"Dasar brengsek! Kadal burik! Seumur hidup aku gak mau ketemu kamu lagi. Bahkan meskipun kamu mati, aku doain kamu susah menjemput ajal."
"Siapa yang sekarat?" Kanya terhenyak dan menemukan seorang pria di belakangnya. Sebelah tangannya memegang kantung kresek, sebelah lagi memasukan gorengan ke dalam mulutnya.
"Kadal burik," jawab Kanya asal.
"Kadal pake segala di sumpahin, ati- ati nanti kena tulah sumpah sendiri."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kesepakatan
Kanya memasuki rumah dan melihat tak hanya ada kedua orang tuanya disana.
Ada juga Joe dan Mamanya.
"Kamu udah pulang. Sini ada tante Mira sama Joe," ucap Sofi.
"Hai, tante, Joe. Apa kabar?"
"Baik, kamu sendiri, gimana?"
"Baik, tante." Kanya mendudukan dirinya di sebelah Sofi.
"Mereka datang kesini mau melamar kamu, Kan." Kanya menoleh pada Surya. Kanya tak menyangka jika belum sampai 24 jam dia setuju, Joe benar-benar datang dengan Mamanya.
Apa mereka ini benar-benar kebelet kawin?
Kanya melihat pada Joe yang tersenyum padanya. "Boleh kami bicara dulu," ucap Kanya akhirnya pada kedua orang tuanya, dan Mira.
"Boleh," ucap Mira. "Silakan." Kanya mengangguk dan meminta Joe mengikutinya.
Kanya berjalan lebih dulu hingga mereka berhenti di taman belakang rumah dimana ada dua kursi dan satu meja kecil disana.
"Duduk, Joe." Kanya mempersilakan Joe duduk di kursi satunya.
Bukannya bicara Kanya justru terdiam, begitu pun Joe yang membiarkan Kanya bicara lebih dulu, sebab dia yang meminta mereka untuk bicara.
"Aku tahu sejak awal saat kita di kenalkan, tujuan orang tua kita memang perjodohan," ucap Kanya setelah mereka diam cukup lama.
Joe mengangguk. "Tapi Joe, ada satu hal yang harus kamu ketahui sebelum memutuskan ini semua."
"Aku mengerti kita belum saling mencintai, karena itu pertunangan diadakan lebih dulu. Mungkin karena mereka ingin kita setidaknya memiliki pasangan," ujar Joe.
"Ya, tapi aku gak mau memulainya dengan kebohongan. Aku juga gak mau kamu berpikir aku menggunakan kamu untuk pelarian saja." Kanya kembali menghela nafasnya berat. Dia baru saja mengadapi Alan, bahkan berbohong tentan perasaanya. Ya, rasa cinta itu mungkin masih ada karenanya mungkin dia bahkan tak bisa melupakan pria itu. Dia bodoh? Tentu saja, tapi siapa yang menciptakan perasaan? Bisakah dia menolak? Meski begitu Kanya juga berusaha menguburnya, karena itu dia bahkan membohongi Alan dan menyembunyikan perasaannya. "Aku pernah di tinggal saat hari pernikahan sudah dekat. Itulah alasanku gak ingin menikah hingga sekarang. Aku memiliki ketakutan jika hal itu akan terulang kembali."
Joe terdiam, dia tahu tentang ini dari Mamanya yang tentu saja tahu dari Mama Kanya.
"Dan satu hal yang ingin aku katakan adalah, meski pun aku tersakiti aku masih tak bisa melupakan pria itu."
Joe tertegun.
"Ya, aku bodoh. Tapi bukan itu poin pentingnya. Poin pentingnya adalah, mungkin kelak akan sulit untuk aku mencintai kamu." Kanya menoleh pada Joe. "Kamu gak keberatan?"
"Waktu aku dengar kamu setuju melanjutkan perjodohan ini, aku kira kamu mungkin benar-benar menyukaiku." Joe terkekeh. "Aku gak menyangka kamu akan jujur."
"Maaf, aku-"
"Tapi, aku sekarang merasa malu kalau aku juga gak jujur juga sama kamu." Joe memotong ucapan Kanya.
"Kamu baik, Kanya. Aku bisa lihat itu. Dan sama seperti kamu aku juga memiliki kesakitan tentang pernikahan hingga aku tak ingin mengenal kata pernikahan itu sendiri." Kali ini Kanya yang terdiam membiarkan Joe berbicara.
"Aku pernah bilang tentang suami istri yang menikah karena cinta tapi tetap berujung perceraian, kan?"
Kanya mengangguk. "Aku inget, baru kemarin kamu bilang."
"Mereka adalah orang tuaku sendiri. Mereka bercerai saat usiaku 9 tahun. Saat itu yang aku dengar adalah selalu pertengkaran dan pertengkaran hingga akhirnya mereka bercerai. Tapi yang gak mereka tahu adalah, aku gak pernah lupa dengan saat itu, dimana Mama menangis setiap malam setelah mereka bertengkar. Hingga sekarang aku terus mengingat hari- hari itu, dan aku berjanji gak akan pernah menikah."
Kanya terkejut, dia tak bisa membayangkan sesakit apa Joe saat itu, hingga pria itu mengalami trauma dan tak ingin menikah.
"Saat aku tumbuh semakin dewasa pemikiranku mulai berubah, mungkin banyak juga dari mereka yang berhasil dalam pernikahan. Hingga aku bertemu seorang gadis yang aku kira dapat merubah pemikiranku tentang pernikahan. Ya, kami saling jatuh cinta dan berjanji akan mengikat janji suci kami saat kami benar-benar mapan. Tapi ternyata semua rencana kadang tak seperti harapan kita. Dia berselingkuh dibelakangku hingga aku kembali berpikir jika memang tidak akan ada yang tulus dalam berpasangan. Dan aku juga kembali tak ingin menikah."
"Saat aku mendengar kalau Mama akan menjodohkan aku, tentu saja aku kembali takut. Tapi saat aku melihat kamu, aku pikir ini juga akan berakhir mengerikan. Aku tahu kamu gak mencintai aku. Aku pikir ini akan berhasil tanpa aku bicara lebih dulu. Tapi kejujuran kamu membuat aku malu. Jadi aku putuskan aku akan mengatakannya dengan jujur."
Kanya mengerutkan keningnya, menunggu ucapan Joe selanjutnya.
"Aku mungkin gak akan bisa mencintai kamu. Kanya, aku..." Kanya mengerjapkan matanya cepat setelah mendengar perkataan Joe. Merasa tak percaya dengan apa yang Joe katakan.
"Aku rasa kita hanya perlu bertahan beberapa saat dalam pertunangan ini. Menunggu waktu yang tepat untuk kita bisa berpisah dan kembali menjalani hidup masing-masing."
"A- apa ma- maksud kamu?" Ucapan Kanya sedikit terbata.
"Tenang saja selama masa pertunangan ini, aku tidak akan macam- macam kalau kamu takut."
"Bukan itu maksudku."
"Kita sama- sama membutuhkan status ini untuk membuat orang tua kita merasa tenang tentang keadaan kita. Jadi kita sama- sama di untungkan, bukan?"
Kanya menelan ludahnya kasar, tidak seharusnya dia mengatakannya sebelumnya. Hingga sekarang dia tahu permasalahan Joe sebenarnya.
Oh, Astaga! Joe benar-benar malang.
Kanya menunduk. Ya, mereka hanya membutuhkan status. Lagi pula Kanya juga tidak mungkin menikahi pria yang tidak mencintainya.
"Aku hanya akan menjadi tunanganmu sampai kamu mendapat pria yang baik," ujar Joe.
Kanya tertegun. Tatapannya mengarah ke depan tanpa melihat Joe.
"Oke." Joe tersenyum.
"Aku pastikan akan jadi tunangan yang baik." Kanya mengangguk.
....
Alan berjalan memasuki rumahnya diikuti Samuel yang membawa tas berisi semua perlengkapannya di rumah sakit selama dua hari ini.
Baru saja akan duduk Alan melihat orang tuanya masuk dengan terburu- buru.
"Alan, kamu udah menjual bengkel kita, seharusnya kamu kasih dong Mama sama Papa uang buat bertahan hidup."
"Kamu tahu, uang Papa habis dan sekarang kami gak tahu gimana bisa makan,"
Alan menunduk dengan senyum miris, mendengar ocehan Aditya dan Adisti. Bukannya bertanya keadaanya yang baru keluar dari rumah sakit, mereka justru merepotkan uang, dahi Alan bahkan masih tertempel perban, apa mereka tidak lihat?
"Mulai sekarang aku gak akan mengeluarkan uang sepeser pun untuk kalian." Tangan Alan mengepal erat menahan sakit di hatinya.
"Apa?" tentu saja Adisti dan Aditya merasa terkejut.
"Apa maksud kamu, Alan?"
"Pergi saja pada anak kesayangan kalian, Rio. Jangan pernah meminta lagi padaku."
"Alan kamu!" Aditya menunjuk wajah Alan.
"Kalian sadar gak sih, selama ini kalian hanya memanfaatkan uangku tanpa memikirkan perasaanku?"
Adisti berdecih "Selama ini kamu bisa hidup seperti ini, karena jasa- jasa kami. Andai Rio ada, kami juga tidak sudi minta sama kamu!"
Alan terkekeh. "Berhenti berpura-pura, aku yakin tanpa uang dariku anak kalian pasti sudah mati diluar sana!"
"Selama ini kalian menyembunyikannya dan membiarkan aku menanggung kesalahannya. Gak peduli aku kehilangan hidupku!"
"Alan."
"Aku bahkan harus rela di benci orang yang aku cintai demi kalian!" Teriakan Alan membuat Adisti dan Aditya mengkerut, Alan bahkan berdiri dari duduknya membuat Aditya dan Adisti mundur terkejut.
"Kalian bilang kalau tanpa kalian aku tidak akan jadi seperti sekarang? Baik, sekarang kita hitung berapa uang yang udah kalian keluarkan untukku. Sekalian juga hitung berapa uang yang sudah aku keluarkan untuk kalian!"
"Bicara tentang uang, kalian hanya membiayai aku seorang itu pun aku kuliah dengan beasiswa dan juga hasil kerja kerasku sendiri, sejak kecil aku bahkan hanya mendapakan sisa Rio. Lalu rumah yang kalian tempati sekarang jelas aku yang menebusnya setelah kalian gadai dan tak bisa membayarnya kembali. Dan jangan lupa setelah aku bekerja aku bahkan membiayai kalian berikut Rio yang tidak berguna itu."
"Alan, beraninya kamu mengatakan kakak kamu seperti itu!"
"Memang kenapa? Bukankah dia memang tidak berguna? Selama ini dia hanya bisa minta dan minta?"
"Alan, Mama gak akan biarin kamu kurang ajar."
"Kurang ajar?" Alan terkekeh "Selama ini aku bahkan selalu diam dan menurut, tapi kalian tetap tidak menganggapku. Sekarang aku udah kehilangan semuanya. Cintaku, masa depanku. Lalu untuk apa aku tetap jadi anak baik? Kalian jelas hanya ingin uangku saja!"
"Kalau kamu tidak mau memberi uang, jangan menghina kami!" Adisti pura- pura menangis, dan Aditya mengelus punggungnya. "Kami bisa pergi, lebih baik kami hidup di jalanan, daripada kamu hina begini."
"Ya, sana. Jangan lupa bawa juga menantu dan cucu kalian. Katakan pada anak kesayangan kalian itu, untuk jangan jadi pengecut!" Adisti benar-benar terkejut dengan perkataan Alan, biasanya Alan akan menurut dan dengan cepat akan melunak jika dia menangis. Tapi sekarang pria itu benar-benar terlihat tak lagi peduli.
....
Jangan lupa...
Like...
Vote...
Komen...
Eitssss.... komen yang bijak ya🙏
Suka baca, gak suka tinggalkan, karena mungkin endingnya tidak akan seperti yang kalian harapkan🤪