"Aku dimana?"
Dia Azalea. Ntah bagaimana bisa ia terbagun di tubuh gadis asing. Dan yang lebih tidak masuk akal Adalah bagaimana bisa ia berada di dunia novel? Sebuah novel yang baru saja ia baca.
Tokoh-tokoh yang menyebalkan, perebutan hak waris dan tahta, penuh kontraversi. Itulah yang dihadapai Azalea. Belum lagi tokoh yang dimasukinya adalah seorang gadis yang dikenal antagonis oleh keluarganya.
"Kesialan macam apa ini?!"
Mampukah Azalea melangsungkan kehidupannya? Terlebih ia terjebak pernikahan kontrak dengan seorang tokoh yang namanya jarang disebut di dalam novel. Dimana ternyata tokoh itu adalah uncle sang protagonis pria.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon queen_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
OMB! (34)
Selamat membaca
******
kelopak mata indah seorang Auris akhirnya terbuka setelah tertidur hampir seharian. Auris merubah posisinya menjadi duduk bersandar pada headboard kasur sambil meregangkan otot-ototnya. Sesekali ia meringis merasa jika tulang-tulangnya seperti remuk.
"Tulang-tulangku sepertinya akan patah jika terus seperti ini." Auris melilitkan selimut pada tubuhnya kemudian beranjak dari kasur menuju kamar mandi perlahan-lahan.
Ia berendam di bathub dengan air hangat untuk merilekskan tubuhnya. Tidak peduli dimana Aldrick sekarang, yang penting Auris hanya ingin menenangkan tubuhnya saja.
Hampir satu jam berada di kamar mandi, Auris pun keluar dan segera menuju walk in closet. Ia memakai dress bewarna baby pink dengan rambut yang sengaja dibiarkan terurai. Kemudian memakai make up tipis agar wajahnya terlihat fresh.
Setelah merasa sudah selsai, Auris pun keluar dari kamarnya. Perlahan-lahan ia menuruni tangga menuju dapur yang ternyata terdapat Yolanda dan Gracella yang sedang memasak.
"Mama."
Yolanda berbalik sambil tersenyum manis, "Aduh, akhirnya menantu mama bangun. Gimana? Kamu pasti lelah kan? Aldrick memang keras kepala. Sudah mama katakan untuk jangan bermain kasar." Yolanda mengomel sembari menuntun Auris duduk di kursi bar. Ia menyeduhkan segelas teh dan meletakkannya di hadapan Auris. "Ini minum dulu sayang. Supaya kamu bertenaga lagi."
Auris mengangguk kikuk. Mau tidak mau ia pun meminum teh buatan Yolanda.
"Sejak kapan mama di sini? Kenapa aku tidak tahu?" tanya Auris kebingungan.
"Sejak papa ingin ke kantor dan kau tertidur Au. Papa bilang untuk jangan membangunkanmu karena kau sedang kelelahan." Gracella duduk di sebelah Auris sambil senyum senyum bak orang gila. Mengenai panggilannya terhadap Auris, Gracella memutuskan memanggil Auris dengan nama. Karena sahabatnya sendiri yang meminta untuk di panggil seperti itu, Auris merasa sangat tua jika harus dipanggil "bunda".
Auris berohria sembari mengangguk. "Kalian masak banyak sekali, ada tamu yang akan datang?"
Yolanda mengangguk, "Teman mama akan datang berkunjung. Dan mama yakin, orang ini akan sangat menguntungkan kamu." Yolanda tersenyum penuh arti menatap Auris.
Acara masak memasak antara Yolanda dan Gracella pun berlanjut. Sementara Auris hanya duduk cantik memerhatikan mertuanya dan sahabatnya itu memasak. Mau membantu pun Yolanda tidak memperbolehkannya. Wanita itu dengan keras melarang dan tetap menyuruh Auris duduk.
Setelah semua masakan siap, Yolanda menyuruh beberapa pelayan untuk menyiapkan makanannya di atas meja makan. Kemudian ia beranjak ke depan karena ingin menjemput seseorang yang tak lain adalah temannya sendiri.
Auris mengerutkan keningnya melihat Yolanda yang datang dengan seorang wanita. Ia mencoba mengingat-ingat siapa tokoh wanita ini. Namun sayang tidak ada secuil ingatan pun tentang wanita ini. "Aku yang tidak ingat atau memang dia yang tidak pernah muncul?"
"Ini teman mama, Thalita Maheswara."
Auris memasang senyum terbaiknya, "Auris tante."
Thalita tersenyum. "Tante sudah tahu sayang."
"Sudah tahu? Tante tahu aku? Dari siapa? Dari mama?"
Thalita menggeleng. Ia hanya tersenyum kemudian memandang Yolanda tersenyum penuh arti.
"Baiklah-baiklah, sebaiknya kita makan dulu. Setelah itu kita akan lanjut berbicara," instruksi Yolanda.
Keempat wanita itu akhirnya duduk di meja makan dan makan malam bersama. Sesekali Auris melirik Thalita. Rasa penasarannya muncul, ingin sekali Auris bertanya namun ia tahan. Auris menyimpan begitu banyak pertanyaan di kepalanya sekarang.
20 menit kemudian....
Kini mereka berada di ruang keluarga. Auris langsung duduk tepat di sebelah Thalita. Hal itu membuat Thalita dan Yolanda tertawa kecil melihat Auris yang sangat penasaran bak anak kecil.
"Jadi?" Auris melihat Thalita.
"Tante mengenal kamu sejak kamu kecil sayang. Bahkan saat kamu masih bayi."
"Hah?"
"Ibumu adalah sahabat tante. Kami bersahabat sejak di bangku SMA, bahkan sampai saat ini. Kelahiranmu adalah sebuah kebahagiaan besar bagi Zanna saat itu."
Auris menggeleng kecil. "JIka kelahiranku adalah sebuah kebahagiaan, tidak mungkin mama hanya diam saat aku disiksa papa tante. Selama belasan tahun aku mendapat siksaan dan perlakuan tidak adil di rumah itu."
"Tante berkata yang sebenarnya sayang. Kelahiran kamu adalah sebuah kebahagiaan terbesar untuk Zanna, sebelum akhirnya Sofia menghancurkan semuanya. Tante juga sedikit terkejut mengetahui jika Sofia memutuskan untuk tinggal di rumah kalian. Saat itu umur kamu masih 5 tahun Auris," jelas Thalita.
"Zanna adalah putri tunggal pemilik Harisson Group hingga akhirnya diubah menjadi Dirgantara Group. Pernikahan antara papamu dan mamamu sempat ditentang oleh kakekmu. Dia tidak setuju karena Alex bukan berasa dari keluarga yang setara dengan mamamu. Tapi Zanna yang memang sangat mencintai Alex tidak peduli dengan nasihat kakekmu. Mereka tetap menikah tanpa restu dari kakekmu. Zanna memang salah Au, tapi dia tidak sebutkan yang kamu pikirkan. Mamamu itu memang bodoh jika sudah jatuh cinta. Setelah mengetahui kebenarannya, barulah ia sadar betapa bodohnya dia."
Auris hanya diam mendengar seluruh penjelasan Thalita. Otaknya masih berusaha mencerna setiap kata demi kata yang Thalita keluarkan.
"Ini.." Thalita memberikan beberapa foto dan beberapa berkas kepada Auris. "Tante mendapatkan ini dari Marshall. Tante rasa ini akan sangat membantu kamu."
"Marshall? Tante mengenalnya?"
Thalita mengangguk, "Dia putra tante Auris. Marshall Maheswara."
Auris dibuat terkejut. Ternyata asisten Aldrick adalah sang pewaris maheswara Group. Tapi bisa-bisanya ia malah bekerja dengan Aldrick.
Auris mengambil beberapa foto itu dan memperhatikannya dengan teliti. Sebuah foto bergambarkan Alex dan Sofia yang saling merangkul mesra layaknya sepasang kekasih. Bahkan salah satu foto terdapat adegan dimana mereka sedang berciuman. Kemudian Auris mengambil berkasnya.
Auris menutup mulutnya kaget. Sekali lagi ia dibuat terkejut dengan fakta yang baru saja ia ketahui. Selama ini ia hanya tahu jika anak yang dikandung Caramel adalah anak Bian. Auris tidak pernah tahu jika ada sesuatu yang membuat Caramel memang sengaja melakukan hal itu. "Ini benar tante?"
Thalita mengangguk. "Marshall mendapatkannya dari seorang dokter yang pernah didatangi Caramel."
Setelahnya Auris tersenyum miring. "Ini akan benar-benar menyenangkan."
"Jangan ragu untuk menghancurkan mereka Au, tidak peduli jika mereka adalah keluargaku. Aku bahkan sangat membenci mereka," desis Gracella tajam.
Yolanda pun mengangguk setuju. "Lakukan apapun untuk menghancurkan mereka. Mama akan selalu mendukungmu sayang. Minta apa saja yang kamu butuhkan."
Semangat untuk balas dendam semakin membara di diri Auris. Ia tidak menyangka begitu banyak orang yang mendukungnya. Bahkan Thalita yang notabenenya bukan siapa-siapanya juga ikut membantunya dalam hal ini.
*****
Aldrick berdiri dari kursi kebesarannya. Mengancing jasnya dengan rapi kemudian berjalan ke luar ruangan. Marshall yang memang setia menunggu bosnya itu akhirnya bisa pulang.
"Awasi empat karyawan perempuan yang pernah menindas Auris. Laporkan setiap kegiatan mereka padaku."
"Dimengerti tuan."
Kedua pria tampan itu berjalan menuju lift khusus CEO. Aldrick benar-benar tidak sabar untuk pulang dan bertemu dengan istri cantiknya itu. Wajah Auris yang tersenyum menggoda selalu saja terbayang di benaknya. "Sial! Aku benar-benar tidak bisa jauh darinya!" Aldrick mengusap wajahnya kasar. Hal itu tentu saja membuat Marshall yang berada di sampingnya merasa kebingungan.
"Apakah tuan merasa gerah?" tanya Marshall.
"Tidak."
"Tuan yakin?"
"Hemm."
"Tapi anda terlihat seper-,"
"Aku membutuhkan istriku."
Ucapan Aldrick membuat Marshall bungkam seketika. Ia memilih diam daripada mengundang kemarahan Aldrick yang berakibat fatal pada gajinya. "Nona Auris hebat. Tuan Aldrick bahkan sangat penurut padanya."
*****