Marsha Aulia mengira, ia tidak akan pernah bertemu kembali dengan sang mantan kekasih. Namun, takdir berkata lain. Pria yang mengkhianatinya itu, justru kini menjadi atasan di tempatnya bekerja. Gadis berusia 27 tahun itu ingin kembali lari, menjauh seperti yang ia lakukan lima tahun lalu. Namun apa daya, ia terikat dengan kontrak kerja yang tak boleh di langgarnya. Apa yang harus Marsha lakukan? Berpura-pura tidak mengenal pria itu? Atau justru kembali menjalin hubungan saat pria yang telah beristri itu mengatakan jika masih sangat mencintainya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Five Vee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12. Bagaimana Dengan Sandra?
Hampir dua jam mengobrol di kedai kopi. Marsha pun meminta ijin untuk pulang. Aldo setuju, pria itu kemudian menawarkan untuk mengantar gadis itu.
“Aku bisa naik taksi, Al.” Tolak Marsha secara halus.
Namun Aldo bersikukuh. “Aku tidak mau mendengar penolakan, Sha. Kita pulang bersama. Atau, bagaimana jika kita makan malam dulu sebelum pulang?”
Marsha menggelengkan kepalanya. “Aku makan di rumah saja.”
“Baiklah. Kalau begitu, aku yang mampir, kita makan di apartemen kamu.” Jawab Aldo dengan santai. Membuat mata Marsha membulat sempurna. Pria itu kemudian berdiri, berjalan menuju keluar. Dengan cepat Marsha pun menyusulnya.
“Silahkan, Sha.” Aldo membukakan pintu penumpang depan di sebelah kiri untuk Marsha. Dan gadis itu pun menurut.
Dalam perjalanan pulang, mereka kembali bercerita. Masih dengan rasa tidak percaya Marsha yang melihat perubahan penampilan Aldo.
Lima belas menit kemudian mereka pun tiba di parkiran bawah tanah gedung apartemen tempat tinggal Marsha.
“Kamu tidak menanyakan, darimana aku tahu tempat tinggal kamu?” Tanya Aldo saat mobil sudah berhenti, namun mesinnya masih menyala.
Marsha berdecak pelan. Satu alis gadis itu terangkat. “Bukannya kamu lebih tahu? Atau jangan-jangan kamu yang memilih tempat ini?” Marsha berbalik melempar pertanyaan.
Aldo terkekeh. Kepalanya menggeleng pelan.
“Aku baru pindah ke hotel setahun ini, Sha. Jadi bukan aku yang memilih tempat ini.” Jawabnya kemudian mematikan mesin mobil. Marsha pun melepaskan sabuk pengaman yang membelenggu tubuhnya.
“Jadi—.” Aldo sengaja menggantung ucapannya.
“Apa?” Tanya Marsha tak mengerti. Ia pun mengurungkan niat membuka pintu.
“Aku boleh mampir dan menumpang makan malam ‘kan?” Tanya Aldo sembari menaik turunkan alisnya.
Marsha kembali berdecak. “Boleh, asal tidak ada yang marah saja.”
“Aku benar-benar masih lajang, Sha. Tadi ‘kan sudah aku katakan.” Jelas Aldo serius. “Siapa juga yang mau dengan pria culun seperti aku ini?” Ia pun mengedikan bahunya.
Marsha terkekeh. Ia kemudian membuka pintu mobil di samping.
Aldo mengikutinya. Namun, panggilan masuk dari Rafael menghentikan pergerakan pria itu.
“Ya, bos?” Ucapnya sembari melihat ke arah Marsha yang sedang berdiri di samping mobil.
“Kamu dimana?” Suara Rafael terdengar tegas.
“Aku sedang di luar, bos. Ada sedikit urusan dengan teman lama.” Jawab Aldo yang tak seratus persen berbohong.
Ia belum mengatakan perihal keberadaan Marsha kepada Rafael. Pria itu menunggu waktu yang tepat.
“Apa masih lama? Aku butuh bantuan kamu di kantor, Al.”
Aldo menghela nafas pelan. Baru saja ia akan mampir ke tempat tinggal Marsha. Tetapi, Rafael sudah memanggilnya.
‘Apa dia tahu aku sedang bersama Marsha?’
“Baiklah. Aku akan segera kesana.” Jawab Aldo. Dan panggilan pun berakhir.
Pria itu kemudian keluar dari mobil untuk menemui Marsha.
“Sha, maaf. Aku tidak jadi mampir hari ini. Ada panggilan darurat dari Big bos.” Ucap pria itu penuh sesal.
Marsha tersenyum tipis. “Tidak apa-apa, Al. Masih ada hari esok.”
Aldo mengangguk. Ucapan Marsha mengisyaratkan jika dirinya boleh mampir di kemudian hari. Pria itu pun tersenyum.
“Aku pergi dulu.” Pamitnya lalu kembali ke dalam mobil. Beberapa detik kemudian, kereta besi itu pun melaju meninggalkan parkiran apartemen.
Marsha pun melanjutkan langkah menuju tempat tinggalnya.
“Kamu pulang bersama pak Aldo, Sha?” Suara Chef Robby terdengar, membuat langkah Marsha terhenti. Gadis itu memutar badannya ke belakang. Nampak sang atasan berdiri tak jauh darinya.
“Tadi tidak sengaja bertemu di kedai kopi, Chef. Dan pak Aldo menawarkan saya tumpangan.” Jelas Marsha sedikit berdusta.
Chef Robby menganggukkan kepalanya. Hatinya sedikit ragu dengan ucapan Marsha. Karena pria itu melihat sang pujaan hati mengobrol lama dan terlihat akrab dengan Aldo.
\~\~\~
“Ada apa, bos?” Tanya Aldo saat masuk ke dalam ruangan sang atasan. Rafael sendiri tengah berdiri menghadap jendela kaca besar yang memperlihatkan gedung-gedung tinggi lainnya di luar sana.
“Apa kamu perlu bantuan detektif swasta, Al? Kenapa kamu belum juga memberikan aku kabar berita tentang Marsha?” Rafael berbicara tanpa membalik badannya. Kedua tangan pria itu pun masuk ke dalam saku celana panjang yang ia gunakan.
“Bos—
“Apa jangan-jangan kamu tidak mencarinya? Kenapa, Al? Kamu tidak ingin aku bertemu dengannya?”
Rafael membalik badan, melangkah perlahan mendekati sang sahabat yang sekaligus menjabat sebagai asisten pribadinya itu.
“Bukan begitu, Raf.” Lirih Aldo sembari menundukkan kepalanya. Tangan pria itu tertaut, dan saling meremat. Jantungnya berdetak lebih cepat. Ia merasa hawa di dalam ruangan luas itu menjadi sangat panas.
“Lalu?”
Aldo tersentak saat Rafael telah berdiri di hadapannya. Seketika ia mengangkat wajahnya.
“Kamu lupa dengan janjimu—
“Aku tidak lupa, Raf. Sampai saat ini aku masih mengingatnya.” Potong Aldo dengan cepat.
Rafael tersenyum mengejek. “Kamu mengingatnya, tetapi tidak ingin menepatinya. Iya ‘kan?”
Aldo menggelengkan kepalanya. “Bukan begitu, Raf.” Ia gelagapan. Tangan gemetarnya mengibas-ngibas di udara.
“Beri aku waktu sedikit lagi. Tidak akan lama. Aku janji akan membawa Marsha bertemu denganmu.” Suara Aldo nyaris bergetar. Meski kini penampilannya telah berubah, ia tetaplah pria dengan hati yang lemah lembut.
Tatapan Rafael begitu menusuk dan mengintimidasi. Membuatnya susah bernafas.
“Secepatnya, Al.” Sentak Rafael membuat Aldo sedikit terlonjak.
“Lalu bagaimana dengan Sandra? Jangan lupa jika kamu pria beristri dan memiliki seorang putri.” Ucap Aldo, yang membuat mata Rafael menatapnya nyalang.
Aldo menelan ludah dengan susah payah. Seolah ada bongkah batu yang tersangkut di dalam kerongkongannya.
Salah bicara lagi. Aldo merutuki kebodohannya. Ia menyesal kenapa selalu berbicara tanpa berpikir terlebih dulu.
“Tidak ada hubungannya dengan Sandra dan Safa. Aku hanya ingin meminta maaf, dan menyelesaikan masalah diantara kami.” Ucap Rafael dengan nada frustrasi.
Aldo menganggukkan kepala pelan. Ia menuntun Rafael untuk duduk di atas sofa. Pria itu kemudian mengambilkan air minum untuk sang atasan.
‘Maafkan aku, Raf. Aku belum bisa mempertemukan kalian saat ini. Marsha sangat senang bekerja di hotel. Aku tidak mau merusak ketenangannya. Setidaknya, untuk saat ini.’
“Karena janjimu, aku urungkan niat menyewa detektif untuk mencari Marsha. Tetapi sampai lima tahun lamanya. Kenapa kamu belum memberikan aku kabar baik, Al?”
Kini Rafael berbicara lebih tenang. Ia melihat ketakutan di wajah sahabat itu.
“Aku selalu mencarinya, Raf. Dan aku yakin akan menemukannya.” Ucap Aldo penuh percaya diri.