Jesika terpaksa menggantikan adik angkatnya untuk menikah dengan pria kaya, tapi mentalnya sakit. Namun, keterpaksaan itu membawa Jesi tahu akan seberapa tersiksanya kehidupan Jonathan dengan gangguan mental yang dia alami.
Mampukah Jesi menyembuhkan sakit mental sang suami? Lalu, bagaimana jika setelah sakit mental itu sembuh? Akankah Jona punya perasaan pada Jesi yang sudah menyembuhkannya? Atau, malah sebaliknya? Melupakan Jesi dan memilih menjauh. Temukan jawabannya di sini! Di Suamiku Sakit Mental.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
*Episode 24
"Mama. Aku ... akan bawa Jona ke taman. Dia .... "
"Bawa masuk kembali!" Mama Jona langsung memotong ucapan Jesi dengan lantang.
"Tapi, Ma."
"Aku bilang, bawa masuk kembali! Apa kamu tidak mengerti dengan apa yang aku katakan!?"
"Aku .... " Jesika semakin merasa gugup. Dia menundukkan wajahnya. Sebelum itu, dia sempat melirik Jona yang ada di sampingnya.
Jona yang masih terdiam dengan posisi membelakangi sang mama. Sepertinya, Jona mulai merasa kesal dengan apa yang mamanya lakukan. Itu terlihat dari wajahnya yang sedang murung juga terlihat sedang menahan amarah.
Karena Jesi tidak kunjung melakukan apa yang dia katakan, mama Jona pun melangkah semakin mendekat. "Kamu ingin membantah apa yang aku katakan? Kamu itu tidak sadar siapa dirimu yang sesungguhnya?"
"Bawa Jonathan masuk sekarang juga. Atau aku .... "
"Cukup, Mama! Yang ingin keluar itu aku sendiri. Bukan dia yang meminta," ucap Jona dengan nada tinggi.
Tentu saja ucapan itu membuat semua orang membatu, kecuali Jesi tentunya. Mereka sangat kaget dengan apa yang baru saja mereka lihat. Jonathan, pria yang di kabarkan mengalami sakit mental dan memilih mengurung diri di kamar selama ini. Tidak pernah bicara dengan orang asing selain tiga orang yang paling dekat dengannya. Itupun, hanya bicara jika hatinya terlalu ingin saja.
Tapi sekarang, pria itu bicara banyak. Bicara dengan sangat lantang hanya untuk membela satu perempuan yang baru dia kenal. Bagaimana tidak mereka semua tidak merasa kaget akan hal tersebut?
"Jo-- Jo ... Jona. Kamu ... barusan, kamu bicara, Jo." Mamanya saja sampai gelagapan sekarang.
"Ya. Aku bicara. Kenapa, Ma? Mama tidak ingin aku bicara?"
"Bukan itu maksud mama, Jo. Kamu .... "
"Jika aku tidak bicara, maka mama akan terus semena-mena pada orang yang tidak melakukan kesalahan sedikitpun."
"Ayo, Jesi! Aku tidak ingin terus berada di sini." Jona langsung berucap sambil menangkap tangan Jesi dengan cepat.
Lalu, Jonathan langsung menarik tangan Jesi dengan cepat. Membawa perempuan itu meninggalkan tempat tersebut sesegera mungkin.
Jesika pun tidak punya pilihan lain selain mengikuti apa yang Jona lakukan. Meski sebenarnya, dia merasa tidak enak untuk langsung pergi tanpa menjelaskan semua yang terjadi papa mama Jona.
Sementara itu, mama Jona langsung menggenggam erat tangannya sendiri. Dengan tatapan tajam, dia tatap Jesika yang Jona bawa pergi.
'Kenapa anakku malah membela perempuan yang baru dia kenal setelah dia ingin bicara? Kenapa jadi seperti ini, hah? Aku tidak suka, aku tidak terima. Perempuan tidak beres itu sudah merusak pikiran anakku,' kata mama Jona dalam hati.
Rasa benci memang selalu menutupi kebaikan yang orang lain buat pada kita. Begitulah yang mama Jona rasakan saat ini. Bukannya harus berterima kasih pada Jesika yang sudah membuat anaknya mau bicara. Eh, dia malah merasa semakin kesal saja pada Jesika sekarang.
......
'Baiklah, aku akan biarkan kamu berada di samping putraku hingga putraku sembuh total. Tapi, setelah dia sembuh seperti sebelumnya, maka aku akan singkirkan kamu bagaimanapun caranya,' kata mama Jona dalam hati sambil melihat kedekatan Jesika dan Jona dari jendela kamarnya.
Lalu ....
Setelah makan siang, Jesika di panggil ke kamar oleh pelayan pribadi mama Jona.
"Mama memanggil aku ke kamar?" tanya Jesi pada pelayan itu.
"Ya. Kamu di panggil ke kamar sekarang juga."
Pelayan itu berucap dengan ketus. Layaknya si majikan yang tidak suka dengan Jesika, begitu pun si pelayan itu juga sama.
"Baiklah. Aku akan ke sana sekarang."
"Ya iyalah. Kamu memang harus ke sana sekarang. Kan aku sudah bilang, nyonya ingin kamu datang ke kamarnya sekarang juga."
Pelayan itu makin ketus pada Jesi dengan bicara bernada kesal dan tinggi.
Jesika tidak menjawab lagi. Dia langsung beranjak meninggalkan kamar Jona untuk pergi ke kamar si mama mertua. Bukan tidak ingin memberikan perlawanan pada pelayan itu. Hanya saja, Jesi tidak ingin menimbulkan masalah lagi. Di sini, dia ingin hidup dengan damai. Meski rasanya, itu agak sulit.
Karena sejak kedatangan di hari pertama, dia sudah di sambut dengan tidak baik oleh si pemilik rumah. Jadi, imbasnya mungkin juga akan berlarut ke pelayan yang mengikuti sifat si majikan.
'Huh ... masalah lagi, masalah lagi. Kapan sih aku bisa jauh dari masalah? Apa hidup ini hanya untuk menghadapi masalah?' Jesi berucap dalam hati sambil melanjutkan langkah kakinya.
Sampai di depan kamar si mama mertua yang lebih mirip majikan itu, Jesika langsung mengetuk pintu kamar tersebut. Dua kali ketukan, langsung terdengar suara si pemilik kamar yang mengizinkan dia masuk ke dalam.
"Masuk."
Tanpa menjawab. Jesi langsung memutar kenop pintu kamar. Dengan langkah yang agak berat, dia melangkah masuk ke dalam.