NovelToon NovelToon
JANGAN MADU AKU GUS

JANGAN MADU AKU GUS

Status: tamat
Genre:Tamat / Poligami / Dijodohkan Orang Tua / Penyesalan Suami / Pihak Ketiga
Popularitas:1.1M
Nilai: 4.8
Nama Author: HANA ADACHI

🏆🏅 Juara Harapan Baru YAAW Season 10🥳

Kalau nggak suka, skip saja! Jangan kasih bintang satu! Please! 🙏🙏

Hafsa tidak menyangka bahwa pernikahannya dengan Gus Sahil akan menjadi bencana.

Pada malam pertama, saat semua pengantin seharusnya bahagia karena bisa berdua dengan orang tercinta, Hafsa malah mendapatkan kenyataan pahit bahwa hati Sahil tidak untuknya.

Hafsa berusaha menjadi istri yang paling baik, tapi Sahil justru berniat menghadirkan wanita lain dalam bahtera rumah tangga mereka.

Bagaimana nasib pernikahan tanpa cinta mereka? Akankah Hafsa akan menyerah, atau terus berjuang untuk mendapatkan cinta dari suaminya?

Ikuti terus cerita ini untuk tahu bagaimana perjuangan Hafsa mencairkan hati beku Gus Sahil.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HANA ADACHI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

24. Hasil Pemeriksaan

Asap rokok mengepul dari ujung bibir Gus Sahil, menciptakan helaian kabut tipis di sekitarnya. Wajahnya yang tegang tampak kusut seperti bentuk kemejanya, menandakan betapa berat beban yang sedang ia pikul.

Ini sudah rokok ketiganya hari ini. Dia bukan laki-laki yang hobi merokok, apalagi menjadikan kegiatan menghisap rokok sebagai suatu kewajiban. Namun sejak semalam, kepalanya pusing tidak karuan. Dia kalut memikirkan masalahnya yang entah kenapa semakin runyam.

Untunglah, smoking area di taman belakang rumah sakit tidak terlalu ramai. Gus Sahil menarik nafas dalam-dalam, menghela nikotin ke dalam paru-parunya, mencoba mencari ketenangan di balik kepala yang penuh dengan kegelisahan.

Ia memikirkan perkataan Abah Ali yang meminta Hafsa untuk diceraikan saja. Ia juga memikirkan Umi Zahra yang masih sakit, dan sampai sekarang tidak mau bicara padanya.

Api sudah hampir menghabiskan batang rokok yang dipegang Gus Sahil. Tanpa ragu, Gus Sahil menghempaskan rokok tersebut ke tanah. Menginjaknya hingga tak bersisa pendar merahnya.

Gus Sahil kembali menarik satu batang rokok dari bungkusnya. Meraba-raba saku kemeja. Kemana perginya korek api yang tadi baru saja ia pakai? Tanpa beranjak dari duduknya, Gus Sahil mencari-cari sumber api itu di atas tanah, siapa tahu jatuh.

"Butuh korek Gus?" Sebuah tangan terulur, menyerahkan sebuah korek api gas.

"Terimakasih," Gus Sahil menerima korek itu terlebih dulu sebelum melihat pemiliknya. Wajahnya kemudian menunjukkan ekspresi malas saat melihat Gus Ihsan berdiri di depannya.

"Saya baru tahu njenengan merokok," Gus Ihsan tanpa permisi duduk di samping Gus Sahil.

"Mau?" Gus Sahil menawarkan bungkus rokok yang masih menyisakan beberapa batang rokok di sana.

Gus Ihsan mengibaskan tangannya. "Saya nggak merokok,"

"Saya baru tahu ada orang membawa korek api tapi tidak merokok," sindir Gus Sahil, menirukan nada bicara Gus Ihsan.

Gus Ihsan terkekeh. "Terkadang korek api bisa memberi banyak alasan untuk mengobrol dengan seseorang,"

Asap rokok kembali mengebul dari mulut Gus Sahil, melingkupi wajahnya dengan aroma yang menusuk. "Njenengan mau ngobrol apa sama saya?"

"Nggak banyak," Gus Ihsan mengendikkan bahu. "Mungkin tentang istri njenengan?"

Gerakan tangan Gus Sahil yang hendak menyisipkan rokok ke mulut terhenti. Matanya langsung beralih memandang laki-laki di sampingnya. "Maksudnya?"

"Kemarin saya datang ke Bahrul Ulum," Gus Ihsan menatap Gus Sahil dengan berani. "Saya bertemu istri njenengan,"

Gus Sahil memutar bola matanya kesal. "Tidak perlu melaporkan semua hal yang njenengan lakukan ke saya,"

"Saya bilang padanya, kalau saya sangat mencintainya sejak dulu,"

Rokok Gus Sahil benar-benar terjatuh di atas tanah kali ini. "Apa?"

"Saya juga bilang, kalau nanti kalian bercerai, saya siap untuk menerima dia kapan saja,"

"Apa-apaan?!" Gus Sahil meraih kerah kemeja Gus Ihsan, mencengkeramnya kuat-kuat. "Apa maksudmu bicara begitu?!"

Gus Ihsan tetap tenang meski wajahnya menjadi semakin dekat dengan wajah marah Gus Sahil. "Saya tahu, Gus. Saya tahu kalau pernikahan kalian sedang dalam masalah. Saya lihat wajahnya yang ayu itu jadi terlihat lesu, matanya sembab karena menangis. Sebagai orang yang sudah mencintainya sejak dulu, saya tidak bisa diam saja."

Gus Sahil menggertakkan giginya, kemarahannya sudah mencapai ubun-ubun. "Kamu mau merebut istriku, hah?!"

"Merebut? Tidak Gus. Saya mau mengambil permata berharga yang njenengan sia-siakan begitu saja. Karena dia jauh lebih pantas bersama saya, dibandingkan bersama orang seperti njenengan."

BUGH!

Sebuah tinju mendarat di pipi Gus Ihsan. Tubuh Gus Ihsan terhuyung ke belakang. Gus Sahil tidak membuang waktu, menindih badan laki-laki itu, memukul dengan membabi buta.

"Gus!" Mabrur muncul dengan berlari panik. Ia sebisa mungkin memisahkan Gus Sahil dari Gus Ihsan. "Cukup Gus! Banyak yang melihat!"

Ucapan Mabrur menyadarkan Gus Sahil. Ia mengedarkan pandangan pada orang-orang di sekitar taman yang melihat mereka. Sepertinya adu jotos mereka berdua menjadi tontonan menarik di rumah sakit.

Gus Sahil mengibaskan tangannya. Ia melihat Gus Ihsan yang tergolek lemah di atas tanah dengan wajah berlumuran darah.

"Sekali lagi kamu bilang begitu, aku tidak akan tinggal diam," Gus Sahil mengancam.

"Kenapa Gus? Njenengan kan tidak menginginkan Hafsa, kenapa tidak mau melepaskannya? Bukannya itu terlalu serakah ya?" Gus Ihsan berusaha untuk bangkit meski susah payah.

Tangan Gus Sahil terkepal di kedua sisi tubuhnya.

"Sudah Gus, sudah." Mabrur menenangkan Gus Sahil. Segera membawanya menjauh dari Gus Ihsan yang sudah babak belur. Entah apa yang akan terjadi kalau dia terlambat datang tadi.

...----------------...

...'Selamat siang Bu Hafsa,...

...Hasil pemeriksaan ultrasonografi sudah keluar....

...Harap datang ke rumah sakit dan menemui dokter.'...

Pesan tersebut membuat detak jantung Hafsa seketika berpacu dengan cepat. Beberapa masalah belakangan ini membuatnya sepenuhnya lupa pada pemeriksaan ultrasonografi. Tiba-tiba saja, sekarang sudah waktunya ia menerima hasil.

Hafsa merasa bimbang. Rumah sakit itu adalah rumah sakit yang sama tempat Umi Zahra dirawat. Hafsa benar-benar tidak ingin bertemu dengan Gus Sahil sekarang. Rasa sakit hatinya terlanjur dalam.

Tapi, Hafsa juga ingin menghapus rasa penasarannya. Sakit perutnya masih sering terasa setelah efek obat yang ia minum habis. Hafsa ingin tahu sebenarnya apa penyebab rasa sakit yang luar biasa itu.

Setelah berperang batin cukup lama, Hafsa akhirnya memutuskan untuk pergi. Menyetir mobil sendiri tanpa sepengetahuan orangtuanya.

Sampai di rumah sakit, Hafsa segera pergi ke ruang dokter yang kemarin memeriksanya. Sebisa mungkin dia menghindari tempat-tempat yang mungkin ada Gus Sahil di sana. Untunglah, ia sampai di ruangan itu tanpa ketahuan siapapun.

"Permisi Dok," Hafsa masuk ke dalam ruangan setelah dipersilahkan oleh seorang suster.

"Selamat siang Bu," Seorang dokter wanita dengan kacamata bulat bertengger di hidung tampak melihat hasil diagnosa dengan serius. Dr. Hanum, Hafsa membaca nama yang tersemat di dadanya.

"Siang Bu. Bagaimana dengan hasil pemeriksaan saya?"

Dr. Hanum melepaskan kacamata sembari memandang Hafsa dengan tatapan prihatin. "Maaf Bu, saya harus memberitahukan hasil diagnosa kami dengan jujur. Setelah melakukan pemeriksaan dan analisis, sayangnya kami menemukan bahwa Ibu Hafsa terkena kanker rahim."

"Gimana dok?" Hafsa benar-benar berharap telinganya salah mendengar. "Saya terkena apa?"

"Kanker rahim Bu, dan sudah stadium akhir."

Hafsa merasa dadanya terasa sesak seperti ditusuk pedang bertubi-tubi. Belum selesai masalahnya dengan sang suami, lalu sekarang apa? Kanker rahim?

"Dok, apa nggak ada kemungkinan salah diagnosa? Saya nggak pernah merasakan gejala apapun sebelumnya. Apa saya benar-benar kena kanker rahim?" Hafsa masih berusaha menolak kenyataan.

"Bu," Dr. Hanum menggenggam tangan Hafsa, berusaha menenangkan. "Saya tahu ini sulit untuk diterima. Gejala kanker biasanya memang tidak terlalu terasa bagi si penderita. Tapi jangan khawatir, kami akan melakukan yang terbaik untuk menyembuhkan Anda,"

Air mata Hafsa mengalir deras di kedua pipi. "Terus, sekarang saya harus apa dok?"

"Kami menganjurkan untuk melakukan kemoterapi dan operasi pengangkatan rahim untuk menghilangkan sel-sel kanker yang sudah menyebar,"

"Pengangkatan rahim dok?" ulang Hafsa. Ia menyentuh perutnya, memandang sang dokter dengan tatapan sedih. "Rahim saya?"

Dr. Hanum menganggukkan kepalanya. "Ini satu-satunya jalan Bu,"

Tangis Hafsa pecah seketika. Cobaan apalagi ini Ya Allah? Suaminya bahkan tidak mencintainya, dan sekarang dia bahkan tidak punya kesempatan untuk memiliki anak?

"Dok, apa nggak ada cara lain? Saya punya impian sejak dulu dok. Saya ingin jadi seorang ibu, yang bisa mendidik anak-anaknya dengan baik." Hafsa terisak. "Sekarang saya bahkan nggak punya harapan untuk mewujudkan impian saya,"

"Saya mengerti Bu. Sebagai sesama perempuan,saya sangat paham bagaimana perasaan Ibu. Tapi, ini adalah satu-satunya jalan untuk menyelamatkan nyawa Ibu," Dr. Hanum mengelus punggung Hafsa.

Hafsa masih menangis. Tubuhnya sakit, tapi hatinya jauh lebih sakit. "Dok, kalau saya menunda operasi maupun kemoterapi itu, kira-kira berapa lama saya bisa bertahan?"

Dr. Hanum menghembuskan nafas dalam-dalam sebelum menjawab dengan berhati-hati. "Kemungkinan terburuknya, mungkin enam bulan Bu,"

Enam bulan. Hafsa mengulang perkataan Dr. Hanum di dalam hati. Ia merasa semakin terpuruk. Apa yang bisa ia lakukan selama enam bulan sisa hidupnya?

1
Dewi Oktavia
nah Lo, jangan nyesal y jika istri mu na pisah ada yang nunggu tuh
Dewi Oktavia
tak penting bilang sama suami tak cinta
Dewi Oktavia
syukurin
Dewi Oktavia
jika tidak ada cinta dari suami lebih baik pisah itu indah,kejar lah ilmu itu lebih bagus dari pada menikah dengan orang tidak pernah mencintai
Dewi Oktavia
bertahan dulu demi pernikahan tapi jika tak tahan maka menyerah lah
Dewi Oktavia
hancur x mendengar y
Dewi Oktavia
y Allah sakit x baca y
Dewi Oktavia
sumpah baca y sedikit kesel jika punya suami macam tuh
Dewi Oktavia
sakit y di dada
Dewi Oktavia
ngeri loh,,,,jika suami tak bisa membahagiakan istri malah menyakiti hati dan cinta seorang istri ke suami y.
Dewi Oktavia
sadis x ,baru mulai baca
Murci Sukmana
Luar biasa
Arin
/Heart/
Anita Candra Dewi
klo ak lgsg tak ganti yg serupa😅
bibuk duo nan
😭😭😭😭
ALNAZTRA ILMU
sini aku tak tahan🥺🥺🥺
ALNAZTRA ILMU
knp tidak dari dulu buat program hamil.. tapi terburu2 carikan suaminya isteri baru sok kuat
ALNAZTRA ILMU
ini agak biadab ya.. sepatutnya, jangan suka ganggu
ALNAZTRA ILMU
🤣🤣🤣wahhh
ALNAZTRA ILMU
🤣🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!