidak mengizinkan aku keluar!"
"Memang lebih baik kalau kau tetap berada di dalam rumah," kata Antonio.
"Untuk berapa lama?" suara Jeane melengking tinggi, hampir mendekati histeris. "Kalian tidak dapat menyuruhku tinggal dalam rumah keparat ini untuk selama lamanya."
Baltasar mengatakan sesuatu dalam bahasa Spanyol, menyebabkan Antonio berpaling kepadanya. Suatu percakapan tanpa kata kata yang dapat dimengerti oleh Jeane berlangsung di antara mereka bedua, lalu Antonio memandang kembali kepada Jeane.
"Biar aku yang menemanimu berjalan jalan." katanya.
"Terima kasih," balas Jeane dengan getir.
Antonio tidak memperdulikan ejekan Jeane. Ia pun melangkah ke sisi Jeane. Jerome yang bertubuh pendek dan kekar itu masih berjaga di luar. Ia sudah bergerak mau menghalangi Jeane lagi, tetapi suatu perintah tenang dari Antonio menyebabkan lelaki itu melangkah minggir.
Tanpa melihat kepada pembunuh suaminya itu, Jeane berjalan lewat di depannya. Tetapi ia merasa bahwa pria itu masih mengawasi dirinya diam diam, mengancamnya.
Tangan Antonio yang berada pada sikunya menunjuk arah yang harus dituju, menjauhi rumah rumah gubuk itu, menuju sisi ngarai yang ditumbuhi pepohonan. Kembali Jeane merasa diisolasi dari penghuni penghuni lain dari ngarai itu.
Jeane dapat mendengar suara anak anak yang sedang bermain di belakangnya.
Antonio melepaskan lengan Jeane.
"Katakanlah kepadaku, Antonio," Jeane berkata dengan mendesak. "Katakan kepadaku siapa kau sebenarnya dan bagaimana kau bisa sampai berada di sini. Katakan padaku, walaupun yang kau ceritakan itu bohong semua.... aku tidak perduli. Yang penting, berbicaralah padaku sehingga aku tidak perlu berpikir."
Antonio menghentikan langkahnya, memperhatikan Jeane tanpa berkata apapun, kemudian ia berjalan lagi. "Dari mana aku harus memulai?" tanya Antonio.
"Aku tidak perduli kau mau mulai dari mana," Jeane mengangkat bahu. "Bagaimana kau bisa sampai kemari..... dan bergabung dengan gerombolan bandit itu?"
"Aku memang lahir di Amerika, tetapi keluargaku beremigrasi ke Perancis ketika aku menginjak usia remaja.."
"Kau tidak berbahasa Perancis," sahut Jeane.
"Sedikit banyak aku juga berbahasa Perancis, tetapi kami lebih banyak menggunakan bahasa Inggris dan Spanyol karena kami tinggal di selatan."
"Lalu kenapa kau bisa berada di sini?"
"Aku menyelundupkan marijuana lewat perbatasan. Dari Spanyol ke Perancis. Harga marijuana di Perancis sangat bagus. Orang yang menjadi teman berdagangku itu mengubah perjanjian dan menaikkan harga barang yang kukehendaki. Kami berkelahi. Ia mencabut pisaunya tapi berhasil kurampas. Dengan pisau itu pula kubunuh dia. Malangnya, polisi keburu datang sebelum aku sempat melarikan diri," suara Antonio terdengar datar, tanpa emosi.
"Tampaknya seperti peristiwa pembelaan diri," kata Jeane. "Atau, paling paling pembunuhan tidak sengaja, bukan pembunuhan berencana. Lalu bagaimana keputusan pengadilan?"
"Peristiwa itu tidak pernah diajukan ke pengadilan."
"What? Apa?" Jeane terlonjak.
Antonio tersenyum sebelum melanjutkan, lalu berkata, "Sistem pengadilan di Spanyol sangat berbeda dengan pengadilan di Perancis maupun Amerika. Yang dipakai di sini adalah Kode Napoleon. Orang yang dianggap bersalah tetaplah bersalah sampai orang itu dapat membuktikan yang sebaliknya. Orang dipenjarakan hingga saat ia diajukan ke depan pengadilan. Dan itu dapat memakan waktu yang lama sekali. Cara ini berguna juga untuk menyingkirkan para penjahat dari jalanan...."
"O jadi itulah sebabnya kau berada di sini, bersembunyi di pegunungan ini, karena kau sedang dicari polisi," Jeane membuat kesimpulan. "Lalu bagaimana kau dapat meloloskan diri dari penjara?"
Selama beberapa saat, Antonio terdiam. Ia tampak enggan menjawab pertanyaan Jeane. Diambilnya sebatang sigaret dari saku celananya dan menawarkan sebatang kepada Jeane. Jeane menerimanya, dan berharap nikotine itu akan dapat menenangkan urat urat syarafnya yang tegang selama beberapa hari ini.