Ainsley adalah anak kuliahan yang punya kerja sampingan di cafe. Hidupnya standar. Tidak miskin juga tidak kaya, namun ia punya saudara tiri yang suka membuatnya kesal.
Suatu hari ia hampir di tabrak oleh Austin Hugo, pria beringas yang tampan juga pemilik suatu perusahaan besar yang sering di juluki iblis di dunia bisnis.
Pertemuan mereka tidak menyenangkan bagi Ainsley. Tapi siapa sangka bahwa dia adalah gadis yang dijodohkan dengan Austin dua puluh tahun silam. Lebih parahnya lagi Austin tiba-tiba datang dan menagih janji itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 24
Ainsley bangun pagi-pagi. Ia mandi dan bersiap-siap. Hari ini ia berencana ke rumahnya dulu sebelum ke kampus.
Pandangan Ainsley jatuh ke Austin yang masih terlelap. Sepertinya pria itu kelelahan. Biasanya Austin yang bangun duluan dan jam delapan sudah berangkat kantor. Tapi hari ini tidak.
Awalnya Ainsley mengangkat bahu tidak peduli. Tapi ketika melirik jam tangan, ia jadi merasa bimbang. Hampir jam delapan. Haruskah ia membangunkan Austin? Tapi pria itu adalah bos perusahaan. Terserah dia mau datang jam berapa, menurut Ainsley.
"Ah, bangunkan saja." decak Ainsley mengambil keputusan. Ia melangkahkan kakinya ke sofa yang di tiduri Austin.
Ainsley lalu mengulurkan tangannya menggoyang-goyangkan badan Austin.
"Austin, Austin bangun. Sekarang sudah jam delapan. Memangnya kau tidak masuk kantor?"
cukup lama Ainsley menggoyang-goyangkan badan Austin sampai pria itu terbangun.
Austin mengucek-ngucek matanya. Masih belum sadar betul. Ainsley yang melihat langsung menyimpulkan lagi kalau pria itu betul-betul kelelahan. Gadis itu kembali melirik jam tangannya lalu cepat-cepat melangkah keluar dari kamar itu.
"Mau ke mana pagi-pagi begini?"
langkah Ainsley terhenti dan menoleh ke Austin. Pria itu sudah duduk sambil melipat kedua tangan di dada.
"Kampus," jawab Ainsley singkat.
"Sepagi ini?"
Ainsley menghela nafas. Austin hanya membuang-buang waktunya saja.
"Aku berencana mampir ke rumahku. Ada yang mau ku ambil." katanya malas.
"Rumahmu? Ini adalah rumahmu."
Ainsley menatap Austin jengkel.
"Maksudku rumah orangtua ku." nada bicaranya terdengar ketus. Siapa juga sih yang akan tahan kalau di buat jengkel pagi-pagi begini. Austin tertawa pelan.
"Mau kuantar?" tawarnya.
"Tidak usah. Aku naik taksi online saja." ketus Ainsley lalu berbalik pergi tanpa pamit. Ia terlalu kesal pada Austin. Waktunya kan jadi terbuang.
Sepeninggalnya Ainsley, giliran Austin yang mandi. Bersiap-siap ke kantor. Ia ingat semalam dirinya tidur terlalu malam karena ketagihan menatap Ainsley. Ainsley bahkan tidak sadar sama sekali pria itu lagi-lagi menciumnya semalam.
Kira-kira pukul sembilan sopir Austin sudah setia didepan rumah untuk membawa pria itu ke kantor.
\*\*\*
Seperti biasa, kemunculan Austin selalu menjadi perhatian para karyawan kantor. Apalagi para wanita.
Kebanyakan dari mereka mulai merapikan dandanan mereka ketika Austin melewati tempat mereka. Padahal mereka sudah tahu pria itu tidak akan pernah melirik mereka tapi tetap saja melakukan hal yang sama.
"Pagi pak Austin,"
"Pagi bos,"
"Pagi pak Austin,"
Kira-kira seperti itulah sapaan semua karyawan yang berpapasan dengan Austin. Ketika bos mereka menghilang dari hadapan mereka para kelompok wanita mulai bergosip.
"Beruntungnya jadi istri seorang Austin Hugo." seru salah satu staf wanita. Rambutnya di cepol tinggi.
"Benar. Kira-kira seperti apa istrinya bos kita yah?" gumam wanita di sebelah wanita yang di cepol tadi. Namanya Ayu.
Hampir semua karyawan masih percaya tidak percaya saat mendengar berita Austin yang akan segera menikah. Bagaimana tidak, bos mereka itu bahkan tidak pernah terdengar kabar pacarannya. Eh tiba-tiba mau nikah. Siapa yang akan percaya coba.
Namun berita pernikahan itu makin heboh setelah mereka mendengar Austin benar-benar melangsungkan pernikahannya. Tapi di buat tertutup. Wartawan tidak boleh masuk, bahkan tak ada satu pun dari karyawan kantor yang di undang selain Narrel, sekretaris Austin.
Sampai sekarang wajah istri seorang Austin masih misterius. Banyak orang yang ingin tahu sosok perempuan seperti apa yang menjadi pendamping pria itu.
"Aku dengar istrinya masih muda. Belum lulus kuliah. Mereka sudah di jodohkan dari kecil. Aku sempat tidak sengaja melihat Austin bersamanya di restoran kemarin, tapi wajahnya tidak begitu jelas. " ucap gadis bernama Lia. Entah dari mana ia mendapatkan berita itu.
"Apa dia cantik?" tanya Ayu antusias.
"Dari belakang sih bodinya lumayan." sahut Lia.
"Deisy, kau melihatnya juga kemarin kan?" tatapan Lia berpindah ke Deisy. Dia dan Deisy memang sedang bersama kemarin ketika melewati restoran tempat Austin makan.
"A..wajahnya tidak kelihatan." jawab Deisy berbohong. Ia tidak suka membicarakan adik tirinya itu. Apalagi sekarang status Ainsley sudah menjadi istri Austin, pria yang di idam-idamkannya sejak masih kuliah. Deisy bahkan berusaha keras di terima di perusahaan itu demi mendekati Austin. Tapi belum sempat Austin mengenalnya, sudah di rebut duluan oleh Ainsley.
Deisy sangat marah. Namun sekarang ini ia tidak bisa berbuat apa-apa. Mama dan papa tirinya sudah pergi, belum tahu kapan akan kembali. Dan Ainsley kini tinggal di rumah Austin. Tidak ada alasan baginya pulang ke rumah mereka kalau papa dan mama mereka tidak ada. Jadi Deisy tidak bisa melampiaskan rasa kesalnya pada adik tiri menyebalkannya itu.
"Apa yang kalian lakukan? Apa sekarang ini waktunya bergosip?"
mereka semua melirik Narrel yang tiba-tiba muncul dan kini berdiri di dekat situ. Tatapan tajam Narrel membuat para wanita itu menunduk takut-takut.
Narrel memang terkenal sebagai pria yang memperlakukan wanita dengan lembut, namun saat fokus kerja, ia sangat profesional. Lelaki itu juga tidak suka pada mereka yang suka bergosip di jam kerja. Kalau kedapatan olehnya mereka yang tidak bekerja dengan becus, siap-siap saja menerima mulut pedasnya.
"Sekali lagi aku ingatkan, aku tidak akan segan-segan memecat kalian yang bekerja tidak becus." kata Narrel penuh ancaman. Ia memang punya kekuatan untuk memecat karyawan. Austin sudah memberinya kuasa.
"Sekarang aku ingin kalian masing-masing menyiapkan laporan hasil kerja selama sebulan ini dan serahkan pada Iren." perintah pria itu. Ia bersiap-siap melanjutkan langkah namun berhenti sebentar berbalik lagi menatap mereka.
"Sebaiknya kalian buat dengan sebaik mungkin, karena aku akan memeriksa." katanya lagi, setelah itu ia benar-benar pergi dari tempat itu menuju ruangan Austin.
Para karyawan wanita itu langsung bernafas lega. Bukan hanya sekali dua kali Narrel menegur mereka. Ada yang sudah kebal dan ada yang belum terbiasa seperti beberapa karyawan baru yang masih magang itu. Lihat saja wajah ketakutan mereka.
Narrel memasuki ruangan Austin. Pria itu sedang duduk di sofa sambil menikmati secangkir kopi. Narrel memilih duduk di depan Austin.
"Kau yakin ingin berlibur ke luar negeri?" tanya Narrel. Kemarin ia mendapat pesan dari Austin untuk membeli dua tiket ke luar negeri. Tentu saja untuknya dan Ainsley.
Austin mengangguk.
Narrel menatapnya lama sebelum bicara lagi.
"Kau berencana pergi selama seminggu, apa kau lupa kata Ainsley kampusnya hanya libur dua hari?" ucapnya mengingatkan. Narrel tahu Ainsley akan mengamuk kalau tahu. Ia hanya mengingatkan Austin saja.
"Kau tidak usah khawatir, aku punya banyak cara membuat gadis itu menurut padaku." balas Austin. Narrel hanya menggeleng-geleng menatap Austin lalu menyandarkan dirinya di sandaran sofa. Biar saja pria itu melakukan apa yang dia mau.
melaknat pelakor tapi malah begitu membela pebinor bahkan pebinor melecehkan istri orang dan membuat rumah tangga orang salah paham dan nyaris hancur tetap saja pebinor dibela dan diperlakukan sangat2 lembut (ini contoh pemikiran wanita murahan
dan novel mu adalah cerminan pola pikirmu dan karakter mu