Bagaimana jika jiwa seorang Chef dari dunia moderen abad 25 yang cantik, kaya-raya, berstatus lajang, serta menguasai banyak tehnik beladiri, terbangun ditubuh seorang gadis diera dinasti kuno 3000 tahu lalu.
Liu Liyan, gadis cantik yang amat dimanja oleh ayah & kedua kakak lelakinya. Kadang suka berbuat sesuka hati, keras kepala & juga urakan.
Tapi setelah menikah, ia harus menjani hidup miskin bersama suaminya yang tampan tapi cacat.
Belum lagi ia harus dihadapkan dengan banyaknya konflik keluarga dari pihak suaminya.
Beruntung ibu mertua & adik ipar amat baik serta begitu menyayanginya, mendukung juga mempercayai.
Apakah ia bisa menggunakan keterampilannya didunia modern, untuk membantu keluarga suami juga keluarga kandungnya sendiri..?
Bagaimana lika-liku kehidupannya didunia yang serba kuno tanpa internet & listrik..?
Mari ikuti kisah Chef Claudia diera dinasti Song & menjadi Liu Liyan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Delia Ata, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membagi Penghasilan
Senyum lebar Liu Liyan dan Xiao Yue, terbit tanpa mau luntur disepanjang jalan menuju rumah keluarga Liu.
33 tahil perak 250 wen, penghasil mereka setelah dua hari memerah keringat dan tenaga.
Cuma butuh waktu 10 menit, untuk sampai dirumah keluarga Liu, yang sekaligus juga dijadikan kedai teh.
"Ayah, Dage...!"
Seru Liu Liyan melompat dari gerobak, berlari riang merangkul lengan kekar Liu Dayan.
"Kakak ipar...!"
Xiao Yue ikut menyapa, membungkuk hormat.
"Berapa hari tidak melihatmu, kau bertambah cantik saja." goda Xiao Chen.
Bibir Liu Liyan mencebik "karena aku memiliki suami yang tampan."
Liu Chen berdecih, mengacak rambut hitam sang adik kesayangan.
"Sudah menikah, masih saja manja. Ada apa kemari..?" tanya Liu Dayan mengusap tangan sang putri yang merangkul lengannya.
"Ayah sendiri yang bilang. Mau tumbuh sebesar apapun, aku tetap akan menjadi putri kecil ayah yang manja."
Liu Dayan terkekeh "ya, ya.ya..!"
Liu Liyan menarik pelan lengan sang ayah, menggiringnya untuk duduk disalah satu meja yang ada disudut kedai.
Bangunan kedai teh itu diberi nama Kedai teh Dayan, berdiri dihalaman rumah dengan luas 1000 meter. Hanya ada atap dengan didinding pagar keliling setinggi pundak orang dewasa.
"Aku ingin ayah menjual ini." tunjuk Liu Liyan kemeja, dimana 19 kotak kayu berada.
"Apa memangnya..?"
"Ayah buka saja..!"
Liu Dayan menuruti kata sang putri bungsu.
"Wah, cantik sekali. Apa ini namanya..?" tanya Jang Lin terpesona.
"Donat...!"
"Apa bisa dimakan..?" tanya kompak Liu Dayan, Liu Chen dan Jang Lin.
"Tentu saja bisa." jawab Liu Liyan menjelaskan satu per satu rasa toping.
Dengan tak sabaran ketiganya mengambil 1 donat dan langsung menggigitnya.
Pujian demi pujian berpayung kepuasan Liu Liyan dapatkan.
"Ini sangat cocok untuk menjadi teman minum teh." kata Jang Lin.
"Benar, ini pasti akan laris nanti." Liu Chen menimpali.
"Masih ada banyak toping bisa dipakai, aku mau kalian belajar untuk membuatnya. Mau tidak...?"
"Mau, aku mau..!" jawab antusias Jang Lin.
"Iya, aku juga mau...!" sambar Liu Chen.
Liu Liyan mengangguk "untuk sekarang aku titip dulu ini, 30 wen per kotak, ayah bisa menjualnya 35 atau 40 wen. Dan ini----
Liu Liyan memberikan tiga jenis gula dan 12 toples berisi susu kacang secara gratis.
Ia juga menjelaskan benda apa itu dan bagaimana cara membuatnya sebelum dinikmati.
"Yan'er, ini harganya mahal. Tidak mau, ayah tidak bisa menerimanya."
Liu Liyan dan Xiao Yue terkekeh.
"Paman tenang saja, gula-gula ini kami tidak membelinya."
Dahi Liu Dayan mengkerut, alis Liu Chen merajut, sedangkan Jang Lin menyipitkan mata bulatnya.
Xiao Yue mencondongkan kepala, lalu berbisik "gula-gula ini kami yang membuatnya."
"Apa...!
Liu Liyan dan Xiao Yue terbahak, mereka sudah memprediksi reaksi dari keluarga Liu.
Liu Liyan pun menjelaskan dan meminta agar mereka merahasiakan.
Kelak dimasa depan, wanita itu akan memasok gula kekedai teh milik keluarga Liu itu.
Liu Dayan dan Liu Chen menyambut dengan bahagia. Mereka akhirnya bisa berhemat dan dimasa depan bisa mengurangi harga jual semua varian teh yang tersedia dikedainya.
"Lusa kakak ipar datang kerumah ya..? aku akan mengajari bagaimana cara membuat donat dan kacang madu. Aku juga punya banyak resep minuman berbahan teh juga kue."
"Baik, lusa aku dan Dagemu akan berkunjung kedesa Hutong, sekalian menjenguk suamimu." balas Jang Lin bersemangat.
Liu Liyan dan Xiao Yue pamit untuk kemudian pergi berbelanja.
Karena pesanan paviliun Jiao Tong banyak, mereka pun memborong semua bahan produksi dalam jumlah besar.
Misalnya saja kacang kedelai dan hijau, masing-masing keduanya membeli 1000 jin.
Daun teh segar, tepung, cokelat, kayu manis, jahe, jujube, stroberi, kertas minyak, guci, kapur tohor, ember dan bak tembaga, kotak kayu, tepung serta beranek bumbu.
Memenuhi gerobak yang mereka sewa.
Untuk susu, Liu Liyan hanya membeli 10 kati. Karena kelak produksi donat akan dialihkan kepada ayah dan kakaknya.
Untuk kacang dan guci, nantinya akan diantar oleh pemilik toko.
Semua belanjaan itu menghabiskan 18 tahil perak 250 wen.
"Kakak ipar, kita dapat untung banyak." ucap bahagia Xiao Yue, menghitung sisa uang hasil penjualan mereka.
Hanya bermodal tenaga dan 3 tahil perak, mereka meraup keuntungan bersih 15 tahil.
Belum lagi sisa bahan dirumah yang masih ada dan juga sebagian masih dalam proses pembuatan.
Tak terbayang berapa keuntungan dimasa depan, jika semua pesanan pavilun Jiao Tong mereka selesaikan.
Lagi, perhatian semua penduduk desa tertuju kepada mereka.
Dua hari, Liu Liyan pergi kekota dan pulang dengan membawa banyak barang.
Entah apa yang dikerjakan dan dari mana juga mereka mendapat uang sebanyak itu.
10 wen dan 1 kati gula putih, serta 1 kati gula kristal. Liu Liyan berikan kepada kepala desa, sebagai bayaran sewa gerobak.
"Yan niang, terimakasih." ucap senang nyonya Shi, istri kepala desa ketika melihat gula.
Usai makan siang, semua berkumpul membicarakan soal kontrak kerjasama dengan paviliun Jiao Tong.
"Kalau seperti ini kita harus mencari orang untuk membantu." kata Guo Xia.
"Coba tawarkan kepada tuan Tang dan putranya juga Xiao Yong. Mereka tidak memiliki pekerjaan tetap, siapa tahu mau."
Xiao Yun menimpali.
"Ah, benar sekali. Mereka pasti mau. Yong'er juga kan punya banyak teman yang pengangguran." sahut Guo Xia.
Liu Liya mengangguk "baik, aku akan pergi kerumah tuan Tang. Tapi kalau Yong Dage----
Ucapan itu terjeda, bukan Liu Liyan takut untuk datang kerumah utama Xiao. Tapi lebih kemuak dan tentunya juga ingin menghindari keributan.
"Yong Dage sering memancing kesungai, coba nanti aku lihat kesana." Xiao Yan menjawab.
Setelah semuanya sepakat, lelah juga menghilang. Mereka pun mulai bekerja.
Merendam kedelai dan kacang hijau, mengiris stroberi dan jahe.
Memisahkan jujube dengan bijinya.
Menjemur goji berry merah dan kayu manis, agar semakin kering lagi.
Semua terselesaikan bertepatan dengan kedatangan tabib Zhang.
Liu Liyan memindahkan sang suami kekamar dan menemaninya dalam menjalani perawatan.