21+ area terlarang untuk bocil.
Sebut saja dia Royco, Royco bekerja sebagai OB di sekolah SMA yang terkenal. Melalui mimpi dia di datangi kakek buyut nya, yang memberinya keris emas berbentuk semar. Dengan keris emas itu, Royco bisa dengan mudah mendapatkan apa yang di ingin kan nya. Seperti halnya seorang gadis yang di tunjuknya. Ingin tahu kelanjutan cerita nya? yuk kepoin bersama-sama cerita nya dalam judul HASRAT TERLARANG SEORANG OB.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon malkist, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BaB 24
Tok
Tok
Tok
"Permisi," ucap Adi seraya tangannya mengetuk pintu ruangan Pak Komite.
"Masuk," suara Pak Komite dari balik pintu itu.
Dengan terlihat sedikit tegang, dan sambil menundukkan kepalanya, Adi pun melangkah masuk kedalam.
"Duduklah, Di. Jangan canggung seperti itu dong. Anggap saja saya ini hanya Ayah dari Markisa, jadi kamu nggak usah memandang saya sebagai seorang ketua Komite di sekolahan ini." pinta Pak Komite dengan lembut, mencoba menghilangkan ketegangan Adi.
"Baik Pak, kira-kira ada perlu apa Bapak memanggil saya menghadap?" tanya Adi penuh selidik.
"Gini Di, saya sengaja memanggil mu ke sini. Ada hal yang sangat penting, yang ingin saya bicarakan sama kamu," ucap Pak Komite memasang wajah serius.
"Hal penting apa Pak? " tanya Adi penasaran.
"Mengenai kejadian semalam ... saya harap sama kamu agar mau merahasiakannya dari orang-orang, kamu bisa, kan? jangan sampai beritanya menyebar kemana-mana, dan sebagai imbalannya kamu boleh meminta apa saja dari saya," ucap Pak Komite menawarkan iming-imingnya.
"Yang benar Pak, saya boleh minta apa saja dari Bapak?" tanya Adi licik.
"Iya, apa saja. Terserah kamu," ucap Pak komite.
"Bebas? apa saja boleh?" tanya Adi memastikan.
"Beeeebas, apa saja terserah kamu. Asalkan saya mampu memberikannya," ucap Pak Komite menyanggupi.
"Kalau begitu, ijinkan saya untuk bisa dekat dengan Markisa. Terus terang saya begitu sangat mendamba anak Bapak itu, saya sangat mencintai Markisa Pak." ucap Adi dengan jujur dan juga berharap.
"Boleh, saya tidak keberatan jika kamu mendekati anak saya. Tapi ingat yah ... jangan pernah sedikitpun kamu menyakiti anak saya, dan jangan kamu sekali-kalipun memaksakan kehendak mu pada anak saya. Kalau sampai kamu melakukan hal yang sama seperti OB itu, saya nggak akan segan-segan membuat nasib mu seperti OB sialan itu." ucap Pak Komite sedikit mengancam.
"Baik Pak, apapun itu demi bisa dekat dengan Markisa saya akan melakukannya." ucap Adi menerima syarat.
"Oke, saya senang bisa berbisnis dengan anak baik sepertimu Di." ucap Pak Komite seraya menaruh tangannya di bahu Adi.
"Yasudah Pak, kalau begitu saya ijin untuk masuk kelas lagi." ucap Adi dan langsung bangun dari duduknya.
"Silahkan Di," Pak komite mempersilahkan Adi untuk pergi.
Setelah berlalunya Adi dari ruangan itu tetiba Ibu Nur Karisma pun datang, nampak Pak Komite menyambut hangat kedatangan Ibu Nur di ruangannya.
"Mari silahkan masuk Bu ... dan silahkan anda duduk." Pak komite yang terlihat menyambut Ibu Nur seraya merapaikan berkas-berkas di meja kerjanya.
"Makasih Pak," Ibu Nur tersenyum.
"Oh, iya Bu. Sebelum itu, boleh kah saya bertanya terlebih dahulu sama Ibu?" tanya Pak Komite memasang wajah serius.
"Boleh, kira-kira Pak Komite ingin bertanya mengenai hal apa sama saya?" tanya Bu Nur, menyambut terbuka.
"Yang saya dengar, katanya Ibu lulusan dari sebuah pondok pesantren yang sangat terkenal. Apa itu benar Bu?" tanya Pak Komite.
"Benar Pak, memangnya kenapa yah Bapak menanyakan hal itu?" tanya Bu Nur terheran.
"Enggak, saya cuma ingin memastikannya saja. Gini loh Bu, sebenarnya saya mempunyai rencana ingin mengirimkan saja Markisa ke sebuah pondok pesantren. Kira-kira ... Ibu bisa nggak yah mencarikan pondok pesantren yang bagus untuk Markisa?" tanyanya penuh harap.
Ibu Nur terkejut akan rencana Pak Komite, yang dengan tiba-tiba saja ingin mengirim Markisa ke sebuah pesantren.
"Bisa sih Pak, tapi kalau boleh saya tahu. Kenapa Bapak ingin mengirim Markisa ke pondok pesantren, bukankah pendidikan di sekolah ini begitu sangat memadai untuk menunjang kesuksesan Markisa kelak?" tanya Ibu Nur penuh selidik.
...****...