Pengantin Yang Tak Diinginkan

"Bagaimana kerjaan mu, apa semua lancar?" tanya Maya setelah sekian lama mereka diam. Hanya tinggal Egi dan Maya saat itu di meja makan, sementara yang lainnya sudah pergi melakukan aktivitas masing-masing.

Ada dua alasan, kenapa Egi dan Maya masih berada di meja makan sampai waktu itu. Kalau Egi, memang pria itu sengaja untuk turun terlambat, tidak ingin sarapan dengan Dewa meskipun dia ingin sekali melihat wajah Ayra setiap paginya.

Sementara Maya, dia memilih untuk tetap tinggal di meja makan itu karena memang ingin menunggu Egi datang.

Ada hal yang ingin dia bicarakan dengan anak tirinya itu. Dia harus menekan kebencian di hatinya, dan bicara dengan Egi, semua ini guna menjalankan rencananya.

Egi yang mendapat pertanyaan dari Maya, sedikit terkejut. Sampai detik ini, keduanya sama-sama tahu kalau dalam hati keduanya menyimpan rasa benci. Jadi, jika Maya sampai menegurnya dengan nada yang lembut, maka Egi patut mempertanyakannya.

"Ada apa dengan Anda, tumben menegurku?" jawab Egi cuek. Selama menjadi istri ayahnya, tidak sekalipun Egi memanggil Maya sebagai ibu, Egi tidak akan pernah sudi.

"Jangan begitu, bagaimana pun, kita ini keluarga. Sudah lama tinggal satu atap. Mau sampai kapan kita bermusuhan? Aku tidak memaksamu untuk memanggilku ibu, hanya saja aku ingin kita bicara bicara dengan baik, selayaknya... orang yang saling kenal," ucap Maya memperhatikan reaksi wajah Egi.

Egi diam sesaat. Dia juga tidak ingin selalu ribut bersama wanita itu. Setidaknya, Maya sudah membuktikan bahwa dia bisa mengurus ayahnya dengan baik. Benar, mungkin mereka bisa bicara dengan baik-baik, tapi tidak untuk akrab, apalagi sampai harus memanggil ibu!

"Gi, Tante mau berubah. Tante ingin jadi pribadi yang lebih baik. Padamu, dan juga Ayra," ucap Maya menelan salivanya dengan berat. Tercekat hanya karena tidak sudi menyebut nama Ayra.

Egi jadi tertarik melihat wajah Maya. Apa benar wanita yang ada di hadapannya ini adalah Maya, wanita berhati culas yang sudah memperdaya ayahnya?

"Kenapa tiba-tiba ingin melakukan hal itu?" Egi menaikkan sebelah alisnya. Ada yang aneh, tapi entah apa, dia belum pernah yakin.

"Kau lihat sendiri, umur sudah semakin tua, kalau bukan sekarang, lantas kapan lagi? Kita gak tahu ajak menjemput kapan. Tante ingin menabur kebaikan pada semua orang. Dimulai dari anggota keluarga sendiri," ucap nya dengan mata berkaca-kaca, persisi seperti artis yang ada di sinetron hidayah.

"Oh...," hanya itu yang mampu dikatakan Egi. Dia tidak sanggup kalau sudah melihat wajah wanita akan menangis seperti itu.

"Tante ingin mencarikan kerja sampingan untuk Ayra," ujar Maya memantau wajah Egi. Dia yakin topik ini pasti akan menarik perhatian dan rasa keingintahuan Egi. Benarkan, Egi segera melemparkan tatapan serius padanya. "Tante dengar dari papamu, kalau tujuan Ayra kursus memasak karena punya impian membuka restoran kecil, mungkin awalnya hanya toko roti. Papamu sudah menawarkan akan membuatkan toko untuknya, tapi Ayra yang berhati lembut, menolak dan ingin membangun tokonya dengan uang dan jerih payahnya sendiri," terang Maya berbohong. Jelas dia bukan mendengar hal itu dari suaminya, tapi justru menguping saat Dito dan Ayra bicara beberapa hari lalu.

Egi masih serius menyimak. Dia menantikan kelanjutan cerita Maya. "Ayra juga cerita pada Bi Ijah, kalau dia juga ingin cari kerjaan paru waktu, agar bisa mengumpulkan uang. Jadi, Tante ingin sekali membantu, dan sudah menanyakan pada teman-teman arisan, siapa tahu ada anak mereka yang butuh tenaga kerja dan bisa membantu Ayra," ucap Maya tersenyum lembut. Seolah semua yang dia katakan adalah tulus dari hatinya. Nyatanya, wanita beracun itu juga menguping pembicaraan Bi Ijah tempo hari di dapur.

"Gak usah minta pada teman-teman Anda. Aku yang akan membantunya. Di kantorku banyak posisi yang bisa diisi oleh Ayra!" sambar Egi cepat.

Maya tersenyum lega, umpan sudah dilempar, dan Egi sudah masuk dalam rencananya. Maya tinggal menunggu kedekatan Egi dan Ayra, agar bisa mempunyai bahan untuk dijadikan bahan fitnahan untuk Dewa.

"Habis lah kau perempuan jala*ng!" batin Maya tersenyum senang.