Zuarenz Galaksa Part 2

"Nih, abis selesai makan langsung pulang, ya!" Mey muncul seraya meletakan segelas air putih di meja, kemudian ia pun kembali duduk di sofanya.

"Thanks," ucap Zuarenz lalu meneguk air minum itu sampai menyisakan setengah. 

Glurp…

Glurp…

Melihat jakun Zuarenz yang naik-turun saat sedang minum, entah mengapa malah membuat Mey langsung setengah mati menahan senyum. Agaknya menurutnya pemandangan itu malah membuatnya sedikit terhibur.

Setelah selesai minum Zuarenz pun kembali meletakan gelas itu di meja, bersamaan dengan suapan terakhir nasi uduknya.

"Tapi duit nya ada, 'kan? Lo tenang aja, nanti duitnya gua ganti dua kali lipat dibanding duit yang gua pinjem ke lo!" kata Zuarenz sombong, setelah ia mengunyah habis nasi uduknya di dalam mulut.

"Ada! Kalo kamu pulang sekarang, itu lebih cepet lebih baik! Jadi aku gak bakalan mempersulit!" ucap Mey seraya menatap Zuarenz sengit.

"Seneng banget kayaknya lo ngusir gua!" 

"Ya, senenglah." sahut Mey terang-terangan.

Ting!

Mey mendengar suara notifikasi pesan, kemudian ia pun langsung merogoh ponselnya dari dalam saku jeans dan mendapati pesan whatsapp dari ibunya.

Ibu Tersayang : Mey, hari ini Ibu kayaknya pulangnya telat. Kamu udah makan, 'kan?

Mey : Tumben, Bu. Iya deh, gak apa-apa. Aku udah makan kok, Bu.

Ibu Tersayang : Ya udah, nanti kalo ada apa-apa hubungi Ibu, ya.

Mey : Iya, Bu. Semangat kerjanya, Ibu.

Ibu Tersayang : Iya, Mey. Makasih ya, Nak.

Mey tersenyum setelah membalas pesan itu, jujur ia sangat sayang sekali pada ibunya. Ibunya memang sibuk bekerja paruh waktu, tapi kasih sayang ibunya sama sekali tak pernah berkurang sedikitpun.

"Euuuuueee..." Zuarenz bersendawa. "Kenyang gua," sumringah Zuarenz seraya mengusap perutnya yang kekenyangan.

Perusak suasana kembali dimulai, apalagi saat Mey mendengar Zuarenz sendawa dengan seenaknya, hingga membuat senyuman Mey seketika luntur saat itu juga lalu menatap Zuarenz dengan dongkol.

"Senyum-senyum mulu lo, lagi chattingan sama si Troy, lo?" tuduh Zuarenz asal.

"Dasar, Kakek cangkul, kepo aja jadi orang!" cibir Mey seraya melempar bantal sofa, namun dengan sigap Zuarenz pun langsung menangkapnya.

Wusssshhh!

"Hap! Gak kena, wew!" Zuarenz terkikik seraya menjulurkan lidah, sementara Mey langsung memutar bola mata.

"Kamu udah selesai, 'kan makannya? Jadi mendingan sekarang kamu pulang. Aku mau istirahat,"

"Iya, iya, bawel lo! Mana sini duitnya!" kesal Zuarenz seraya menamprakkan satu telapak tangannya.

Mey mendelik dengan bibir terangkat sinis. Kemudian satu tangannya pun langsung merogoh saku celana jeansnya, dan setelah itu ia pun langsung menyerahkan uang recehan yang berjumlah seratus ribu itu tepat di telapak tangan Zuarenz.

"Tuh, ambil!"

Zuarenz hanya cengo, seolah ia tak percaya bahwa seumur hidupnya ia baru pertama kalinya melihat penampakan uang selecek itu yang terdiri dari uang pecahan lima ribu, dua ribu, dan sepuluh ribu lembaran yang tergulung di telapak tangannya saat ini. Jujur, menurutnya ini seperti mimpi, saking lebay nya.

"Yakin ini duit? Bukannya daun?" tanya Zuarenz konyol.

"Kamu pikir aku sundel bolong yang abis beli sate, terus bayar kamu pake daun, hah?" jutek Mey seraya mendelik.

"Ya, sumpah. Gua gak pernah pegang duit selecek ini, mana receh banget lagi duitnya. Gak ada gitu duit selembar seratus ribu, biar keliatan enak dipandang?" protes Zuarenz hingga membuat Mey langsung menghela nafas panjang.

"Aku gak sekaya kamu, Zuarenz Galaksa! Itu juga aku ambil dari celengan ayamku! Seharusnya kamu bersyukur, karena aku mau pinjami kamu uang!" 

"Miskin banget sih, lo." decak Zuarenz sedikit mencela.

"Daripada kamu, punya duit banyak tapi dari orang tua!"

"Terus lo nabung ni duit bukan dari orang tua lo?!" balas Zuarenz tak mau kalah.

"Ya, bukan lah. Kamu pikir?" sahut Mey ketus. "Udah deh, sekarang mendingan kamu pulang! Ada kamu berisik, bikin darting!" usir Mey yang langsung menarik paksa tangan Zuarenz, hingga membuat Zuarez bangkit dari posisinya.

"Eh, eh, lo!"

"Udah gak usah banyak cingcong!" seru Mey yang langsung mendorong tubuh Zuarenz dengan paksa, hingga keluar dari dalam rumah. "Bye! Lain kali gak usah ketemu lagi!" kata Mey seraya memampangkan wajah penuh kemenangan, karena akhirnya ia bisa mengusir Zuarenz.

"Oke!" sahut Zuarenz kecut.

Dan ketika Zuarenz hendak pergi dari teras, seketika saja hujan deras pun langsung turun tanpa memberikan aba-aba terlebih dahulu. Dan hal itu pun, menyebabkan niat Zuarenz yang akan hendak pergi pun mendadak urung.

Gludug… Gludug…

Suara geledek menyambar, hingga membuat Zuarenz spontan melonjak kaget sampai loncat dan menjerit, begitupun sebaliknya dengan Mey.

"Aaaaa…" suara Zuarenz dan Mey terdengar berteriak bersamaan.

Saking takutnya maka Zuarenz pun langsung berlari, kembali masuk ke dalam rumah Mey. Mey yang sama takutnya pun seketika saja langsung menutup pintu dengan nafas tersenggal, begitupula dengan Zuarenz.

Njeblug!

"Mey, gua numpang neduh dulu di rumah lo, ya? Diluar ujan sama ada petirnya juga, gua takut sumpah." pinta Zuarenz terdengar sungguh-sungguh.

Serta merta Mey pun langsung terperangah, lalu ia pun seketika menepuk jidatnya. "Hah? Capek, deh." desah Mey nada lelah, karena lagi-lagi usahanya untuk membuat Zuarenz pergi dari rumahnya malah kembali gagal.