NovelToon NovelToon
Karmina Dan Ketua OSIS

Karmina Dan Ketua OSIS

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Horor / Action / Ketos / Balas Dendam / Mata Batin
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Ira Adinata

Prediksi Karmina mengenai kehidupan Dewa--ketua OSIS di sekolahnya--serta kematian misterius seorang mahasiswi bernama Alin, justru menyeret gadis indigo itu ke dalam kasus besar yang melibatkan politikus dan mafia kelas kakap. Akankah Karmina mampu membantu membalaskan dendam Dewa dan Alin? Ataukah justru mundur setelah mengetahui bahwa sasaran mereka bukanlah orang sembarangan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ira Adinata, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Di Balik Kebaikan Zahra

Hari berganti, tapi dendam masih menyala-nyala di hati Zahra. Alih-alih menjadi rendah diri setelah dirundung habis-habisan, gadis itu semakin menjadi. Cara berjalannya berlenggok-lenggok, mengibaskan rambut hitam nan panjangnya seperti bintang iklan, bahkan senyuman Zahra kian genit saja tatkala berpapasan dengan Dewa.

Karmina yang tak sengaja menyaksikan kelakuan Zahra, hanya bisa tertegun sembari menatap sinis. Adapun Dewa, sesekali melirik pada Karmina ketika Zahra mendekatinya.

"Selamat pagi, Ketua OSIS. Hari ini cerah banget, ya," sapa Zahra, dengan lancangnya menggandeng lengan Dewa.

Tentu saja, Dewa merasa risi menanggapi sikap Zahra. Sesekali ia berusaha melepaskan genggaman gadis itu. Namun, Zahra yang sudah kepalang jatuh hati pada sang ketua OSIS, justru semakin mengeratkan genggamannya dan bersandar manja di bahu Dewa.

Pemandangan pagi itu menjadi perhatian khusus para murid yang berdatangan ke sekolah. Tak terkecuali Gracia dan gengnya, memandang jijik pada Zahra tatkala menyaksikan Dewa digelayuti oleh gadis itu. Bahkan, beberapa gadis pemuja lelaki dingin seperti Dewa, seakan dibuat cemburu oleh Zahra.

Merasa diperhatikan oleh khalayak ramai, Dewa berusaha mencari seseorang yang dapat diandalkan. Kebetulan sekali, Karmina berdiri tak jauh dari mereka berdua. Dewa melambaikan tangan, hingga Karmina menyadari lelaki itu sedang meminta pertolongan lewat gerakan mulutnya.

"Tolongin gue!" kata Dewa tanpa suara sedikit pun.

Maka bergegaslah Karmina menghampiri mereka berdua. Ditepuknya pundak Zahra, sampai menoleh.

"Zahra, gue boleh minta tolong nggak?" tanya Karmina.

Seketika, Zahra melepaskan genggamannya dari Dewa, dan memandang Karmina. Sementara itu, Dewa bergegas pergi dari hadapan mereka tanpa berpamitan sama sekali. Karmina segera memegang tangan Zahra tatkala gadis itu menyadari kepergian sang ketua OSIS.

"Gara-gara lo gebetan gue pergi," rajuk Zahra memberengut.

"Tapi gue butuh banget bantuan lo. Pliss," dalih Karmina sembari menyatukan kedua tangannya.

"Bantuan apa?" tanya Zahra ketus.

"Gue belum ngisi jawaban buat soal matematika yang terakhir. Bantuin gue, ya. Lo, kan, pinter banget ngerjain soal matematika," pinta Karmina, menarik tangan Zahra.

"Iya deh," ucap Zahra dengan lesu.

Ketika tiba di kelas, Karmina membuka buku PR-nya. Zahra tercengang melihat semua soal matematika di dalam buku teman sekelasnya itu sudah selesai dikerjakan.

"Lo ngerjain gue, ya?!" sungut Zahra memelototi Karmina.

"Aduh, maaf, Zahra. Gue nggak bermaksud ngerjain lo, kok. Gue kira soal terakhir belum dikerjain," tutur Karmina beralibi.

"Alah, bilang aja lo nggak suka kalau gue deketin Dewa. Iya, kan?" tuduh Zahra sembari melipat kedua tangannya.

"Eh? Apa maksud lo bilang gitu?" Karmina terkejut, kedua matanya membulat.

"Nggak usah pura-pura lugu, deh! Gue udah tau semuanya, kalau lo juga berusaha buat dapetin Dewa," ketus Zahra.

Mendengar gadis itu semakin bersungut-sungut, Karmina mengelus dada sembari mendengkus sebal.

"Inget baik-baik, ya! Sampai kapan pun lo nggak bakal pernah dapetin Ketos! Cuma gue, murid baru ber-value yang layak pacaran sama Ketos," cerocos Zahra dengan angkuhnya mengibaskan rambut sembari memandang sinis pada Karmina.

Karmina menyunggingkan senyum sinis dan berkata, "Ya udah deh, iya. Dewa buat lo aja, ya. Sori! Gue nggak minat buat pacaran sama Ketos."

"Sebaiknya gitu. Lo harus nyadar diri," pungkas Zahra melengos ke bangkunya.

Karmina mengembuskan napas, lalu menggeleng pelan. Selanjutnya, ia mengalihkan pandangan ke arah Gracia yang sedang tersenyum sambil berbisik-bisik dengan Fransisca dan Evelyn. Tampak semburat kepuasan di wajahnya setelah menyaksikan perseteruan antara Zahra dan Karmina.

***

Perlu kehati-hatian bagi Karmina untuk menghampiri Dewa saat jam istirahat tiba. Gelagat Zahra yang begitu kentara membencinya, seakan menjadi benih-benih ancaman serius untuk Karmina di masa mendatang.

Diam-diam, gadis itu bertemu dengan Dewa di ruangan OSIS. Lelaki itu tampak sedang fokus memperhatikan catatan perencanaan acara pekan olahraga antar kelas yang akan diselenggarakan setelah ulangan akhir semester. Dihampirinya lelaki yang sedang sendirian itu sembari mengucap salam.

"Ngapain lo ke sini? Lo mau nyari perhatian orang lain lagi biar kita digosipin pacaran? Iya?" sungut Dewa memandangi Karmina yang sedang berdiri di hadapannya.

"Dih! Najis banget gue nyari perhatian murid lain lewat popularitas elo," ketus Karmina mendelik sembari melipat kedua tangannya.

"Terus, mau ngapain ke sini?" tanya Dewa menaruh kertas proposal itu ke meja.

"Gue cuma heran aja sama lo. Dideketin Zahra kayak sungkan banget buat nolak, giliran sama gue bersungut-sungut banget lo. Jangan-jangan lo emang suka sama dia, ya?"

Dewa terbahak-bahak, kemudian berjalan mendekati Karmina. "Kenapa, sih, pikiran cewek tuh isinya percintaan mulu? Emang di rumah lo nggak ada yang sayang sama lo, apa, sampai-sampai ngebahas hal nggak penting kayak gini?" cibirnya.

"Enak aja! Gue disayang kok sama nyokap bokap gue," bantah Karmina mendengkus sebal.

"Terus, apa? Cemburu ngelihat gue dideketin sama si Zahra, gitu?" goda Dewa.

"Idih!" ketus Karmina. "Sori, ya, tertarik sama lo aja kagak, ngapain cemburu?"

Dewa terkekeh-kekeh.

"Justru gue heran, lo kelihatan risi banget waktu dideketin sama Zahra sampe minta tolong segala ke gue. Emang lo tau siapa dia sebenernya? Atau jangan-jangan, kalian pernah ketemu?" ucap Karmina memicingkan mata, memandang Dewa dengan tatapan menyelidik.

Tertegun Dewa mendengar penuturan Karmina. Berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah, gadis itu memang memiliki kemampuan menebak kelakuan Dewa yang tak bisa diremehkan. Jadi, tak ada gunanya bagi Dewa untuk berkelit kali ini.

"Ya, gue emang pernah ketemu sama dia, tapi dia nggak kenal sama gue," jelas Dewa. "Lo masih ingat Sahar Muzakir?"

Karmina mengernyitkan kening. "Apa Zahra masih ada hubungannya dengan Sahar Muzakir?"

Dewa mengangguk. "Zahra itu sebenernya anak Sahar Muzakir."

Terperangah Karmina mendengar ucapan Dewa.

"Gue nggak ngerti, kenapa keluarga Sahar ngincar gue akhir-akhir ini. Yang gue khawatirkan, si Zahra ini sebenarnya salah satu umpan dari istrinya Sahar biar bisa menjebak gue agar cepat dihabisi," tutur Dewa menatap nanar ke arah jendela.

"Gue bilang juga apa. Lo jangan coba-coba bertingkah!" sungut Karmina.

"Lo juga jangan sok-sokan mau bantuin gue!" balas Dewa mendelik pada Karmina

***

Sepulang sekolah, Zahra bersikap manis pada Gracia. Dengan semringah, gadis itu merangkul sang perundung, sambil disaksikan oleh Fransisca dan Evelyn. Sudah barang tentu, kelakuan aneh gadis bertahi lalat di bawah matanya itu, menjadi suatu keanehan bagi mereka bertiga.

"Kenapa kalian mandangin gue kayak gitu? Apa ada yang aneh sama gue?" tanya Zahra, menatap Gracia dan dua temannya dengan bingung.

"Kenapa kelakuan lo jadi baik gitu? Kita nyadar, kok, kita ini udah ngerjain lo. Lo nggak usah sok-sokan berubah jadi ibu peri gitu deh," kata Evelyn memandang heran.

"Gue nggak sok-sokan jadi baik. Gue sebenernya baik, kok. Bahkan, tanpa kalian minta maaf pun, gue udah maafin kalian duluan," sanggah Zahra melepaskan rangkulannya dari Gracia.

Sambil memicingkan mata dan melipat kedua tangan, Gracia berkata, "Bilang sama gue! Maksud lo pura-pura baik begini apaan? Lo mau ngebujuk kita buat nggak ngusilin lagi, gitu?"

"Enggak, kok. Gue cuma pengin ngajakin kalian main ke rumah gue. Kebetulan, hari ini nyokap gue bikin kue yang enaaak banget. Siapa tau kalian mau nyobain," jelas Zahra.

"Lain kali aja, ya. Gue ada acara nikahan keluarga." Fransisca menolak.

"Gue juga. Paman gue dari Jerman mau dateng ke sini. Jadi harus siapin acara sambutan buat dia," sambung Evelyn.

Zahra mengangguk pelan. "Kalau kalian nggak bisa dateng sekarang, nggak apa-apa. Gue ngerti kok," ucapnya, kemudian melirik pada Gracia. "Kalau lo gimana?"

"Gue, sih, nggak ada acara," jawab Gracia.

"Kalau gitu, lo bisa dong mampir dulu ke rumah gue," kata Zahra dengan mata berbinar-binar.

"Ayok aja," sahut Gracia.

Zahra berdecak sembari bertepuk tangan. Keduanya berjalan beriringan sambil berbincang-bincang dan berhenti sejenak di depan sekolah, menunggu jemputan Zahra datang. Adapun Fransisca dan Evelyn, pergi ke arah halte yang tak jauh dari sekolah.

Berselang beberapa menit, sebuah mobil minibus berwarna hitam mengkilat datang. Gracia ternganga, melihat mobil itu berhenti di hadapan mereka.

Seorang sopir membukakan pintu mobil untuk Zahra dan mempersilakan masuk. Gracia masih tertegun menyaksikan isi dari kendaraan yang menjemput mereka.

"Kenapa lo diem aja? Ayo masuk!" ajak Zahra yang sudah duduk di dalam mobil.

"Ini mobil keluarga lo?" tanya Gracia, masih terkesima memandangi kendaraan di hadapannya.

"Iya. Yuk masuk!" tegas Zahra.

Gracia masih tak percaya melihat isi dari kendaraan itu. Jok-nya begitu bersih dan empuk, dibalut kain cokelat muda berbulu halus. Jendelanya memakai tirai berwarna putih dengan renda di bawahnya. Gracia masih tak percaya, bahwa murid baru yang pernah ia rundung, ternyata sama-sama berkelas seperti dirinya.

Sementara itu, Karmina yang baru saja keluar dari gerbang sekolah, terperangah mendapati Gracia memasuki mobil mewah bersama Zahra. Sejenak ia memicingkan mata, hingga suatu peristiwa berkelebat dalam pandangannya. Merasa penasaran, ia memejamkan kedua matanya, menyaksikan runtutan peristiwa mengerikan antara Gracia dan empat pemuda yang membuat sekujur tubuh gadis itu bergidik ngeri.

Setelah membuka mata, Karmina segera berlari menuju mobil yang menjemput Zahra, dengan perasaan cemas. Ingin sekali ia menyelamatkan Gracia dari tindakan bejat para pemuda asing dalam penerawangannya. Namun, sayang, langkahnya masih kalah cepat dari mobil Zahra yang melaju lebih dulu meninggalkan sekolah.

"Astaga, Gracia! Seharusnya dia nggak usah ikut sama si Zahra," gerutu Karmina kesal. "Seandainya gue tahu rumah Zahra ada di mana, pasti gue susul sekarang juga," lanjutnya dengan nada kecewa.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!