Bilah seorang anak orang kaya, dia jatuh cinta kepada laki-laki bernama Ranu yang bekerja di perusahaan ayahnya. 5 tahun menikah mereka belum dikaruniai momongan.
Bilah sangat mencintai Ranu, akan tetapi suaminya malah bermain dibelakangnya, berselingkuh dengan model. Hati Bilah terasa hancur menghadapi kenyataan, ketika Ranu ketahuan selingkuh, dia berkata kepada Bilah bahwa dia tidak pernah mencintainya, ia mengakui bahwa dirinya menikahi Bilah karena suatu alasan yaitu dendam.
Bilah sangat bucin kepada Ranu. Dengan kenyataan itu, apakah ia akan bercerai atau malah mempertahankan pernikahannya?
Baca yuk kisah lengkapnya, hanya di noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kak Farida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Janda Paling Ayu
Lamaran Gus Bagas sudah tersebar luas, seluruh santri dan santriwati sudah tahu siapa yang Bagas lamar. Berita ini sampai Haya mendengarnya. Ia tak rela jika Bagas bersanding dengan wanita lain. Dengan hati yang sangat emosi, ia langsung ke pesantren menemui Bagas yang sedang membantu menaikan barang bawaan Nabilah karena ia memutuskan untuk pindah dari kawasan pesantren.
"Assalamu'alaikum, Gus Bagas, ternyata dia wanita yang sudah mengambil kamu dari aku. Wanita licik, tinggal di sini selama masa iddah ternyata untuk mengambil hati Gus Bagas. Dia adalah calon suamiku!" teriak Haya. Haya melangkahkan kakinya mendekati Bilah tapi Bagas menghadang.
"Aku mencintainya dan ia adalah jawaban dari sepertiga malamku. Jangan sekali-kali kamu menyentuhnya," ucap Bagas geram.
"Belum aku berdoa, sudah ada masalah, inikah jawaban Allah," ucap pelan Bilah tapi suaranya masih terdengar di telinga Bagas.
Bagas mendekati Bilah, tapi dia tidak berani untuk menatap Bilah. Gus Bagas selalu menjaga pandangannya dengan lawan jenis.
"Kamu belum berdoa, jadi ini bukan jawaban atas doamu," ucap Bagas.
"Maaf, uruslah masalah Gus Bagas terlebih dahulu. Aku tidak mau jadi orang ketiga." Bilah melangkah ke dalam rumah. Sarah melihat putrinya ke dalam dan dia mengikuti dari belakang. Bilah duduk di sofa lalu sarah menghampirinya.
"Kenapa Bilah, wajahmu tampak sedih?" tanya Sarah kepada putrinya.
"Mah, aku tidak mau jadi orang ketiga. Apa aku langsung tolak saja lamaran Gus Bagas." Bilah menatap Sarah dengan tatapan kecewa.
"Jangan langsung mengambil keputusan, kamu belum tahu cerita sebenarnya antara gadis itu dan Gus Bagas," ucap Sarah menasehati Bilah.
Bagas melihat Bilah dengan tatapan kecewa masuk ke dalam rumah. Dia menjadi serba salah. Jika dia masuk ke dalam, Bilah belum mahramnya.
"De, biar Mba yang menjelaskan ke Bilah. Kamu urus Ning Haya agar masalah tidak berkepanjangan ke depannya." Bagas menganggukan kepala tanda ia setuju.
Di dalam rumah, Aisyah menghampiri Bilah. Ia meminta izin kepada Sarah untuk berbicara dengan Bilah.
"Boleh aku memanggil kamu dengan panggilan De, karena adikku Gus Bagas sudah melamarmu," ucap Aisyah.
Bilah hanya menganggukan kepalanya.
"De, gadis yang tadi kamu lihat itu namanya Ning Haya, putri dari Kiai Harun, salah satu teman Abah. Keluarga Haya pernah melamar Bagas, tapi ditolak oleh Bagas, karena dia memilih kamu. Tolong jangan mengambil keputusan karena kamu melihat Ning Haya tadi." Aisyah menyentuh tangan Bilah.
"Aku tidak mau menjadi orang ketiga Mba," ucap Bilah lirih.
"Siapa yang menjadi orang ketiga? Gus Bagas memilih kamu dan menolak dia. Percayalah Gus Bagas itu bersungguh-sungguh karena dia tidak pernah melirik wanita lain, hanya padamulah dia tertarik, karena kamulah jawaban dari Allah. Aku bicara seperti ini bukan berarti Gus Bagas adikku."
"Baiklah, aku akan berdoa terlebih dahulu untuk meminta petunjuk-Nya, dan mengambil keputusan untuk menjawab lamaran Gus Bagas dari doa-doaku," ucap Bilah.
"Alhamdulilah, yah sudah kita berangkat ke Jogja sekarang yah. Gus Bagas yang membawa mobilnya, suamiku katanya lelah, dia mau istirahat di pesantren beberapa hari."
"Hanya Gus Bagas yang antar kami?" tanya Bilah.
"Hehe kenapa? Aku tetap ikut kok De." Aisyah tertawa kecil.
***
"Dia bagaimana Mba?" tanya Bagas.
"Sempat ragu, alhamdulillah Mba bisa jelaskan ke dia. Kamu antar ke Jogja yah," ucap Aisyah.
"Aku?" tanya Bagas, sambil menunjukkan telunjuk ke hidungnya.
"Kamu tidak mau?" tanya Aisyah.
"Yah sudah kalau tidak mau, padahal Mba sudah bilang ke Bilah loh," tambahnya.
"Eh... maulah Mba, aku siap-siap dulu," Bagas bergegas untuk bersiap.
"Gus Bagas sedang jatuh cinta," ucap Aisyah sambil tersenyum melihat Bagas berlari kecil.
***
Bagas melihat Bilah yang sedang menyeret koper yang lumayan besar.
"Kamu letakkan saja di situ, biar aku saja yang bawa," ucap Bagas, kepada Bilah.
Bilah melepaskan tangannya dari koper dan melangkahkan kakinya mundur 3 langkah ke belakang, agar memberi ruang Bagas untuk membawa koper tersebut.
"Terima kasih Gus Bagas," ucap Bilah.
"Sama-sama, aku tunggu di mobil yah." Bagas mulai berjalan dengan membawa 2 koper Bilah menuju mobil.
Bilah sudah masuk di dalam mobil. Afnan duduk di samping Bagas, Bilah, Sarah dan Aisyah berada di jok belakang.
Bilah sibuk untuk mengganti nomor baru, kartu perdana yang diberikan oleh Bagas.
"Kenapa kamu mengganti nomor hp Bilah?" tanya Sarah.
"Aku gak mau masa laluku menghubungiku lagi Mah," ucap Bilah.
"Termasuk sahabat-sahabatmu? kalian bertengkar?"
"Gak Mah, memang kami anak kecil bertengkar? aku mau menghindar aja dulu dari mereka, mau menata hidup baru tanpa bantuan mereka, dan aku ingin mengembangkan usaha aku Mah," jawab Bilah.
"Usaha apa yang kamu bangun?" tanya Bagas tiba-tiba.
"Jadi tukang roti aku Gus, toko roti janda," jawaban Bilah dengan senyuman kecut.
"Subhanallah, tukang roti, itu sangat bagus loh, jadi bisa buat ladang amal itu. Bagikan roti-rotinya kepada orang yang membutuhkan, gak masalah berstatus janda tapi berhati emas," ucap Bagas, sambil menyetir mobil.
Ucapan Bagas mampu membuat Bilah tersenyum.
"Aku boleh investasi ke usaha kamu? buka cabang di Semarang mungkin," sambung Bagas kembali.
"Aku belum berani buka cabang baru lagi Gus, maaf."
Perjalanan ke Jogja diwarnai dengan obrolan-obrolan yang masih kaku antara Bilah dan Gus Bagas. 2 jam 30 menit akhirnya merekapun sampai di Jogja. Bilah memberikan alamat toko rotinya.
Tiba di toko roti milik Bilah, Gus Bagas memarkirkan mobilnya di depan toko.
"Ayah, Mamah, maafkan Bilah, kita tinggal di lantai 2 di toko aku. Aku minta maaf gara-gara kebodohanku kita tinggal hanya di ruko."
"Tidak apa-apa sayang, Ayah dan Mamah bangga kamu bisa membuka usaha sendiri dan sudah mempunyai 3 cabang. Ayah dan Mamah akan selalu mendoakan kamu agar usahamu ini bisa lebih berkembang kembali," ucap Afnan, sambil memeluk Bilah.
"Aamiin, terima kasih Ayah, Mamah, kalian selalu mendukungku."
Gus Bagas tersenyum melihat toko kepunyaan Bilah, dia memandang Bilah adalah wanita yang hebat bisa membangun toko rotinya sendiri tanpa bantuan dari siapapun.
"Gus Bagas, Ning Aisyah, mari masuk dulu. Cicipi juga roti dan cake dari produksi tokoku."
Bilah mempunyai karyawan 3, 1 pria untuk membuat roti, karena membutuhkan tenaga yang besar. 2 perempuan untuk melayani customer dan menghias cake jika ada pesanan khusus.
Kedatangan Bilah disambut hangat oleh ketiga karyawannya.
"Assalamu'alaikum," Bilah memberi salam kepada para karyawannya.
"Wa'alaikumsalam, alhamdulilah Ibu sudah sampai," ucap Farah, salah satu karyawati Bilah. Bilah tersenyum kepada para Karyawannya.
"Kalian semua sehat? ini kok sepi?" tanya Bilah.
"Alhamdulillah kami sehat Bu, jika tidak sehat kita gak di sini Bu, hehe...sepi karena toko 5 menit lagi akan tutup Bu," ucap Agnes, karyawati Bilah yang humoris.
"Roni, bisa bantu saya? tolong bawakan koper-koper saya, letakkan di atas yah. Sementara ini saya akan awasi kalian sampai saya mendapatkan tempat tinggal. Kalian jangan tegang yah karena ada saya di sini, kerja seperti biasa. Roni kamu kan asli Jogja kalau ada rumah yang mau disewakan kasih tahu saya yah," ucap Bilah.
"Njeh Bu, nanti saya kabari jika saya tahu. Ngapunten Bu, dalem badhe mendet koper."
Bilah tidak mengerti apa yang di katakan Roni. Dia menarik alisnya ke atas.
"Permisi Bu, saya ambil koper dulu. Itu arti dari ucapan karyawan kamu," ucap Bagas.
Bilah langsung menoleh ketika Bagas mengartikan kalimat tersebut, ketika Bagas sadar bahwa dirinya sedang ditatap Bilah, ia memalingkan pandangannya.
"Duh, Gus, kamu ini selalu memalingkan pandangan kamu ketika aku tatap. menjaga diri sekali kamu, islam yang benar seperti ini yah? kalau semua laki-laki seperti Gus Bagas menjaga pandangan dari lawan jenis, pasti gak ada laki-laki yang selingkuh. Duh Bilah, kok loe malah memandang Gus Bagas sih," ucap monolog hati Bilah.
Bilah menyajikan cake dan roti produksi tokonya, dia juga membuat teh untuk Gus Bagas dan Ning Aisyah. Afnan dan Sarahpun mencicipi hasil produksi putrinya.
"Mah, Ayah, cake ini resep yang aku buat, ini yang paling laku. Coba deh cicipi ini," ucap Bilah sambil menyajikan cake, "Gus Bagas dan Ning Aisyah juga silahkan dicicipi," sambungnya.
"Enak sayang, pantas toko kamu ramai pembeli," ucap Sarah.
"Bagaimana Gus rasanya?" tanya Bilah.
"Alhamdulilah, enak enak banget rasanya," ucap Gus Bagas, memuji cake produksi Bilah.
"Hmm ucapan enaknya 2 kali, seenak itukah?" Bilah tersenyum kepada Bagas.
Seketika itu Bagas tidak sengaja menatap Bilah sehingga mata mereka saling bertatapan dan ia langsung mengalihkan pandangannya.
"Astagfirullah," ucap Bagas.
"Ada apa kamu Bagas ucapkan istigfar," tanya Aisyah.
Bagas wajahnya memerah menahan malu karena terpergok oleh Bilah ketika sedang menatapnya ditambah lagi Ning Aisyah bertanya.
"Gus, jangan segitunya kali. Ucap istigfar ketika menatap aku, aku bukan kunti Gus, diucapkan istigfar sama orang sholeh seperti Gus, lalu langsung hilang, aku juga gak punya paku di kepalaku," protes Bilah.
Mendengar perkataan Bilah, semua yang berada di dalam toko tertawa.
"Bilah, Gus Bagas itu menjaga pandangan dengan yang bukan mahramnya," ucap Sarah.
"Iya Mah, aku paham," balas Bilah.
Dedd dedd
Bilah mengambil benda pipihnya dan melihat ada pesan yang masuk.
Bagas \= ["Maaf yah, aku tidak sengaja memandangmu."]
Bilah \= ["Gak apa-apa Gus, kalau gak sengaja gak apa-apa. Kalau niat mandang itu gak boleh hehe."]
Bagas tersenyum membaca pesan balasan dari Bilah.
Bagas \= ["Save nomor saya."]
Bilah \= ["Iya Gus, aku save."]
"De Bilah, Kamu tadi mencari rumah sewa yah untuk tempat tinggal?" tanya Aisyah.
"Iya Ning," jawab Bilah.
"Paklik aku istrinya asli orang Jogja, aku coba tanyakan Paklik aku yah, semoga ada rumah yang mau disewakan," ucap Aisyah.
Aisyah menelepon Paklik Wahid, setelah 7 menit berkomunikasi lebih dengan benda pipihnya, akhirnya Aisyah mengakhiri percakapan dirinya dengan Pak Lik Wahid.
"De Bilah, alhamdulilah kata Paklik ada rumah dia yang kosong dan disewakan. Paklik bilang bisa langsung masuk, di rumah itu. Rumahnya lengkap ada peralatan dapur, kasur, sofa. Bagaimana kamu mau? tempatnya nyaman kok Insha Allah." Aisyah meyakinkan Bilah agar mau tinggal di rumah Pakliknya yang hendak ingin disewakan. Dia bertujuan agar Paklik nantinya bisa memantau Bilah, karena Bilah sudah dilamar Bagas walaupun Bilah belum menjawab lamaran tersebut.
"Mau Ning, aku gak tega juga jika Ayah dan Mamahku tinggal di atas ruko tokoku. Alhamdulilah...terima kasih banyak Ning."
"Yah sudah, lebih baik kita berangkat sekarang. Tidak jauh kok 45 menitan dari sini. Takut magrib di jalan," ucap Aisyah.
"Roni...maaf, bisa tolong saya masukan kopernya ke mobil lagi? maaf yah."
"Iya Bu, nda apa-apa," ucap Roni.
Setelah koper itu sudah masuk kedalam mobil, mereka siap berangkat ke rumah Paklik Wahid. Sebelum berangkat Bilah memberi tahu nomor baru kepada karyawannya.
"Paklik Wahid itu adik dari Abah," ucap Aisyah.
Bilah hanya menganggukan kepalanya dan tersenyum. Tidak ada banyak percakapan di dalam mobil karena semua merasa lelah. Gus Bagaspun terlihat lelah, terbukti selalu menutup mulutnya karena menguap.
"Gus, maaf bisa berhenti di mini market? aku mau membeli sesuatu."
"Baik." Bagas melihat di depan ada mini market. Dia membelokan mobilnya untuk masuk ke parkiran mini market tersebut.
Bilah keluar dari mobil sendirian, karena yang lain tertidur di dalam mobil. Bilah membeli cemilan dan mie instan untuk di makan pada saat malam hari. Karena Bilah melihat Gus Bagas selalu menguap. Dia berinisiatif membeli kopi botolan untuk Gus Bagas.
"Dia suka kopi yang ini gak yah? aku beli beberapa merek aja deh," ucap Bilah.
Bilah selesai untuk memilih lalu ia membayarnya.
Tok tok
Bilah mengetuk kaca mobil bagian supir dan ia memberi kode tangan ke bawah untuk membuka jendela mobil. Bagas membuka jendela mobil.
"Ada apa?" ucap Bagas, terhadap Bilah.
"Gak ada apa-apa, hanya ingin memberikan ini, agar Gus gak ngantuk." Bilah memberikan kantong plastik yang berisi kopi.
Bagas mengambilnya lalu ia membuka bungkusan plastik tersebut.
"Kopi?" tanya Bagas.
"Iya, aku memperhatikan Gus dari tadi, terlihat Gus menguap menahan kantuk. Jadi aku belikan kopi aja, agar gak ngantuk. Bahaya jika berkendara dalam keadaan mengantuk."
"Kamu memperhatikan saya? terima kasih yah kopinya, terima kasih juga sudah memperhatikan saya." Bagas tersenyum karena Bilah memperhatikan dirinya.
Bilah langsung membalikkan badannya lalu duduk di jok bagian belakang supir.
"Duh, kok dia jadi salah paham sih. Maksudnya kan agar dia gak terlalu ngantuk, duh kenapa gue ngomong kaya gitu sih tadi. entar dia pikir gue janda gatel lagi. Bodohnya loe Bil."
Setelah Bagas menghabiskan kopinya, ia melanjutkan perjalanannya kembali. Tidak sampai 45 menit, mobil mereka akhirnya sampai di halaman rumah Paklik Wahid.
"Mba Aisyah, sudah sampai di rumah Paklik Wahid," ucap Bagas membangunkan Aisyah.
Aisyahpun terbangun, begitu juga dengan Sarah dan Afnan.
Aisyah langsung membuka pintu mobil dan mengucapkan salam.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam, masya Allah Ning Aisyah, Gus Bagas, monggo mlebet," ucap Paklik Wahid.
Aisyah dan Bagas langsung mencium punggung tangan Paklik Wahid dengan takzim.
"Paklik, dipun tepangaken punika Bilah kaliyan tiyang sepuhipun ingkang badhe ngontrak griya niki," ucap Aisyah memperkenalkan Bilah
"Ayu, koyone uwonge kok spesial ya? "
"Waduh Paklik kok mangertos. Gus Bagas sampun nembung piyambakipun namung dereng wonten wangsulanipun."
"Pintere ponakane Paklik, milih sing paling ayu."
Aisyah tertawa sedangkan Bagas wajahnya menjadi memerah. Bilah bingung kenapa Ning tertawa dan Paklik Wahid melirik ke arah Bilah. Bilah tidak paham apa yang Pak Lik Wahid dan Ning Aisyah berbicara karena mereka menggunakan bahasa jawa.
"Nak Bilah, ini kunci rumahnya." Paklik Wahid memberikan kunci rumah yang ingin disewa Bilah.
"Mohon maaf Paklik, uang sewa pertahunnya berapa?" tanya Bilah.
"Buat Nak Bilah, spesial gratis. Gak perlu bayar. Lagi pula rumah itu mumbazir gak ada penghuninya. Asalkan Nak Bilah rawat."
"Yah, Paklik saya gak enak jika seperti itu."
"Di enakan aja njih, makan lalu telan hahaha," canda Pak Lik.
"Ayo De Bilah, gak apa-apa. Jika Paklik berkata seperti itu kamu gak boleh menolaknya nanti dia tersinggung," kata Ning Aisyah.
Bilah dan kedua orang tuanya mengikuti Paklik dari belakang.
"Ini rumahnya Nak Bilah," ucap Paklik Wahid.
Bilah melihat sekeliling rumah, benar kata Ning Aisyah rumah ini sangat nyaman. Ia membuka kunci rumah dan ia sangat bersyukur sekali karena dalam rumah lengkap dengan peralatan semuanya.
Bilah mengucapkan terima kasih kepada Paklik Wahid karena sangat baik padanya. Dia dipersilahkan untuk beristirahat. Aisyah dan Bagas bermalam di rumah Paklik. Besok pagi mereka akan kembali ke Semarang.
"Aku penasaran deh, tadi Ning Aisyah dengan Paklik ngomong apa yah?" gumam Bilah dalam hati.
Rasa penasaran Bilah belum hilang, akhirnya dia mengirim pesan singkat kepada Gus Bagas.
Assalamu'alaikum.
Bilah menunggu balasan dari Gus.
"Kok gak di balas sih," ucap monolog Bilah. Ia kesal sampai melempar handphonenya ke kasur.
Dedd Dedd
Bilah langsung mengambil handphonenya kembali.
Wa'alaikumsalam, ada apa?
Boleh tanya gak Gus?
Boleh.
Tadi kan, Ning Aisyah dan Paklik bicara pakai bahasa jawa. Mereka tadi itu memperhatikan aku. Apa artinya Gus yang mereka bicarakan tadi?
Oh itu, udah lupakan saja yah. Bukan yang jelek-jelek kok artinya.
Yah Gus please, aku penasaran.
Tidak dibalas oleh Bagas, Bilah sudah menunggu 10 menit tapi Bagas masih belum membalas pesannya. Bilah cemberut kemudian dia selfi. Lalu dikirim ke Bagas.
"Ya Allah, kenapa gue kirim ke dia sih muka cemberut gue, kebiasaan kalau WA Billi dan Dina jika lagi marah selfi muka marah, bodoh banget sih gue, gue hapus aja mumpung belum di lihat."
Ketika Bilah mau menghapusnya, ternyata tandanya contreng dua dan berwarna biru. Bilah membulatkan matanya, rasanya malu setengah mati mengirim foto ekspresi cemberut Bilah.
Sedangkan yang dikirim gambar, dia tersanyam senyum melihat foto Bilah yang cemberut.
"Ya Allah manisnya dia," Bagas memandang foto Bilah sambil tersenyum.
"Astagfirullah, fotonya aku save di google drive aja. Kalau di galeri bisa-bisa aku lihat terus ini. Belum halal, zinah mata."
Gus, maaf salah kirim. Aku mohon dihapus yah fotoku yang aku kirim tadi.
Iya baiklah aku hapus di galeri handphoneku.
"Aku tidak bohong, hapus di galeri aku tapi sudah ku simpan di google drive," Bagas tersenyum-senyum membaca WA dari Bilah.
Gus, aku tidak bisa tidur karena penasaran, please....
Ya Allah, aku malu jika kamu tahu artinya.
Ya sudah, lupakan!
Bagas mengerutkan dahinya, karena kalimat terakhir menggunakan tanda seru itu artinya tanda perempuan yang ngambek.
"Apa dia ngambek yah, kok WA seperti ini seperti pacaran sih."
Akhirnya Bagas menjawab pertanyaan Bilah.
Tadi Mba Aisyah perkenalkan kamu dan juga orang tuamu kepada Pak Lik, lalu kata Pak Lik kamu Cantik, beliau bertanya kamu orang spesial sepertinya. Mba Aisyah jawab kalau kamu itu sudah aku lamar tapi belum di jawab lamaranku. Kemudian Pak Lik bilang, pintarnya ponakan Pak Lik, pilih yang sangat cantik. Aku sangat malu diledekin Paklik, aku milih kamu bukan kecantikan kamu, tapi kepedulian kamu ketika kamu menyelamatkan Salma. Ada desiran hati yang diam-diam mengagumi kamu, di tambah lagi yang memantapkan aku memilih kamu adalah jawaban doa tahajjudku mengarah ke kamu.
Bilah meleleh hatinya membaca pesan singkat kalimat Bagas yang terakhir.
"Duh, kok baru 3 bulan tinggal di kawasan pesantren rasanya seperti sudah lama kenal yah. padahal jarang ketemu di sana, tapi gue gak mau cepat mengambil keputusan, gue gak mau sakit hati lagi bikin sesak nafas."
Bersambung