Full Remake, New Edition 🔥🔥
Ini adalah perjalanan Iramura Tenzo, seorang pejuang yang dipanggil ke dunia baru sebagai seorang pahlawan untuk mengalahkan raja iblis.
Namun, dia gugur dalam suatu insiden yang memilukan dan dinyatakan sebagai pahlawan yang gugur sebelum selesai melaksanakan tugasnya.
Akan tetapi dia tidak sepenuhnya gugur.
Bertahun-tahun kemudian, ia kembali muncul, menginjak kembali daratan dengan membawa banyak misteri melebihi pedang dan sihir.
Ia memulai lagi perjalanan baru dengan sebuah identitas baru mengarungi daratan sekali lagi.
Akankah kali ini dia masih memegang sumpahnya sebagai seorang pahlawan atau mempunyai tujuan lain?
Ini adalah kisah tentang jatuhnya seorang pahlawan, bangkitnya seorang legenda, dan perang yang akan mengguncang dunia.
Cerita epik akan ditulis kembali dan dituangkan ke dalam kisah ini. Saksikan Petualangan dari Iramura Tenzo menuju ke jalur puncak dunia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyu Kusuma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24 Perpustakaan
Ramez membelalak, ekspresinya benar-benar menunjukkan keterkejutan total.
"Hei, Tenzo! Kenapa kamu tiba-tiba membuat keputusan semacam itu tanpa berbicara denganku dulu, hah!?"
Dia melangkah cepat ke samping Tenzo, menatapnya dengan penuh protes.
Namun, Tenzo hanya menggaruk belakang kepalanya, ekspresinya tetap santai.
"Yah... satu-satunya orang yang akrab denganku di tempat ini hanyalah kamu."
Dia melirik Ramez sekilas sebelum melanjutkan, "Aku juga membutuhkan seseorang yang mengenal kota ini untuk membantuku. Jadi, kuputuskan kalau kamu akan menjadi rekanku."
"Sekarang kita akan pergi ke tempat Eliana untuk menyelesaikan pendaftaranku. Nanti kita bicarakan hal ini lagi."
Tenzo mulai berjalan lagi, tetapi sebelum Ramez sempat membalas, dia menambahkan satu hal lagi dengan nada santai, tapi tajam.
"Oh ya… Kamu juga pernah berniat membunuhku."
Tenzo menoleh sedikit ke belakang, memberikan senyum kecil yang samar.
"Jadi anggap saja ini balas budimu kepadaku."
Ramez terdiam.
Kata-kata itu menusuk tajam, mengingatkannya kembali pada niatnya sebelumnya yang ingin membunuh Tenzo.
Sekarang, orang yang seharusnya jadi musuhnya malah memilihnya sebagai rekan tim.
"Sial..." gumamnya dalam hati.
Dia mengerang pelan, tetapi akhirnya menghela napas panjang.
Dia tahu bahwa ini bukan sekadar keputusan sepihak Tenzo. Enchart sudah menyetujuinya.
Jadi… dia tidak punya alasan untuk menolak.
Dengan pasrah, Ramez akhirnya mengikutinya dari belakang.
***
Di Ruangan Eliana
Setelah beberapa saat, Tenzo dan Ramez tiba di ruangan Eliana.
Tenzo segera duduk di tempat yang ditunjuk, lalu Eliana menyerahkan beberapa lembar dokumen.
"Silakan isi dulu datanya."
Tanpa banyak bicara, Tenzo langsung mulai mengisi dokumen-dokumen itu.
Sementara itu, Ramez berdiri tidak jauh, hanya memperhatikannya.
Namun, di dalam pikirannya, berbagai pemikiran mulai bermunculan.
[ah… tidak ada salahnya juga kalau aku berada satu tim dengannya.]
Dia melipat tangan di dadanya, berpikir lebih dalam.
[Ada banyak hal yang ingin kutanyakan padanya… Dan ini juga bisa menjadi bentuk balas budiku atas tindakan baiknya tadi.]
Dia mengangguk pelan, merasa lebih mantap dengan keputusannya.
Waktu berlalu, dan tidak sampai satu jam, Tenzo sudah selesai dengan urusannya. Ketika mereka keluar dari ruangan, Tenzo menatap sekilas kartu yang telah diubah statusnya.
"Kata Eliana, kartu baruku bisa kuambil kemungkinan besok atau lusa. Sampai saat itu, aku punya waktu luang."
Dia mengalihkan pandangannya ke Ramez.
"Sekarang, aku akan pergi ke perpustakaan."
"Perpustakaan?" Ramez menaikkan alisnya.
"Aku butuh informasi tentang perkembangan benua ini." Tenzo memasukkan tangannya ke saku. "Itu salah satu tujuanku datang ke sini."
Perpustakaan adalah tempat ilmu dan sejarah.
Jika dia ingin mengetahui apa yang telah terjadi di dunia ini selama dia ‘menghilang’, maka tempat itu adalah pilihan terbaik.
Setelah berpikir sebentar, dia melanjutkan, "Kalau kamu punya urusan lain, kamu bisa pergi. Nanti malam kita berkumpul di penginapan untuk membicarakan rencana ke depan."
Ramez menimbang-nimbang sejenak.
Namun, dia akhirnya menggelengkan kepala.
"Hmm… Aku rasa aku tidak punya urusan apa-apa hari ini. Jadi aku akan ikut denganmu."
"Oh, begitu ya? Yah, baiklah. Kalau begitu, ayo pergi."
Dan begitu saja, mereka berdua menuju ke perpustakaan bersama.
***
Perjalanan ke Perpustakaan
Udara sore mulai terasa lebih sejuk.
Di sepanjang perjalanan, Ramez tidak bisa menahan rasa penasarannya.
Dia melirik ke arah Tenzo, lalu bertanya, "Ngomong-ngomong, kenapa kamu tiba-tiba ingin pergi ke perpustakaan? Apakah kamu sedang mencari sesuatu?"
Tenzo tidak langsung menjawab.
Matanya tetap menatap ke depan, langkahnya tidak melambat.
Akhirnya, dia berkata, "Aku hanya ingin mencari informasi tentang benua ini saja."
"Di perpustakaan pasti ada beberapa buku yang menjelaskan tentang perkembangan dunia ini… terutama tentang hal-hal yang terjadi ketika aku tidak ada di dunia ini."
Ramez hampir mengangguk… tapi kemudian dia membeku.
Matanya melebar, dan dia langsung menoleh ke arah Tenzo.
"Hah? Tidak ada di dunia ini?"
Nada suaranya terdengar sedikit lebih serius sekarang.
"Maksudmu…?"
Itu bukan ucapan biasa.
Itu adalah ucapan seseorang yang telah ‘meninggal’.
Tenzo tampak sedikit terkejut dengan responsnya sendiri.
Dia menghela napas pelan, menyadari kesalahan dalam pemilihannya kata-katanya.
"Oh, itu..."
Dia berpikir cepat, lalu segera meluruskan ucapannya.
"Yah, maksudnya ketika aku mengurung diri di dalam hutan belantara sana. Karena itu, aku tidak tahu apa-apa tentang perkembangan dunia sekarang ini."
Ramez terdiam beberapa detik.
Dia memperhatikan wajah Tenzo, mencoba mencari tanda-tanda kebohongan atau sesuatu yang disembunyikan.
Namun, ekspresi Tenzo tetap netral.
Akhirnya, Ramez menghela napas dan tersenyum kecil.
"Oh, begitu ya... Ku kira kamu benar-benar sudah mati tadi."
Dia tertawa pelan, merasa lega.
Namun… Tenzo tetap diam.
Wajahnya tidak berubah, tetapi matanya sedikit menyipit, seakan sedang memikirkan sesuatu yang lain. Di dalam benaknya, ada sesuatu yang tidak bisa ia ungkapkan. Sesuatu yang sebaiknya tetap terkubur dalam kegelapan.
***
Tidak lama kemudian, Tenzo dan Ramez tiba di depan pintu masuk perpustakaan.
Bangunan itu menjulang tinggi, dengan pintu masuk yang begitu besar—bahkan rasanya seorang raksasa pun bisa masuk dengan mudah.
Di sekelilingnya, orang-orang berlalu-lalang. Ada yang masuk dengan tergesa-gesa, ada yang keluar sambil menenteng buku tebal di tangan mereka.
"Tempat ini lumayan sibuk," gumam Tenzo sambil memperhatikan sekitar.
Tanpa membuang waktu, keduanya pun segera masuk ke dalam.
Begitu melewati pintu utama, mereka langsung disambut oleh pemandangan rak-rak buku yang menjulang tinggi.
Di setiap sudut ruangan, rak-rak itu dipenuhi oleh buku-buku, membentuk labirin ilmu yang luas.
Bahkan lantai dua dan tiga pun dipenuhi rak serupa, menciptakan suasana tenang tapi mendalam, seperti dunia lain yang penuh pengetahuan.
Di tengah kekaguman Tenzo, suara Ramez memecah lamunannya.
"Oh ya," katanya, "aku ingat kalau salah satu temanku bekerja sebagai pustakawan di sini. Mungkin dia bisa membantumu mencari buku yang kamu butuhkan."
Tenzo menoleh, tertarik.
"Hm, kurasa itu ide bagus. Mari kita cari temanmu itu."
***
Mereka berjalan menuju meja resepsionis dan bertanya tentang orang yang mereka cari.
Setelah mendapat informasi bahwa dia berada di salah satu sisi perpustakaan, mereka melanjutkan perjalanan hingga akhirnya menemukan seseorang sedang membersihkan rak buku.
"Halo, Deena! Lama tak jumpa!"
Ramez melambai ke arah seorang wanita.
Wanita itu berbalik ketika mendengar namanya dipanggil.
Dia memiliki rambut cokelat pendek sebahu, wajah mulus dan bulat, serta kacamata yang membuat matanya yang berwarna cokelat terang terlihat lebih besar.
Dia sempat menyesuaikan kacamatanya, memastikan bahwa orang yang memanggilnya bukanlah orang asing.
Begitu dia menyadari siapa yang berdiri di depannya, matanya melebar penuh kejutan.
"Ah, Ramez! Apakah itu kamu!?"
Dengan penuh antusias, Deena melompat turun dari tangga kecil dan menghampirinya.
"Iya, ini aku, Deena," jawab Ramez dengan senyum lebar.
Begitu Deena berdiri di hadapan mereka, senyumnya berubah menjadi ekspresi heran.
"Weh, tumben kamu datang ke tempat ini. Katanya kamu paling malas kalau harus ke perpustakaan."
Ramez terkekeh.
"Yah, aku cuma ikut bersama rekan timku. Dia ada urusan di perpustakaan, jadi aku menyarankan agar dia mencarimu supaya bisa menyelesaikan urusannya lebih cepat."
Dia menunjuk ke arah Tenzo.
"Oh, rekan timmu?"
Deena baru sadar kalau Ramez datang bersama seseorang.
Tadi dia terlalu fokus pada Ramez hingga tidak benar-benar memperhatikan pria di sebelahnya.
Namun, begitu dia menoleh ke arah Tenzo…
Matanya melebar.
Darahnya seakan membeku.
Sosok yang berdiri di sana tinggi, bertubuh tegap, dengan wajah tegas dan ekspresi yang sulit ditebak.
Tatapan matanya tajam, seperti seorang pemburu yang bisa menerkam kapan saja.
Ihhhhh!!
Deena secara refleks mundur beberapa langkah.
Dia bahkan nyaris menjatuhkan buku yang sedang ia pegang.
Di dalam batinnya, dia berteriak panik.
"W-W-Wajah itu…!!"
"Ini pasti wajah seorang penjahat!!!"
Dari sudut matanya, dia bisa melihat bayangan mantan kriminal kejam, pembunuh bayaran, atau mungkin buronan kelas atas!
Sementara itu, Ramez hanya bisa menatapnya dengan bingung.
"Hei, kenapa kamu, Deena? Kenapa kamu tiba-tiba menjauh?"
Namun, Deena tidak menjawab.
Sebaliknya, dia dengan cepat menarik Ramez menjauh, membawanya ke belakang rak buku yang tidak jauh dari sana.
"Eh, eh! Deena! Tunggu, tunggu! Kenapa kamu malah menarikku!?"
Namun, Deena mengabaikannya.
Begitu mereka berada di tempat yang cukup jauh dari Tenzo, Deena berbisik dengan nada cemas.
"Ramez! Apakah kamu tidak salah orang!?"
"Hah?"
"Dia, kau jadikan sebagai rekan timmu!?"
Deena semakin panik.
"Apakah kamu habis diancam olehnya!? Atau ada sesuatu yang memaksamu menjadikannya rekan tim!? Apakah kamu baik-baik saja!?"
Wajahnya penuh kekhawatiran.
Namun, Ramez hanya bisa menatapnya dengan ekspresi campuran antara geli dan tidak percaya.
Dia menekan tawa yang hampir keluar, lalu berkata, "Astaga, Deena… Kamu benar-benar menghakimi orang hanya dari penampilan, ya?"
Dia menghela napas, lalu tertawa kecil.
"Tenang saja, dia bukan orang jahat."
Namun, Deena tetap memelototinya.
"Itu sih masih mending dibandingkan dengan kamu," katanya dengan nada kesal.
"Setidaknya aku masih bisa menilai orang dari luarnya, sedangkan kamu?"
"Kamu selalu gampang dibodohi orang lain. Tidak bisa membedakan mana yang benar-benar bersamamu dan mana yang hanya memanfaatkanmu lalu meninggalkanmu di belakang."
Ramez menghela napas panjang, mencibir kecil.
"Heh, di saat seperti ini kamu masih saja membahas hal-hal seperti itu."
Dia menepuk bahu Deena dengan santai.
"Sudahlah, sekarang ikut saja bersamaku. Dia pasti sudah menunggu."
Tanpa memberi kesempatan untuk menolak, Ramez menarik tangan Deena dan membawanya kembali ke tempat Tenzo.