Bercerita seorang yang dahulu di beri julukan sebagai Dewa Pengetahuan dimana di suatu saat dirinya dihianati oleh muridnya dan akhirnya harus berinkarnasi, ini merupakan cerita perjalanan Feng Nan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anonim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Epiode 2: Sebuah Surat
Kukurukuk…
“Hmmm, sudah pagi,” gumam Feng Nan sambil perlahan membuka matanya dari tidur nyenyaknya. Cahaya matahari pagi menembus celah-celah kecil di dinding kayu sederhana, menciptakan pola-pola hangat di lantai. Feng Nan meregangkan tubuhnya, mengusir sisa kantuk yang masih menempel. Ia melirik ke samping, melihat meja kecil di sudut ruangan. Di atasnya tergeletak sebuah surat lusuh dan cincin dengan ukiran naga yang tampak kuno.
Feng Nan berjalan perlahan menuju meja tersebut, tubuhnya masih terasa sedikit kaku. Ia menarik kursi kayu sederhana, duduk, dan menatap surat dan cincin di depannya. Surat itu tampak ditulis dengan terburu-buru, namun tetap rapi. Dengan hati-hati, Feng Nan membuka surat itu dan mulai membaca tulisan tangan yang dikenalnya.
**“Untuk putra kami tercinta, Feng Nan,
Jika kau membaca surat ini, berarti kami telah pergi. Maafkan kami karena harus meninggalkanmu tanpa pemberitahuan. Dunia ini tidak seaman yang terlihat, dan kami memiliki hal yang harus kami selesaikan. Tapi sebelum itu, Ibu sudah meninggalkan bekal untukmu. Dalam cincin itu, Ibu menyimpan kitab kultivasi, sesuai permintaanmu untuk menjadi seorang kultivator. Ibu juga menambahkan beberapa sumber daya yang mungkin akan kau perlukan.
Ini pesan dari Ayah: Carilah pasangan yang memiliki sifat seperti ibumu. Aku tahu itu akan sulit, tetapi berusahalah. Ayah juga meninggalkan senjata yang mungkin akan membantumu kelak.
Ingatlah, Nan’er, kami mencintaimu lebih dari segalanya. Kami percaya pada kekuatan dan kebijaksanaanmu untuk menghadapi masa depan. Berhati-hatilah, dan jangan mudah mempercayai orang lain.
Ayah dan Ibu.”**
Mata Feng Nan mulai berkaca-kaca. Ia tidak tahu mengapa, tetapi ada rasa hangat sekaligus hampa yang menyeruak di dalam dadanya. Ia mengusap sudut matanya yang basah dengan lengan baju, mencoba menahan emosi yang tiba-tiba muncul.
“Kenapa mataku mengeluarkan air mata?” gumamnya pelan sambil menatap cincin di atas meja. Jari-jarinya menyentuh ukiran naga yang menghiasi cincin itu, merasakan aura unik yang memancar darinya. Aura itu terasa kuat, namun lembut, seperti pelukan yang menenangkan.
Feng Nan menghela napas panjang. “Apa sebenarnya yang kalian sembunyikan, Ayah, Ibu?” gumamnya lagi. Dengan hati-hati, ia memusatkan kekuatan spiritualnya dan mencoba mengakses cincin tersebut. Cahaya biru samar muncul di permukaan cincin, perlahan membuka ruang di dalamnya.
Di dalam ruang cincin, Feng Nan menemukan harta karun yang luar biasa: tumpukan koin emas, gulungan teknik kuno, ramuan langka, dan sebuah pedang pendek hitam legam dengan ukiran naga di gagangnya. Pedang itu tampak hidup, memancarkan aura yang sama seperti cincin.
“Ini… bukan pedang biasa,” gumam Feng Nan sambil mengangkat pedang itu. Ketika ia menyentuhnya, ia merasakan sambungan energi yang kuat, seolah-olah pedang itu mengenali dirinya. Pedang itu bergetar pelan, merespons sentuhannya.
Selain pedang, ia juga menemukan gulungan peta yang menunjukkan lokasi yang tidak dikenalnya. Di bawah peta itu terdapat catatan kecil: “Ini adalah lokasi rumah kita.”
Feng Nan membuka gulungan peta tersebut. “Dari peta ini, aku sekarang berada di wilayah Kekaisaran Gu, tepatnya di Hutan Malam. Hutan ini berbatasan langsung dengan Sekte Teratai Bambu di utara,” gumamnya sambil merenungkan situasi.
Ia melanjutkan penelusurannya di dalam cincin. Selain ramuan dan senjata tingkat pusaka perak, ia menemukan tiga pusaka emas. Feng Nan mengingat kembali klasifikasi pusaka yang ia pelajari di kehidupan sebelumnya:
Pusaka dibagi menjadi tujuh tingkatan:
-Pusaka Perunggu
-Pusaka Perak
-Pusaka Emas
-Pusaka Mistik
-Pusaka Bumi
-Pusaka Langit
-Pusaka Dewa
“Dahulu aku memiliki satu pusaka yang sangat diincar banyak kultivator,” pikir Feng Nan, mengingat Armor Void yang merupakan ciptaannya sendiri. Sayangnya, dengan tingkat kultivasinya yang sekarang berada di Penyempurnaan Qi Tingkat 2, menggunakan pusaka itu hanya angan belaka.
Tingkat Kultivasi di alam rendah di bagi:
-Penyempurnaan Qi 1-9
-Pembentukan Roh 1-9
-Inti Perak Awal-Akhir (Awal,Menengah,Akhir)
-Inti Emas Awal-Akhir (Awal,Menengah,Akhir)
-Tingkat Bumi (...)
Sebelumnya orang tua Feng Nan sudah mengetahui mengenai Tingkat kultivasi Feng Nan, dan kedua orang tuanya waktu itu sangat terkejut dengan betapa pintarnya Feng Nan dengan hanya membaca buku cara mengumpulkan energi Feng Nan dapat dengan mudah sampai ke ranah penyempurnaan qi Tingkat 1 padahal seorang anak biasanya mulai berkultivasi saat umur anak itu 10 tahun dan Feng Nan bahkan sekarang umurnya baru beranjak 5 tahun.
“Hmmm, dengan beberapa pil dan tanaman ini mungkin aku bisa mencapai ranah Inti Perak menengah selama kurang lebih 7 tahun,”batin Feng Nan.
Ia mengalihkan perhatianya kepada ingatanya,dia juga harus mempelajari teknik pedang, meskipun banyak teknik pedang dalam cincin itu namun tingkatnya rendah.Setelah lama mencari akhirnya ada beberapa yang menarik minatnya Salah satunya menarik perhatiannya: Teknik Tarian Pedang Nirwana. Teknik ini pernah ia ajarkan kepada muridnya, Ji Duan, namun bahkan Ji Duan tidak mampu menguasainya. Dengan pengalaman dan pengetahuannya sebagai Dewa Pengetahuan, Feng Nan yakin ia mampu mempelajari teknik ini.
“Sepertinya aku akan tinggal di sini selama tujuh tahun ke depan untuk berlatih,” batinnya. Menurut peta, lokasi ini berada di ujung timur Hutan Malam, wilayah yang cukup aman untuk tingkat kultivasi Feng Nan saat ini.
Feng Nan memandang pedang hitam di tangannya. Pedang itu memancarkan aura misterius yang bahkan ia, seorang Dewa Pengetahuan, tidak bisa memahami sepenuhnya. “Siapa sebenarnya kalian, Ayah, Ibu? Mengapa bahkan aku tidak mengetahui asal-usul pedang ini?” gumamnya sambil menatap langit dari jendela kecil di kamarnya.
Dalam pikirannya, tujuh tahun adalah waktu yang cukup untuk mempersiapkan diri menghadapi dunia luar. Dengan cincin ini sebagai sumber daya, ia memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh orang lain. Feng Nan menggenggam pedang hitam itu erat. Energinya menyatu dengan senjata tersebut, aura pedang itu berdenyut, seolah menyampaikan pesan yang hanya bisa dirasakan oleh Feng Nan.
“Mari kita mulai perjalanan ini, satu langkah demi satu langkah,” ucap Feng Nan dengan penuh tekad. Matanya menatap ke luar jendela, ke arah langit biru yang luas. Masa depan mungkin penuh ketidakpastian, tetapi Feng Nan telah bertekad untuk membongkar rahasia keluarganya dan mencapai puncak dunia ini sekali lagi.
Matahari perlahan merangkak naik di cakrawala, menghangatkan hutan di sekitarnya. Burung-burung berkicau riang, melodi mereka menyatu dengan suara dedaunan yang bergesekan tertiup angin. Feng Nan memutuskan untuk memulai harinya. Ia menggulung peta itu dengan rapi dan menyimpannya kembali ke dalam cincin, bersama pedang dan barang-barang lainnya.
Langkah pertama Feng Nan adalah memperkuat fondasi kultivasinya. Dengan teknik dan sumber daya yang tersedia, ia yakin bisa mencapai terobosan lebih cepat dari kultivator biasa. Namun, ia juga tahu bahwa perjalanan ini tidak hanya soal kekuatan; ia harus mengasah kecerdasan dan kewaspadaannya. Dunia ini penuh intrik dan bahaya, terutama bagi seseorang dengan rahasia besar seperti dirinya.
Feng Nan menghela napas dalam-dalam, merasakan udara pagi yang segar. “Tujuh tahun adalah waktu yang cukup,” gumamnya sekali lagi, dengan mata yang penuh tekad. Dengan langkah mantap, ia melangkah keluar dari rumah kayunya, memulai hari pertama dari perjalanan panjangnya menuju puncak dunia.