Lilian Restia Ginanjar, seorang gadis mahasiswa semester akhir yang harus mengalami kecelakaan dan koma karena kecerobohannya sendiri. Raganya terbaring lemah di rumah sakit namun jiwanya telah berpindah ke raga wanita yang sudah mempunyai seorang suami.
Tanpa disangka Lili, ternyata suami yang raga wanitanya ini ditempati olehnya ini adalah dosen pembimbing skripsinya sendiri. Dosen yang paling ia benci karena selalu membuatnya pusing dalam revisi skripsinya.
Bagaimana Lili menghadapi dosennya yang ternyata mempunyai sifat yang berbeda saat di rumah? Apakah Lili akan menerima takdirnya ini atau mencari cara untuk kembali ke raganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon eli_wi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lengkap
Setelah membongkar semua oleh-oleh yang didapat dari Mama Nei dan Papa Tito, segera saja Arlin masuk dalam kamar untuk membersihkan dirinya. Bukan lagi dibantu oleh pembantu, namun Mama Nei sendiri yang akan membantu menantunya itu. Awalnya Arlin tak mau namun mertuanya itu memaksanya karena ingin sekali Mama Nei merasakan mempunyai anak perempuan.
"Arlin malu, ma. Biar Arlin sendiri saja nanti pelan-pelan" ucap Arlin menolak bantuan dari sang mertua.
"Ayolah... Mama ini juga ingin lho kalau bisa mengurus dan memandikan anak perempuan" ucap Mama Nei dengan tatapan memelasnya.
Tentunya Arlin tak tega melihat tatapan memelas itu membuatnya langsung menganggukkan kepalanya menyetujui. Tentunya Mama Nei dengan semangatnya langsung saja mendorong kursi roda milik menantunya memasuki kamar. Mama Nei meninggalkan Arlin di kamar mandi dengan ia yang menyiapkan pakaian milik menantunya itu.
Sebenarnya Arlin sudah bisa kalau hanya melepas pakaian kemudian mandi seperti biasa. Namun untuk bagian punggung yang harus dibersihkan, ia masih kesusahan dalam melakukannya sehingga butuh bantuan oranglain. Setelah beberapa saat, Mama Nei kembali dengan membawa pakaian Arlin kemudian membantu menantunya membersihkan diri.
***
"Ayo kita keluar buat makan malam bersama" ajak Mama Nei setelah membantu memakaikan pakaian pada menantunya.
Arlin sedari tadi menahan malu karena hampir semuanya ibu mertuanya ini membantunya. Bahkan harus melihat tubuh polosnya itu namun Mama Nei yang tahu akan apa yang dirasakan oleh Arlin itu tentu hanya membiarkannya saja. Toh ia hanya berniat membantu saja, tak ada niat apapun. Setelah selesai, keduanya segera keluar dari kamar menuju ke ruang makan.
Terlihatlah disana semua orang sudah menunggu kedatangan dua wanita itu. Papa Tito tersenyum sumringah saat istrinya sudah datang. Segera saja Papa Tito menyodorkan piringnya ke hadapan Mama Nei setelah istrinya itu duduk di kursinya. Dengan senang hati, Mama Nei langsung saja mengisi piring Papa Tito dengan makanan yang sudah disediakan diatas meja.
"Manja" ledek Aldo yang kemudian mengisi makanan di piring istrinya terlebih dahulu.
"Dih... Kalau Arlin bisa berdiri nantinya, pasti kamu juga akan meminta diambilkan makanan seperti ini" ucap Papa Reza tak mau kalah.
Arlin hanya bisa tersenyum sendu mendengar apa yang diucapkan oleh mertuanya itu. Bagaimana pun itu seharusnya dia lah yang melayani suaminya itu saat di meja makan. Namun justru malah kebalikannya saat ini dengan Aldo yang mengambilkan makanan untuknya. Aldo yang melihat hal itu langsung saja menatap tajam kearah papanya dan memberi kode untuk menatap kearah istrinya.
Papa Tito hanya bisa meringis pelan karena tak menyangka jika ucapannya itu akan menyinggung menantunya. Padahal niatnya sendiri itu hanya untuk meledek Aldo saja. Namun pada faktanya, kini Papa Tito malah membuat menantunya itu sedih. Sedangkan Mama Nei yang melihat menantunya sedih juka ikut menatap kearah sang suami.
"Woh... Mama cedih dala-dala opa. Hayo opa, mamap cama mama atu" ucap Kei sambil memelototkan matanya kearah Papa Tito.
"Eh... Enggak kok, opa nggak salah Kei. Mama ini diam karena papa ngambilin makanannya lama banget tuh. Padahal mama udah lapar lho ini" ucap Arlin mengelak sambil mengelus-elus perutnya yang datar itu.
"Papa nih mana? Tacian mama tu telapalan" seru Kei yang dengan mudahnya dibohongi oleh Arlin.
Tentunya Kei tak terima jika mamanya kini malah kelaparan karena ulah papanya itu. Bahkan kini Papa Tito dan Mama Nei sudah tertawa melihat tingkah lucu Kei yang memarahi papanya sendiri. Sedangkan Aldo menatap sebal kearah anaknya itu kemudian menyerahkan piringnya di hadapan sang istri.
"Silahkan tuan putri. Apa perlu pangeran Aldo ini suapi sekalian?" tanya Aldo yang sikapnya bak seperti pelayan.
"Dih... Pangelan todok" ledek Kei yang kini malah terkiki geli melihat wajah papanya itu.
Papa Tito dan Mama Nei begitu bahagia melihat keluarga kecil itu kini malah saling ledek namun dalam koridor bercanda. Tentunya suasana malam itu menjadi lebih hangat dan lengkap akibat celotehan dari semua orang disana. Walaupun yang paling sering berdebat adalah Kei dan Aldo dengan sesekali Papa Tito menimpalinya.
"Semoga keluarga kalian bahagia selalu seperti ini, nak" gumam Mama Nei sambil tersenyum melihat anaknya diejek sang cucu.
***
"Nggak nyangka ya, pa. Perginya kita ke luar negeri selama beberapa minggu ternyata ada perubahan besar dalam mansion ini terutama hubungan Aldo dan Arlin" ucap Mama Nei.
Kini setelah makan malam tadi, Papa Tito dan Mama Nei langsung masuk dalam kamarnya. Usia yang sudah tak lagi muda membuat mereka cepat kelelahan walaupun kegiatan keduanya hanya jalan-jalan saja. Mereka berdua kini duduk diataa kasur sambil menatap lurus kedepan.
"Iya, padahal sebelumnya papa sudah pesimis dengan hubungan mereka. Tahu sendiri kan kalau mereka itu sama-sama cuek ah lebih tepatnya Arlin. Kalau Aldo mah papa udah tahu kalau dia nencintai Arlin" ucap Papa Tito sambil terkekeh.
Mama Nei menatap lurus kedepan sambil mengingat masa lalu kedua anaknya itu. Mereka yang menikah karena perjodohan sesuai permintaan dari sahabatnya yang tak lain adalah Mama Arlin.
"Tolong gue Nei, loe tahu kan kalau Madin itu serakah dan ingin menguasai semua harta yang ku miliki. Mana dia disana sudah banyak menggelapkan dana buat senang-senang sama selingkuhannya lagi. Nikahkan Arlin dan anakmu biar anakku nantinya bisa dengan mudah mengambil alih semua asetku" ucap Mama Arlin dengan tatapan permohonan.
Tiba-tiba saja Mama Nei langsung menyetujui permintaan dari ibu dari Arlin itu. Lagi pula memang Arlin yang tak bisa mengurus perusahaan sehingga harus dipastikan kalau suaminya nanti harus mampu membangkitkan apa yang dimiliki wanita itu. Mama Arlin takkan membiarkan hasil kerja kerasnya selama ini dikuasai oleh suami dan selingkuhannya.
Syarat untuk mengambil alih semua asetnya itu adalah Arlin harus sudah mempunyai suami. Sejak dulu perusahaan turun temurun dari keluarganya itu memang mewajibkan bagi keturunannya untuk mengelola usaha namun khusus bagi yang laki-laki. Apalagi Arlin merupakan penerus satu-satunya dari dirinya.
"Aku setuju menikahkan mereka. Aldo juga sudah lama menaruh perasaan pada anakmu itu. Tapi mungkin Aldo akan butuh usaha yang keras demi menaklukkan anakmu itu" ucap Mama Nei sambil terkekeh.
Setelah itu mereka berdua melangsungkan pernikahannya. Perlu usaha keras bagi Mama Arlin untuk meyakinkan anaknya agar menerima perjodohan ini. Terutama Papa Madin yang bersikukuh menolaknya namun berhasil Mama Arlin paksa. Tentunya dengan berbagai ancaman tentang terbongkarnya kebusukan Papa Madin itu. Bahkan bisa saja Mama Arlin menjatuhkan semua anggota keluarga suaminya itu dengan harta yang ia miliki.