Aisyah, seorang istri yang selalu hidup dalam tekanan dari mertuanya, kini menghadapi tuduhan lebih menyakitkan—ia disebut mandul dan dianggap tak bisa memiliki keturunan.
mampukah aisyah menghadapi ini semua..?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon prettyaze, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kebahagiaan
Bulan Madu Kedua yang Penuh Kebahagiaan
Setelah semua drama yang terjadi dengan ibu Farhan dan Rania, akhirnya Aisyah dan Farhan bisa menikmati waktu mereka berdua. Dengan koper yang sudah dikemas, mereka berangkat menuju destinasi bulan madu kedua.sebuah vila mewah di pinggir pantai yang jauh dari hiruk-pikuk kota.
Begitu sampai, angin laut yang sejuk langsung menyambut mereka. Aisyah berdiri di balkon kamar mereka, menikmati pemandangan laut biru yang terbentang luas di hadapannya. Farhan datang dari belakang, melingkarkan tangannya di pinggang Aisyah, lalu mencium pipinya. "Senang?" bisiknya.
Aisyah mengangguk dengan senyum lebar. "Senang banget. Terima kasih sudah membawaku ke sini, Han."
Farhan tertawa kecil. "Apapun buat istriku yang cantik."
Mereka menghabiskan hari dengan bermain di pantai, berjalan tanpa alas kaki di pasir putih, dan menikmati sinar matahari yang hangat. Farhan sesekali menggoda Aisyah dengan percikan air, membuat tawa mereka memenuhi udara.
Saat matahari mulai terbenam, mereka duduk di tepi pantai, menikmati kelapa muda sambil menatap langit jingga keemasan.
"Aku ingin waktu berhenti di sini," gumam Aisyah, menyandarkan kepalanya di bahu Farhan.
Farhan mengecup rambutnya lembut. "Selama kamu di sisiku, setiap hari adalah bulan madu buatku."
Malamnya, mereka makan malam romantis di bawah taburan bintang, dengan lilin yang menerangi meja mereka. Aisyah menatap Farhan dengan penuh cinta, merasa bersyukur telah memilih pria ini sebagai suaminya.
"Aku mencintaimu, Farhan," ucapnya tulus.
Farhan menggenggam tangannya erat dan menatapnya dalam. "Aku lebih mencintaimu, Aisyah. Dan aku berjanji, kita akan selalu seperti ini, bahagia bersama."
Malam itu, mereka kembali ke vila dengan hati yang penuh kebahagiaan, menikmati waktu mereka sebagai pasangan yang benar-benar saling mencintai. Tanpa gangguan siapa pun. Hanya ada mereka berdua, dalam pelukan cinta yang semakin erat.
Setelah makan malam romantis, Farhan menggandeng tangan Aisyah, membawanya berjalan di sepanjang pantai yang kini hanya diterangi cahaya bulan. Suara deburan ombak menjadi latar yang sempurna untuk malam penuh cinta mereka.
"Kamu ingat nggak, waktu pertama kali kita ketemu?" tanya Farhan sambil tersenyum.
Aisyah tertawa kecil. "Tentu saja. Kamu waktu itu jutek banget. Aku pikir kamu nggak suka aku."
Farhan menggeleng sambil tersenyum. "Bukan nggak suka, tapi aku malu. Aku takut kalau aku terlalu baik, aku malah jatuh hati lebih dalam dan nggak bisa melepaskanmu."
Aisyah menatapnya penuh rasa sayang. "Dan lihat sekarang, kita sudah sejauh ini. Bersama melewati semuanya."
Farhan mengangguk, lalu merangkul Aisyah lebih erat. "Aku bersyukur kita tetap bertahan. Kamu tahu nggak, aku sering berpikir, apa jadinya hidupku tanpa kamu?"
Aisyah tersenyum lembut. "Aku juga, Han. Kamu segalanya buat aku."
Mereka terus berjalan, menikmati suasana malam. Sesekali Farhan mencium kening Aisyah, atau sekadar menggenggam tangannya lebih erat. Setelah puas menikmati pantai, mereka kembali ke vila.
Di dalam kamar, Aisyah duduk di balkon, memandangi langit yang penuh bintang. Farhan datang membawa dua cangkir teh hangat, lalu duduk di sampingnya.
"Aku suka momen seperti ini," ujar Aisyah sambil menyandarkan kepalanya di bahu Farhan.
Farhan mengusap lembut rambutnya. "Aku juga. Setiap kali kita berdua, rasanya dunia hanya milik kita."
Aisyah menutup matanya sejenak, menikmati kehangatan pelukan Farhan. "Kamu masih ingat waktu kita baru menikah? Aku sering banget nangis karena takut nggak bisa jadi istri yang baik buat kamu."
Farhan terkekeh. "Dan aku juga sering takut. Aku khawatir nggak bisa jadi suami yang cukup baik buat kamu."
Aisyah mengangkat kepalanya, menatap Farhan dalam. "Tapi kita berhasil. Kita belajar, kita bertahan, dan kita saling mencintai."
Farhan menatapnya dengan penuh kelembutan. "Dan aku ingin terus seperti ini, sampai tua nanti. Aku nggak butuh hal lain, selama aku punya kamu."
Aisyah tersenyum, lalu mengecup lembut bibir suaminya. Farhan membalas dengan tatapan penuh cinta, sebelum akhirnya menariknya dalam pelukan erat. Malam itu, mereka kembali mengukir kenangan manis, saling mengingatkan betapa berartinya satu sama lain.