Malam itu, Gwen seorang gadis remaja tidak sengaja memergoki cowok yang dia kejar selama ini sedang melakukan pembunuhan.
Rasa takut tiba-tiba merayap dalam tubuhnya, sekaligus bimbang antara terus mengejarnya atau memilih menyerah, Karena jujur Gwen sangat takut mengetahui sosok yang dia puja selama ini ternyata seorang pria yang sangat berbahaya, yaitu Arsenio.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ladies_kocak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Gwen terduduk lesu di ranjang putih rumah sakit, matanya sendu menatap langit yang cerah melalui jendela, namun tak ada gairah di pandangannya.
Di sofa, Darren sibuk dengan iPad, mencoba mengusir kebosanan saat menemani Gwen yang tak kunjung berbicara saat sakit; ia tahu anaknya menjadi sangat pendiam, tapi setidaknya itu lebih baik daripada teriakan histeris Gwen semalam yang membuatnya khawatir.
Napas Gwen terasa berat, matanya masih mengarah pada jendela, seakan mencari sesuatu di kejauhan, sebelum akhirnya memanggil, "Papi."
Suara lemah itu membuat Darren langsung mengalihkan pandangannya. "Kenapa, sayang?" tanyanya dengan suara yang mencoba menenangkan.
"Aku kangen Mami, papi. Bisa kita ke makam Mami setelah aku keluar dari sini?" pinta Gwen dengan suara yang nyaris tak terdengar.
Darren menghela napas, menahan emosi sebelum menjawab, "Tentu, kita akan pergi bersama-sama. Ajak abang dan kakakmu juga. Tapi kamu harus berusaha sembuh lebih dulu."
Gwen hanya mengangguk lemah, membiarkan suasana hening memenuhi ruangan hingga suara pintu yang terbuka memecahnya. "Tante cantik!" teriak Lily sambil berlari menghampiri Gwen.
Gwen, yang awalnya abai pada pintu, sontak menoleh dengan wajah pucat saat mendengar langkah kaki. Di ambang pintu, Lily muncul berlari kecil menarik tangan Arsenio.
Dengan tangan terentang, Lily tampak bersemangat ingin mendekati Gwen. Arsenio dengan hati-hati mengangkat Lily kecil, meletakkannya di sisi Gwen di ranjang. "Tante udah baik?" tanya Lily dengan mata berbinar.
"Baik, sayang," jawab Gwen, tersenyum lemah sambil mengangguk.
Darren, yang selama ini diam, tersenyum tipis melihat interaksi tersebut. Kedatangan Lily sedikit memberi semangat pada Gwen. Dia berdiri, memandang Gwen dengan tatapan hangat. "Papi harus pulang sebentar. Nanti abang atau kakak Tata akan datang," ucapnya sambil mendekat dan memberikan ciuman sayang di puncak kepala Gwen.
Gwen hanya mengangguk, memberi tanda pengertian. Darren berpaling pada Lily, " Lily ayang, jaga tante ya."
"Siap, Kakek!" Lily menjawab penuh semangat.
Saat pandangan Darren beralih ke Arsenio, nada bicaranya berubah ketus. "Jaga anak saya dengan baik," perintahnya dengan tatapan tegas.
"Ya, Papi mertua," sahut Arsenio dengan sopan, namun Darren hanya mendengus dan berlalu meninggalkan ruangan.
Arsenio menatap lembut wajah pucat Gwen yang duduk lemah di ranjang. Sambil mengeluarkan kotak makanan dari tas,"Ini ada titipan dari Mami. Katanya, cepat sembuh ya."
Satu persatu kotak itu dibuka, memperlihatkan nasi goreng udang yang harum. "Mami sering buat ini. Punya resep asli dari mami kamu, walaupun ini sedikit berbeda dari masakan mami kamu. Kamu pasti suka," sambung Arsenio, berusaha menggugah selera Gwen.
Kepala Gwen terangkat perlahan, matanya menyapu nasi goreng itu sebelum air mata tiba-tiba mengalir, mengungkapkan rindu pada ibunya yang terpisah oleh waktu dan jarak.
Dengan cepat, Arsenio menyeka air mata Gwen, sambil berkata, "Ayo, coba makan sedikit."
Gwen mengangguk, tekad terlihat di wajahnya. Tiba-tiba, Arsenio tersenyum dan memberikan kotak makanan lain ke Lily yang duduk di sebelahnya. "Ini punya Lily. Omah juga menyiapkan untukmu," ujarnya.
"Yeay, Lily juga dapat!" sahut Lily ceria. Rambutnya digelai Arsenio dengan penuh kasih sayang.
Sementara itu, Gwen sudah mulai memakan nasi goreng tersebut, mencoba merasakan hangatnya cinta yang terbungkus dalam setiap butir nasi.
Arsenio melembut, "Bagaimana rasanya?"
Gwen tersenyum tipis, suara seraknya nyaris tak terdengar, "Enak, persis seperti buatan Mami."
Arsenio berkata, "Habisin, nanti aku suruh Mami buat lagi buat kamu."
Gwen mengangguk sambil terus menikmati kehangatan makanan buatan omah yang diakui oleh Lily dengan semangat, "Masakan omah memang enak."
*
Selesai makan, kebiasaan Lily terulang lagi saat dia terlelap di samping Gwen yang dengan penuh kasih mengusap rambutnya. Arsenio, sambil mencubit pipi tembem Lily, berkomentar, "Kebiasaan nih anak, habis makan langsung tidur."
Gwen tersenyum, namun senyumnya perlahan memudar ketika layar TV memperlihatkan berita pembunuhan dengan seorang pelayan laki-laki bersimbah darah, wajahnya lebam dan perutnya tertusuk.
Sambil melihat ke layar, Gwen bertanya kepada Arsenio yang asyik dengan ponselnya, "Itu perbuatan kakak?"
Arsenio mendongak, tatapan matanya datar menyaksikan berita itu, tanpa berkata-kata. Gwen menyentuh tangan Arsenio yang terdapat luka. "Luka ini, pasti kakak dapat waktu bunuh dia kan?" tanyanya perlahan.
Arsenio menghela nafas berat, mengangguk kaku, ketakutan tergambar jelas di wajahnya bahwa Gwen semakin takut kepadanya.
"Makasih," ucap Gwen lembut.
Arsenio terkejut, "Hah!?"
Gwen mengulang, "Makasih, Kak," sambil terus mengelus luka di tangan Arsenio. "Aku nggak yakin dia nggak sengaja. Rasanya dia emang sengaja, soalnya aku yakin kalian pasti nggak bakal ngelakuin itu, kalian tahu aku trauma sama api," jelas Gwen dengan nada sedih.
Arsenio cepat menjawab, "Dia suruhan orang lain."
Gwen tersenyum miris, "Sudah kuduga," bisiknya pelan.
"Kamu mau tahu siapa yang menyuruhnya?" tanya Arsenio.
"Maudy, kan?" tebak Gwen.
Arsenio terkejut, "Kenapa bisa tahu?"
Gwen menjelaskan, "Hanya dia yang nggak suka sama aku. Aku juga sudah curiga sejak dia kembali, dia pasti akan memanfaatkan kelemahanku satu-persatu." Arsenio hanya bisa mendengarkan keluh kesah Gwen tanpa berkata apa-apa.
"Dia juga akan merebut semua yang aku punya, mulai dari perhatian kakek yang sekarang jadi nggak sayang lagi sama aku. Aku takut, nanti kakak juga bakal direbut sama dia," lanjut Gwen dengan rasa takut.
"Kalau dia berhasil merebut hatiku dari kamu, emang aku mau?" balas Arsenio sambil bermain dengan jari-jari Gwen.
"Aku nggak tahu isi hati Kak Nio yang sebenarnya," ucap Gwen dengan nada ragu.
Arsenio mengecup telapak tangan Gwen dengan lembut, lalu menatap dalam-dalam ke mata Gwen. "Pengen tahu apa yang ada di sini?" tanya Arsenio dengan suara halus sambil membawa tangan Gwen di atas dadanya.
"Apa kamu merasakannya" tanya Arsenio. Gwen menggeleng lemah.
Arsenio bangkit duduk di tepi ranjang setelah menggeser Lily sedikit lebih bawah, lalu tangannya menarik kepala Gwen supaya bersandar di dadanya. Gwen bisa mendengar detak jantung Arsenio dengan cepat.
"Aku pikir cuman aku yang berdebar tiap dekat sama kak Nio," Bisik Gwen menikmati dwtak jantung Arsenio. Arsenio hanya tersenyum tipis mengecup pucuk kepala Gwen dengan penuh kasih sayang.
Gwen kembali terdiam sejenak sebelum akhirnya bertanya, "Kak Nio, sebenarnya suka sama aku?"
"Perhatian aku selama ini belum jelas ya," jawab Arsenio singkat.
"Jawab aja suka atau nggak" kesal Gwen melerai pelukan menatap arsenio dari samping.
"Suka"
"Udah cinta belum sama aku?" tanya Gwen lagi.
"Cinta,"
"Tapi kenapa suka sama aku?" desak Gwen penasaran.
"Harus ya kita suka seseorang perlu tanya kenapa?" jawab Arsenio.
"Aku cuman penasaran kak," jawab Gwen lesu.
"Aku suka segalanya dari kamu, kadang kamu marah, kadang ngambek, kadang heboh, terus tiba-tiba nangis nggak jelas," lanjut Arsenio.
Gwen tersenyum pahit, mengingat dua hari yang lalu dia tiba-tiba menangis di depan Arsenio, rasa malu kembali merayap di tubuhnya.
"Kak Nio, mau janji sama aku?" tanya Gwen dengan serius.
"Janji apa?" tanya Arsenio.
"Kak Nio nggak boleh ninggalin aku tanpa kabar. Dulu kakek juga gitu, Tiba-tiba keluar negeri, pas pulang udah cuekin aku" kata Gwen dengan nada memohon.
"Janji"
"Janji ya, Kak Nio, enggak boleh suka sama Maudy. Nanti kalau Kak Nio jatuh cinta sama cewek lain, boleh kok, asal bukan Maudy," ujar Gwen tegas.
"Janji," balas Arsenio, meski dalam hati dia kurang sreg mendengar Gwen bicara soal dia jatuh cinta dengan gadis lain.
"Gwen boleh percaya sama Kakak nggak?" tanya Gwen dengan nada ragu.
"Boleh dong," sahut Arsenio dengan senyum.
"Kak Nio harus janji, nanti kalau aku udah dewasa, Kakak harus nikahin aku," lanjut Gwen dengan nada serius tapi ada kesan malu-malu.
Arsenio hanya tersenyum manis dan mengangguk, "Janji."
"Ingat loh, ga boleh ingkar!" tegas Gwen.
"Iya, iya," jawab Arsenio. Tiba-tiba, Gwen mencium pipi Arsenio dengan cepat dan malu-malu. "Itu stempel perjanjiannya," katanya sambil buru-buru menyembunyikan diri di balik selimut.
Arsenio masih terpaku, berkedip pelan, tak menyangka mendapat kecupan dari Gwen. "Kamu nakal Gwenara Seyren!"