NovelToon NovelToon
Sigma Love Story : The Boy

Sigma Love Story : The Boy

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Identitas Tersembunyi / Preman
Popularitas:99.9k
Nilai: 5
Nama Author: Septira Wihartanti

Axel Rio terjebak bertahun-tahun dalam kesalahan masa lalunya. Ia terlibat dalam penghilangan nyawa sekeluarga. Fatal! Mau-maunya dia diajak bertindak kriminal atas iming-iming uang.
Karena merasa bersalah akhirnya ia membesarkan anak perempuan si korban, yang ia akui sebagai 'adiknya', bernama Hani. Tapi bayangan akan wajah si ibu Hani terus menghantuinya. Sampai beranjak dewasa ia menghindari wanita yang kira-kira mirip dengan ibu Hani. Semakin Hani dewasa, semakin mirip dengan ibunya, semakin besar rasa bersalah Axel.
Axel merasa sakit hati saat Hani dilamar oleh pria mapan yang lebih bertanggung jawab daripada dirinya. Tapi ia harus move on.
Namun sial sekali... Axel bertemu dengan seorang wanita, bernama Himawari. Hima bahkan lebih mirip dengan ibu Hani, yang mana ternyata adalah kakak perempuannya. Hima sengaja datang menemui Axel untuk menuntut balas kematian kakaknya. Di lain pihak, Axel malah merasakan gejolak berbeda saat melihat Hima.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septira Wihartanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Big Meeting

“Bapak sudah sampai di Lobby. Dia bareng Pak Zulfikar dan Pak Albattar. Gue jemput dulu.” Zaki memeriksa ponselnya yang berdering.

“Ayo meeting.” Desis Devon sambil menggandeng tanganku ala bapak-bapak lagi ngajak anaknya main seluncuran maut di kolam berenang.

“Meeting apa?”

“Kali bukan meeting kerjaan. Bapak lagi gundah gulana gara-gara anak buah kamu maling di ruangan dia.”

“Ical...” gumamku. “Dia punya nama.”

“Hama. Itu nama maksimal dari saya.”

“Dan kamu harus tahu, Bocah. Biasanya kalo meeting, kita yang ke sana. Ini bapak rela ke sini ke kantor cabang buat biar kamu nyaman meetingnya. Jadi kamu harus tahu seberapa mendesaknya urusan ini.”

Ada apa lagi ini?

Yang bisa kuharapkan, adalah benang merah semua ini.

Kami tiba di ruang meeting yang mewahnya sampai bikin aku muak. Kesenjangan sosial sangat kentara di sini.

Ruang meeting ini tidak seperti pada umunya yang meja panjang di tengah dan kursi mengelilingi meja, di pojok ada tv dan layar putih proyektor. Tidak, bukan seperti itu.

Pantas, Ical, Asep dan Anton kesenengan waktu mencuri di sini. Ya memang seluxury itu.

Marmer di bagian bawah, granit menghiasi tembok. Dua pilar besar di tengah, dengan ukiran berbentuk wanita, dan aquarium air laut di dalamnya. Jendela besar-besar, aku bagai berada di Rivendell, perbatasan bangsa elf di novel JRR.Tolkien. Air terjun buatan di dinding belakang sana membuat kami bagai berada di dunia lain. Di antara pilar aquarium itu terdapat 3 buah sofa besar.

Dan kami para karyawan duduk di sofa-sofa yang mengelilingi mereka.

Aku melihat tiga orang pemilik perusahaan ini. Pak Damaskus duduk tengah, badan besarnya dengan tatto di sekujur lengannya, janggut dan rambut keperakan, dan cerutu di pinggir bibirnya. Menatapku dengan tajam dan berbinar. Di sisi kiri duduk Pak Zulfikar, pemimpin kantor cabang Praba Support tempat kami bekerja. Dia adik kedua Pak Damaskus, tubuhnya tinggi rambutnya panjang keriting seperti rockstar, jambang dan kumis hitam. Lalu di sisi kanan ada Pak Albattar. Walau pun terlihat paling kalem dengan tatapan sendu, justru tipe begini paling manipulatif. Senyumnya menyimpan banyak rahasia.

Aku kenal tipe orang begini, karena bisa dibilang, aku memiliki sifat yang kurang lebih sama, saat aku menjalani  kehidupan jalanan.

Empat orang algojo Pak Damaskus masuk ke dalam ruangan. Terlihat wajah Baron babak belur tapi senyum menghiasi bibirnya

Dari kerlingan matanya ke arahku, aku bisa menebak kalau dia baru saja menghabisi banyak orang. Mungkin berkaitan dengan data yang kuberikan kemarin.

Lalu ada Ivander dengan laptopnya langsung menempati posisi di samping tv 100inch. Dengan keyboard laser ia langsung mengaktifkan berbagai data yang terhubung dari laptop ke tv tersebut.

Fotoku langsung terpampang di sana, dengan foto bapak dan ibuku. Ibu kandungku.

“Axel, duduk di tengah.” Suara Pak Damaskus menggelegar.

Aku tarik nafas, lalu duduk di sofa tengah, dikelilingi berbagai manusia yang wajahnya seperti dewa dewi.

4 orang sekretaris Pak Albattar masuk ke dalam ruangan.

“Perkenalkan, kamu akan banyak berurusan dengan mereka saat kamu nanti di penjara. Dari ujung, ada Altan, ada Leyla keponakan saya, ada Sarah dan ada Putra, menantu Damaskus dari anak istri pertama.” Kata Pak Albattar.

Masuknya aku ke penjara langsung dibahas di sini, jadi mereka sudah mencapai final round penyelidikan.

Himawari memasuki ruang meeting masih dengan seragam hitam-hitam Beaufort Company-nya.

“Mawar, duduk di sebelah Axel.” Kata Pak Damaskus.

Mawar menunduk hormat lalu duduk di sebelahku.

Pintu di tutup, lalu kami semua diliputi keheningan.

Hologram di tengahku menampilkan sosok Erick Sutjandra. Dikendalikan dari komputer Ivander.

Baron maju ke depan ruangan.

Dia bertindak sebagai MC di sini.

“Hologram yang kalian saksikan sekarang adalah Erick Sutjandra. Dia terlibat dalam proyek double sertifikat tambang batu kita yang ada di Gunung Putri.”

“Heh?!” aku otomatis mendengus kaget.

Aku tak menyangka Erick Sutjandra memiliki masalah dengan Prabasampurna.

“Kaget kan dia, khehehe.” Kekeh Pak Damaskus mengejekku.

“Kami sudah duga banyak yang tak kamu ketahui, Axel.” Suara Pak Albattar entah bagaimana lembut dan bergema di telingaku. Sepertinya ia memiliki ilmu kanuragan atau semacamnya. Bisa jadi dia lebih klenik dibanding Baron.

“Kamu,” Pak Zulfikar menunjukku sekilas, “Selama ini menyimpan bom waktu yang salah sedikit saja bisa mengakibatkan perang saudara di negara ini. Bahkan kamu saja tidak tahu sesuatu yang kamu simpan bisa meledak sekali jentik.”

“Walau begitu kami merasa terhormat kamu memilih untuk menjual rahasia itu kepada kami.” Kata Pak Albattar sambil tersenyum

Astaga

Aku tahu senyum macam itu.

Tai anjing lah, senyum manipulatif. Mirip banget sama Devon dan... aku. Kata-katanya juga teknik mendayu yang sering aku pakai kalau merasa orang-orang di sekitarku bangsat semua tapi aku nggak ingin ribut. Senyumin aja diam-diam maki-maki dalam batin. Kami pura-pura menghormat agar lawan lengah.

Apa boleh buat, aku akan bereaksi yang sama sepertinya.

Tersenyum, semanis mungkin.

“Saya merasa perusahaan ini adalah wadah yang tepat untuk bisa menjaga dokumen dan bukti sepanas itu. Semua ini terlalu besar untuk saya tanggung sendiri. Saya juga belum becus hidup, sudah yatim piatu juga. Saya sebatang kara jadi terlalu banyak tekanan kalau sendirian.” Kataku basa-basi.

Zaki berdecak.

Damaskus mengangguk-angguk.

Pak Albattar malah tersenyum sinis.

Kupikir dia pasti sudah bisa menebak aku adalah ‘copy’nya.

“Sudah cukup omong kosongnya, Cindhil.” Sahut Pak Damaskus. Yeilah dia sebut aku anak tikus, keinjek buyar, dicampur anggur bikin bugar.

“Buka-bukaan aja, kamu memiliki banyak nilai tambah dalam hal ini. Kamu berada di sini bukan hanya karena kamu menyimpan dokumen-dokumen ini, kami bisa saja merampoknya dan membinasakan kamu. Mereka membunuh Jack Rio juga gara-gara tak ingin rahasia mereka diketahui, begitu pun kami, mudah saja kami membuatmu lenyap dari dunia.” Kata Pak Damaskus.

“Apalagi, kamu ini sudah menganggu urusan pekerjaan. Kamu adalah ketua dari pencuri yang mengambil barang kami. Alurnya sama seakan berulang, kamu adalah ahli strategi dari pembegalan yang dilakukan Irvin dan Erick Sutjandra. Tanpa kamu, semua tidak akan berjalan lancar.” Kata Pak Damaskus.

“Axel,” Pak Zulfikar angkat bicara. “Kalau masalah pribadi kami bertiga tak akan ikut campur asal pekerjaan utama sudah beres. Tapi kasus kamu ini sudah merambah ke kerugian perusahaan, jangankan satu orang, satu kampung akan kami ringkus seperti kampungmu. Beruntungnya kamu, ternyata kamu begitu berharga untuk kami lenyapkan. Untung saja kamu berhasil kabur dari Artemis waktu itu. Nilai kamu itu yang membuat kami akan menawan kamu di sini..”

Menawan dia bilang...

Begitu menarikkah aku ini sampai ditawan segala.

“Dengan pertimbangan itu, kami memutuskan menerima kamu bekerja di sini. Justru, kalau kamu tewas dan mayat kamu ditemukan, senegara akan gempar. Akan ada banyak konspirasi bermunculan. Tersangkanya akan ditekan karena dianggap terlalu tahu banyak rahasia negara. Masyarakat akan terkotak-kotak. Itu sebabnya bapak kamu dibunuh di Amerika, karena negara itu memiliki birokrasi sendiri.”

“Jadi perginya mereka ke sana karena jebakan?” tebakku.

“Benar.”

“Dan bukan tanpa alasan mereka membiarkan saya tahu dokumen itu?” tebakku lagi.

“Mereka pikir kamu anak biasa yang bisa mereka lenyapkan dengan jentikan jari.”

Aku menunduk sambil mengusap dahiku.

Nyaris saja.

Untung aku bertemu Prabasampurna.

Takdir yang membawaku ke sini.

“Bayangkan kalau kamu muncul ke publik. Apalagi kalau mereka tahu kamu berada di bawah perlindungan Prabasampurna. Mereka tidak akan berani lagi macam-macam terhadap kita, nama kita semakin di atas. Dengan kata lain, proyek apa pun yang kami rintis, akan disukseskan, pun proyeknya terjadi di luar negeri. Semua berkat brankas coffe shop kamu itu. Heheheh.” Kata Pak Damaskus.

Makanya mereka menerimaku jadi pegawai.

“Kamu tidak akan pernah dipecat, sudah pasti. Imunitas. Walau pun kamu dipenjara, setelah bebas kami akan menerima kamu kembali.” Kata Pak Albattar sambil mencondongkan tubuhnya ke arahku. “Tapi nggak pernah dipecat bukan berati bagus ya. Dengan kata lain kalau kami hancur, kamu juga ikut hancur. Dan kamu harus mendedikasikan seluruh tenaga kamu untuk kami.”

“Ya. Seperti semua orang di sini. Kehidupan sosial hanya sampingan, Keluarga hanya sampingan. Hidup kamu untuk perusahaan. Kami suruh kamu terjun ke jurang, kamu harus mau. Kami minta kamu bunuh istrimu, ya kamu harus mau.” Kata Pak Zulfikar.

“Cindhil, kamu buang-buang waktu kalau cengeng ke kami karena anggota keluargamu meninggal dibunuh. Karena masing-masing dari kami sudah merasakannya, bahkan kami sudah merasakan kehilangan yang begitu besarnya sampai dalam tahap gila. Sebagian besar di sini yatim piatu seperti kamu, sebatang kara.  Terseok-seok di comberan sebelum bergabung. Kamu pasti sudah tahu kan? Saya yakin kamu sudah cari tahu.”

Aku mengangguk menjawab pertanyaan Pak Damaskus. Latar belakang Baron, Ivander dan Devon contohnya.

“Karena itu... Himawari. Kamu di sini. Kalian berdua terikat di benang merah yang sama.”

Aku menoleh ke arah Himawari, Himawari melirikku dengan kesal.

“Raden Arya akan menceritakan pada kalian kenapa kalian kami sebut terjebak dalam lingkaran setan yang sama.”

Lalu keadaan hening.

Aku direkrut masuk bukan sebagai PKWT atau kontrak.

Langsung sebagai pegawai tetap, sebagai keluarga.

Sekaligus sebagai tiang pancang.

1
Nania
sesibuk itu kah madam, hingga detik ini belum up juga 😥
Syaiful Leli
kapan up nya..
Renesme
Tiap kata per kata sungguh menarik
🍌 ᷢ ͩ🏘⃝Aⁿᵘ Deέ
astagaaa ngakak🤣🤣🤣🤣🤣
🌻nof🌻
ajak ngobrol lagi aja, paling banter dipukulin, sabar aja, lama2 jadi teman curhat😂
🥑⃟вуυηgαяι
keren lh pokokny, mnurutku smua novel² madam klo diumpamain tu kek knyataan brbalut imaji si, dan tu msuk skligus ngena saat pmbaca mresapi alurny, pokokny sukses sll buat madam, dtunggu karya² slnjutnya yak
🥑⃟вуυηgαяι
ni kekny jd hal yg dmau smaa reader dah
🥑⃟вуυηgαяι
dtepuk tanda empati kali bwaang jgn nethink dlu🤭🙈😅
🥑⃟вуυηgαяι
😅😅😅 aseli ku ngakak baca ni🙈
🥑⃟вуυηgαяι
heh😅 ni kn pov Jackson madam bukn pov Devon🤭🙈🙈
🥑⃟вуυηgαяι
maybe mode sinting ny brbeda porsi ja😩
🥑⃟вуυηgαяι
ahahahaha jleb amay dah si tejo 😅😅😅
🥑⃟вуυηgαяι
ahaha kekny tejo bingung nyariin surti 😅😅😅🙈
🥑⃟вуυηgαяι
hny brharap madam dpt pangsit buat nrusin crita² yg hiatus smntara🙈😅🤭
🥑⃟вуυηgαяι
ah ku kngen crita mas put😩😅🙈
🥑⃟вуυηgαяι
ahelah😅 kukira ada something wrong trnyata otak btuh kupi 🙈
🥑⃟вуυηgαяι
hah??? gilaaakkkk😑 ni sriusan yak???😩
🥑⃟вуυηgαяι
nah ada rahasia apa lg ni yg blum trungkap
🥑⃟вуυηgαяι
😑😑 antara nyata smaa imajinasi dong yak
🥑⃟вуυηgαяι
wakakakak seru ni seru ku ko suka klo liat Devon sdikit trsiksah😅🙈
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!