Notes : zona dewasaaaaaa!
“Om nikahin temenku ya? Ntar dapet istri sekaligus anak di hari pertama kalian menikah!”
Ide gila yang muncul dari Tari, membuat masa depan Lea yang hancur lebur menjadi indah.
Siapa sangka? Luca, pria yang Lea nikahi sebagai ayah darurat dari janinnya, telah merubah kehidupannya menjadi lebih berwarna dan berarti.
Akankah Luca menutup mata dengan siapa ayah kandung dari janin di perut istrinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sheninna Shen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
06. Izinkan Saya
..."Jadi ... tolong izinkan saya bertanggungjawab atas perbuatan saya ini." — Luca Harrison...
"Pagi, O— ... Kak!"
Tari berlari-lari kecil dengan wajah yang full senyum. Ia duduk di meja makan, di mana ada Lea dan Luca yang saling berhadapan di sana.
"Gimana?" tanya Tari sambil duduk di di tengah di antara Lea dan Luca. "Ada—"
"Tari," suara bariton Luca yang terdengar serius, membuat Tari tak bergeming. "Kalau nggak mau sarapan, tunggu di depan."
Luca mengatakannya dengan suara yang dingin. Bahkan sedetikpun ia tak menoleh ke arah keponakannya itu.
Sementara Lea, sejak duduk di meja makan itu, wajahnya yang semalam suram, kini semakin suram dan tertunduk. Seperti ada beban di atas kepalanya, sampai-sampai ia tak sanggup mengangkat kepalanya tegak.
"Mampus! Kirain, Om Luca bakalan luluh, tapi dia benar-benar berhati baja!" rutuk Tari dalam hati.
Selama ini ia tak begitu mempedulikan obrolan dan percakapan antara keluarganya yang mengatakan bahwa pria itu dingin dan berhati baja. Sekalinya mengatakan tidak, maka selamanya akan berkata tidak.
"Kasian Nenek, punya anak kepala batu," gumam Tari kesal.
"Apa?" Luca menatap tajam ke arah Tari. Membuat Tari tak bisa bergeming dan menciut.
Waktu berjalan dengan sangat cepat. Hingga sarapan mereka selesai dengan cepat, karena tak ada sepatah katapun yang terdengar usai Luca menatap tajam Tari.
"Saya antar pulang."
"Nggak usah, Kak. Aku sama Tari aja."
"Saya bilang saya yang antar," tegas Luca sembari membetulkan dasi di lehernya. Ia berdiri dari duduknya, kemudian meraih jas yang ia letakkan di kursi yang ia duduk. Kemudian ia bergegas ke halaman.
"Selamat pagi, Den Luca," sapa Agus, supir yang sudah 30 tahun melayani keluarga Harrison.
"Pagi," sahut Luca singkat. "Hari ini Bapak istirahat aja. Saya lagi pengen nyetir sendiri."
Luca masuk ke dalam kursi kemudi, kemudian ia langsung menghidupkan mesin mobil.
Lima menit waktu berlalu. Luca melirik jam bermerek yang melingkar di pergelangan tangannya. Kemudian ia melirik pintu. Menanti dua sosok yang ia tunggu-tunggu keluar.
Akhirnya, kedua orang itu muncul. Namun, keduanya berbelok arah. Bukan berjalan ke arah sedan BMW yang sedang Luca duduki.
Tin! Tinnn!
Luca menekan klakson mobil untuk menarik perhatian Tari dan Lea.
"Om, biar aku aja yang anter Lea." Tari terlihat kikuk dan takut. Ia benar-benar seperti tisu yang terkena air sejak dipelototi Luca dengan tajam tadi.
"Saya bilang masuk."
Mendengarkan perintah Luca, Lea tak berani bergeming. Ia hanya patuh dan mengikuti perintah pamannya itu.
Lea dan Tari masuk ke dalam mobil. Tapi, mereka berdua masuk ke kursi penumpang.
"Kalian pikir saya supir?" sergah Luca dingin.
Tari semakin menciut. Sedangkan Lea? Ia berusaha cuek. Yah, karena permintaannya sudah di tolak malam tadi, dan harga dirinya pun sudah ilang tak bersisa di depan pria itu.
"A—aku cuman mau bukain pintu buat Lea, Om."
Setelah Lea masuk ke dalam mobil, Luca melirik wajah sendu Lea. Mata yang bengkak dengan wajah yang sembab.
"Sudah berapa lama kau menangis?" pikir Luca iba.
Setelah Tari duduk bersebelahan dengan Luca, sedan BMW tersebut pun melaju ke arah rumah Lea. Tari sebagai navigasinya.
Setibanya di depan rumah Lea, kedua orangtua Lea sudah berdiri dengan perasaan sangat khawatir. Mereka yang seharusnya pergi ke kantor hari ini, mendadak mengambil cuti demi menanti kepulangan satu-satunya buah hatinya.
"Pak Johan?" gumam Luca melihat sosok pria paruh baya sedang berdiri bersebelahan dengan istrinya.
Luca pun turun dari mobil sesaat Lea dan Tari turun dari mobil.
"Pak Johan?" sapa Luca kebingungan.
"Pak Luca?" Johan menatap Luca dengan seribu satu tanda tanya. Ia menatap sedan yang terparkir di depan rumahnya, lalu ia menatap anak semata wayangnya bersama Tari turun dari sedan mewah itu.
"Lea ... anak Bapak?"
"Iya. Dan ...," Johan tak tahu harus berkata apa, takut-takut salah bertanya dan salah bicara dengan anak bontot CEO di kantornya itu.
"Tari keponakan saya," jelas Luca yang mengerti apa arti tatapan mata pria kepercayaan ayahnya itu.
"Jadi ... Tari itu anak Pak Noah?!"
Luca hanya mengangguk pelan sembari tersenyum sesaat.
Betapa terkejutnya Johan. Selama ini, sahabat anaknya yang sering ia marahi itu anak dari atasan di tempat ia bekerja? Kenapa selama ini gadis itu tak pernah mengatakan apa-apa tentang orangtuanya?
"Pak ... sebenarnya ada yang mau saya sampaikan."
Mendengarkan perkataan Luca, kuping Lea dan Tari mendadak tajam. Keduanya langsung bertindak tanpa harus saling bertanya.
"Om, katanya cuma mau anterin?"
"Kak Luca, makasi ya udah nganterin. Kakak bisa langsung ke kantor."
Renata yang melihat tingkah aneh Tari dan Lea, ia merasa curiga. Seperti ada sesuatu yang sedang gadis-gadis itu sembunyikan.
"Masuk aja, Pak. Sekalian minum teh," ajak Renata.
"Mari, Pak. Itung-itung, terima kasih saya karena udah mengantarkan Lea pulang," timpal Johan sembali tangan kanannya mempersilahkan Luca masuk.
Luca tak menoleh sedetikpun ke arah Tari dan Lea. Ia masuk ke dalam rumah, membuntuti Johan menuju ruang tamu. Begitu juga Renata.
"Mampus gue!" rutuk Lea sembari menggigit bibirnya.
"Le, sorry. Gue nggak tau ternyata—"
"Kalo gue di usir dari rumah? Gimana? Lo mau biayain hidup gue dan anak gue?"
"Tenang Le, uang gue banyak. Sampai anak lo kuliahpun gue sanggup biayain."
"Ah!" Lea berdecak sebal. Ia tak menyangka hari ini akan menjadi akhir dari hidupnya.
Selama berjalan menuju ruang tamu, ada banyak hal yang berkelebat di kepalanya. Apa yang akan pria menyebalkan itu katakan kepada ayahnya?
"Kenapa sih, ngurusin hidup gue?!" geram Lea menatap benci ke punggung lebar Luca dari belakang.
Setibanya di ruang tamu, Luca duduk di sofa yang memiliki dua kursi. Sedangkan Renata dan Johan duduk bersebelahan. Lea dan Tari pun ikut duduk bersebelahan di sofa yang berbeda.
"Loh, kalian juga duduk di sini?" tanya Renata heran. "Kalian ke kamar—"
"Biar saja mereka di sini. Sekalian, ada yang mau saya sampaikan," sela Luca sambil menarik nafas dalam.
"Sebenarnya—"
"A—anu, Pa. Kemaren Kak Luca bilang dia minta tolong dicariin jodoh." Lea mencubit paha sahabatnya, memberi isyarat meminta bantuan.
"I—iya, Om. Soalnya, Nenek—"
"Tari." Suara bariton Luca lagi-lagi membuat Tari menciut seperti tisu terkena air.
Sesaat kemudian, Luca kembali melanjutkan pembicaraannya. "Sebelumnya saya minta maaf kalau saya lancang."
Lea meremas ujung bajunya dengan sangat kuat. Ia menunduk karena sudah terpojokkan dan tak bisa berbuat apa-apa lagi.
Telapak tangan Lea dan Tari seketika dingin dan basah. Jantung keduanya berdetak dengan sangat kencang.
"Saya sudah menghamili anak Bapak dan Ibuk."
"Jadi ... tolong izinkan saya bertanggungjawab atas perbuatan saya ini."
...🌸...
...🌸...
...🌸...
...Bersambung .......
udah lama nakfoh luca..
secara kan sama2 bule..
❤❤❤❤
apa istri noah?
atau penggemar Luca???
❤❤❤❤❤
❤❤❤❤
calon pelakor
jgn sering..
masih rentan...
❤❤❤❤❤❤
❤❤❤❤❤❤❤
❤❤❤❤❤
berdasarkan cerita panakannya kalo lea dibobol org saat di club...
makanya walau awalnya nolak lea..
akhirnya luca mau ngaku ke pak johan kalo dia hamilin lea..
❤❤❤❤❤